RADARSEMARANG.COM, Yayasan Ribath Al-Amin Semarang lahir dari Majelis Taklim. Habib Muhammad Amin Al-Attas sebagai pengasuh terus berkomitmen untuk berdakwah. Terus melahirkan santri berkarakter dan berakhlak mulia.
Berlokasi di Jalan Purwogondo II, Kelurahan Dadapsari, Semarang Utara. Pesantren ini berdiri 2020. Awalnya hanya dari Majelis Taklim kecil.
Habib Muhammad Amin Al-Attas awalnya hanya mengajar satu dua orang. Tidak ada yang membantu. Bahkan ia rela mengeluarkan kopi kepada orang-orang yang datang.
“Tidak semata-semata saya sombong, hanya saja ini pelajaran untuk orang yang bersabar dan istiqomah,” akunya.
Seiring berjalannya waktu, masyarakat sekitar mulai bergabung ke majlis. Biasanya setiap Senin ia berkeliling ke masjid, musala, dan rumah orang warga.
Keikhlasan dan istiqomah yang terus dilakukan membuahkan hasil. Ia mendapatkan hadiah berupa tanah wakaf dari warga.
“Tanah ini digunakan untuk apa? Saya menjawab ini akan menjadi tempat majlis. Kalau begitu saya wakafkan saja, mulailah diurus surat-suratnya,” ujarnya.
Setelah mendapatkan tanah wakaf, Habib Amin kemudian membuka donasi. Sehingga menjadi pembangunan tempat satu lantai yang begitu megah. Kemudian terus dikembangkan ke lantai dua, dan lantai tiga yang dibangun pemberi wakaf.
Tiga tahun pembangunan, majlis taklim Al-Amin tetap terjaga. Selain itu, ada madrasah untuk anak-anak. “Sebelum menerima santri, di lantai dua ada kamar tidur, ruang makan dan perabotan lainnya,” tambahnya.
Saat pandemi banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di madrasah. Jumlahnya mencapai hingga 40 anak. Sebelum Maghrib anak-anak datang. Salat berjamaah, dzikir, membaca Alquran secara serentak.
“Jika belum bisa membaca hanya mendengarkan. Semua harus konsisten setiap hari,” akunya.
Saat ini sudah ada 40 santri kalong. Hanya dua santri yang bermukim. Karena mereka mau melanjutkan pendidikan di Hadramaut Yaman. Tiga bulan mondok sebelum ke Yaman. Ada satu santri, Zaki yang dulunya lulus SD memilih mondok di Rubath Al-Amin. Disusul Zarif, Syafii, Rifai.
“Rifai melanjutkan hafalannya 15 juz dan belajar lainnya,” ucapnya.
Habib Muhammad Amin Al-Attas mengaku membangun pesantren karena ingin mengajar dan menyebarkan ilmu agama.
“Hakikatnya Allah sudah memberikan amanah untuk mengelola pondok, dan ia harus bertanggung jawab,” tambahnya. (fgr/fth)