27 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Ciptakan Negara Kesejahteraan Pasca Bulan Ramadan

Oleh : Ahmad Kharis M.A

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, UMAT muslim dapat menikmati akhir bulan Ramadan, mendapatkan unsur pendidikan sosial ekonomi, dapat dipetik dari perjalanan umat manusia sesuai sabda Nabi Muhammad SAW sang Muttafaq ‘Alaih: “Pada hari kiamat, mereka yang menempati tempat tertinggi di mata Allah SWT. adalah mereka yang memajukan kesejahteraan hamba-hamba Allah”.

Perasaan lain manusia setelah berpuasa setidaknya meningkatkan keimanan, ketakwaan, pengabdiannya kepada Tuhan. Praktik ibadah horizontal sebagaimana program zakat fitrah dapat dipahami sebagai bentuk perlindungan sosial, membantu meningkatkan kesejahteraan para umat. Dijelaskan Asy Syaikh Muhammad bin Shalih alUtsmaini, bahwa tujuan zakat fitrah tidak hanya untuk orang lain tetapi juga diri sendiri.

Terkait konteks negara kesejahteraan, umat Islam bahu membahu membentuk rasa solidaritas kepedulian sosial. Dengan puasa, seseorang diajak mencicipi kelaparan, kesusahan serta penderitaan kelompok fakir miskin di sekitarnya. Selanjutnya diharapkan supaya timbul solidaritas sosial memikirkan nasib membantu meringankan penderitaan mereka.

Puasa dapat menjadi media yangg menjembatani antara kaya serta miskin, kesenjangan kelompok elite-marginal dapat dipersempit sehingga memungkinkan terjalin hubungan kasih sayang pada antara sesama manusia. Puasa mendorong distribusi kekayaan yang adil. Inilah kebijakan pertama Rasul dalam mencapai reformasi sosial yang sejalan dengan konsep negara kesejahteraan.

Rasulullah mencontohkan riwayat keteladanan Islam di bulan Ramadan. Bukti ini menunjukkan bahwa sebenarnya seorang pemimpin harus murah hati, senang berbuat baik kepada orang lain. Suatu ketika, menurut salah satu legenda otentik, diceritakan bahwa Abu Hurairah RA mengatakan, Rasulullah bertemu dengan seorang pria pada malam Ramadan. Pria tersebut mengaku telah berhubungan senggama dengan istrinya selama bulan Ramadan.

Jadi Nabi Muhammad bertanya apakah manusia memiliki harta yang dapat diberikan kepada seorang budak untuk dibebaskan, tetapi pria itu menjawab bahwa dia tidak punya. Begitu pula ketika ditanya apakah ingin berpuasa selama dua bulan berturut-turut, dia juga menjawab tidak. Rasulullah kemudian memberi pria itu sekeranjang kurma dan kemudian meminta pria itu atas nama pria itu untuk memberikan kurma. Karena dosa-dosa yang telah dilakukannya diampuni.

Satu lagi kisah kedermawanan Rasulullah yang banyak dijadikan pedoman di bulan Ramadan, yaitu memberikan makanan bagi orang berbuka puasa. seperti dijelaskan dalam hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, juga Ibnu Majah, di mana Nabi Muhammad berpesan siapa pun yang memberikan makanan untuk berbuka kepada siapa pun yang puasa di bulan Ramadan. Maka dia mendapat pahala puasa orang tersebut pahalanya sendiri. Sungguh mulia apa yang dilakukan Rasulullah menegaskan seperti itulah dermawan dalam Islam, pantas menjadi teladan positif yang dapat diterapkan ketika berada pada kondisi serupa sang nabi.

Beberapa sahabat nabi pula memiliki kedermawanan luar biasa patut menjadi suri teladan. Kisah Rasulullah, sahabat yang menjadi teladan ketika di bulan Ramadhan selalu bersedekah. Bahkan jika Anda tidak memiliki makanan di rumah, anda hanya memiliki enam dirham. Dia lebih tertarik memberi sedekah kepada orang miskin, pengemis, dan budak daripada membeli makanan untuk keluarganya.

Sikap dermawan di penghujung Ramadan mencerminkan sifat dermawan terhadap sesama maupun kepada yang membutuhkan, tidak luput dari tujuan. Maka sebagai masyarakat muslim, dengan Indonesia sebagai negara yang sejahtera, harus mampu memberikan diri. Jika bukan pemerintah maka paling tidak menerapkannya dalam kehidupan, apalagi di akhir Ramadhan dimulai dari hal yang kecil.

Apabila sebagai pembuat kebijakan atau pemerintah mampu menciptakan suasana pengelolaan pelayanan yang sejalan dengan prinsip-prinsip good governance (partisipasi, supremasi hukum, transparansi, daya tanggap, orientasi konsensus, pemerataan, efisiensi, efektifitas, akuntabilitas, visi strategis dan saling ketergantungan).

Bulan Ramadan mengajarkan orang-orang beriman untuk tidak takut kehilangan uang. Kita akan merasakan kecemasan, kesedihan, ketakutan karena kita dihantui oleh kehilangan. Faktanya, ini adalah masalah yang sering dihadapi orang ketika mereka bersiap untuk menyumbang. Setelah memberikan sesuatu kepada orang lain.

Kita didorong semangat berserah diri kepada Allah SWT atau bersikap tawakal. Mengumpulkan energi positif dengan dalil memberikan sesuatu kepada orang lain akan mendapatkan pahala atau ganti lain (berupa materi/nonmateri) atau fase lebih tinggi agar tidak mengharapkan apapun hanya memelas ridla Allah SWT. Lalu menyadari bulan yang penuh menggunakan ragam kebaikan manfaat, aneka macam kebaikan atau manfaat tersimpulkan dalam satu istilah ‘berkah’ yang dimaknai sebagai azziyadatu fil khair (bertambahnya kebaikan). tetapi seringkali kali keberkahan atau nilai tambah hanya dimaknai secara terbatas di aspek ritual.

Sekarang perhatikan bahwa akhir Ramadan akan segera berakhir dan keistimewaannya berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Ibrah dapat diambil dari aktualisasi diri perjalanan ibadah di bulan suci ini adalah selalu melanjutkan dan meningkatkan mutu perilaku, tindakan dan tutur budi luhur pada bulan pasca Ramadan. Tidak lain adalah mengajak umat Islam untuk merajut Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat, adil, makmur dan sejahtera. Insyaallah kita akan mendapatkan gelar predikat umat Islam yang ihsan dan tanah air Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur. Waallahu a‘lam bishowaf. (*/ida)

Dosen Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah IAIN Salatiga


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya