RADARSEMARANG.COM – Lapas Kelas IIB Batang Kanwil Kemenkumham Jateng punya blok khusus santri. Ada 77 narapidana (Napi) di sana yang menjalani masa tahanan sambil mendalami ilmu agama. Mereka dididik membaca Alquran, memahami ilmu agama hingga berdakwah.
Suasana khas pesantren sangat terasa di dalam Lapas Kelas IIB Batang. Wartawan RADARSEMARANG.COM berkunjung pada Senin (11/4) sekitar pukul 16.00. Terlihat, pria-pria berpakaian lengan panjang, bersarung dan berpeci bergantian keluar sel. Mereka berjalan menuju masjid di dalam Lapas.
Di sana sedang ada pengajian yang Pondok Pesantren (Ponpes) Darut Taubah. Para napi khusyuk mendengarkan tausiyah yang disampaikan. Wartawan koran ini bertemu Dul Khakim, 33, napi kasus narkoba. Sekitar dua tahun lalu, ia pernah menjadi narasumber karena kegigihannya untuk bertaubat. Ia mengaku belum pernah berpuasa dan salat sebelum masuk penjara. Ia sedang menjalani enam tahun masa tahanan.
Kini, pria penuh tato itu telah lebih dalam lagi belajar ilmu agama. Ia sudah berani memberikan tausiyah keagamaan. Sehingga diberi jadwal untuk menyampaikan kultum tausiyah usai tarawih. Lapas Batang memberikan jadwal khusus pada 30 napi terpilih untuk memberikan tausiyah selama bulan Ramadan.
“Kok masih ingat sama saya mas. Saya baru dapat jatah kultum malam Jumat kemarin. Saya sampaikan, orang kalau puasa 10 hari pertama mendapatkan rahmat, 10 hari kedua akan diampuni dosa-dosanya. Terus 10 hari yang ketiga akan dibukakan pintu surga, terus tanggal satu Syawal akan dapat remisi,” gurau pria yang akrab disapa Panjer ini.
Ia belajar dakwah tiap seminggu sekali. Selama Ramadan ini, ia bisa membaca satu juz Alquran tiap malamnya. Ia berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi dan kapok karena sudah dua kali masuk penjara. Sesuai perhitungan, warga Kota Pekalongan itu akan bebas pada Oktober 2023.
Bagus Paras Etika, Kasubsi Registrasi dan Bimkemas Lapas Batang menjelaskan, kegiatan napi santri dilakukan sejak jamaah Subuh di sel masing-masing. Tadarus usai subuh, kegiatan dilanjutkan dengan berkebun sekitar pukul 08.00. Kemudian, pukul 10.00 mereka kembali melakukan tadarus hingga menjelang zuhur. Setelah waktu Ashar, mereka kembali melakukan tadarus. Selanjutnya dilanjutkan tausiyah jelang buka puasa, mulai pukul 4 hingga 5 sore.
Tadarus dilakukan bersama-sama, tahanan satu sel saling menyimak. Mengingatkan dan mengajari teman satu sel yang belum bisa membaca Alquran. Tadarus kembali dilakukan usai tarawih hingga pukul 9 malam di masjid Lapas. Tarawih sendiri dilakukan bergilir, ada beberapa sesi. Satu sesi diikuti hingga 100 orang.
“Setelah mereka selesai tadarus, giliran kami para petugas menyiapkan makanan untuk santap sahur. Kami mulai pukul 10 malam dan membagikan makanan pukul 2 dini hari. Istilahnya nyadong,” terangnya.
Tak terasa, matahari mulai terlihat rendah. Waktu menunjukkan pukul 17.00. Pengajian telah usai dan para warga binaan itu kembali di selnya masing-masing sembari menunggu azan Magrib. Bagus mengajak wartawan koran ini untuk meninjau sel yang ditempati Muhammad Tabiin, 45, napi kasus Tipikor. Pria yang akrab disapa ustad itu telah menjalani 7,5 tahun masa tahanan dan sudah mencicipi lima penjara berbeda.
“Beberapa penjara yang saya tempati, di sini yang benar-benar mirip dengan pesantren. Saya belajar tausiyah, susahnya itu menahan deg-degan. Tapi kalau tidak dilakukan, tidak akan berani-berani,” ucap Tabiin.
Suara pukulan bedug menggema di antara sel-sel di sana. Warga binaan pun masih menunggu suara azan Magrib. Sembari bergurau menunggu jeda, azan Magrib pun mulai berkumandang. Tabiin bersama empat teman satu sel mulai melepas dahaga. Mereka tidak langsung makan, melainkan menjalankan salat Magrib berjamaah terlebih dahulu di dalam sel.
Usai salat, mereka mulai menyantap hidangan yang telah disiapkan. Suasana kekeluargaan sangat terasa. Selama Ramadan, para tahanan mendapatkan makanan tambahan, yaitu takjil.
Kepala Lapas Batang, Rindra Wardhana menjelaskan, metode yang diterapkan untuk pembinaan keagamaan, dengan merangkul seluruh warga binaan. Supaya bisa lebih banyak mendalami ilmu agama. Melakukan ibadah yang tidak terlalu berat, namun sudah memenuhi syarat-syaratnya.
“Datangnya bulan Ramadan ini lebih meningkatkan takwa kepada Allah SWT. Program kegiatan telah disusun sedemikian rupa. Harapannya, ada perubahan sikap, tingkah laku dengan semakin dekatnya mereka dengan sang pencipta,” tandasnya. (yan/ida)