RADARSEMARANG.COM – Para narapidana (napi) Lapas Kelas IIA Pekalongan kini bisa nyantri di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum selama Ramadan 2022.
Puluhan narapidana (napi) bersorak ketika Jun, salah satu dari mereka, membacakan penggalan ayat Alquran dan Hadis tentang gambaran kehidupan di surga. Suasana yang semula khusyuk tiba-tiba mencair. Terlebih saat sampai ke ayat tentang bidadari surga.
Begitulah secuil pemandangan suasana pengajian jelang waktu buka puasa di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) kelas IIA Pekalongan, Senin (11/4) kemarin.
Pengajian sore itu dilaksanakan di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ulum. Jangan bayangkan itu ponpes biasa. Ponpes ini berada di salah satu blok Lapas Kelas IIA Pekalongan. Iya, sebenarnya itu ruang atau kamar penjara. Pihak lapas sengaja mendesainnya sebagai tempat para napi yang beragama Islam belajar ilmu agama.
Kamarnya mirip dengan kamar-kamar pesantren di luaran sana. Dindingnya dihiasi lukisan-lukisan kaligrafi. Sajadah, sarung, dan pakaian tergantung di sana-sini. Tempat tidurnya susun. Tapi ada juga yang tidur di matras. Pemandangannya benar-benar seperti kamar ponpes di luaran sana.
“Yang menghuni di situ ya kami sebut santri. Pengurusnya ya mereka-mereka juga,” kata Pengelola Pembinaan Kepribadian Lapas Pekalongan Anang Saefulloh.
Wartawan koran ini nimbrung dalam pengajian. Duduk sama rendah bersama 49 santri lapas. Semuanya laki-laki. Berbusana muslim dan wangi-wangi. Usia mereka beragam, dari muda hingga yang sudah kakek-kakek. Memiliki latar belakang macam-macam. Mulai dari politikus, mantan kepala desa, hingga anak punk.
“Mereka masuk ke sini karena rata-rata tersandung kasus narkoba dan korupsi,” bisik Anang yang duduk di sebelah wartawan koran ini.
Pengajian dimulai pukul 17.15. Ramadan tahun ini, pengurus Ponpes Darul Ulum merancang kegiatan rutin itu tiap sore. Petugas pengisi materi pengajian diatur secara bergiliran. Sore itu, Junaidi atau Jun yang mendapat jatah giliran itu.
Mula-mula Jun membacakan salah satu bab dalam kitab karya Imam Ghazali. Tentang gambaran kehidupan di surga. Para santri menyimak dengan khusyuk. Suasana berubah menjadi cair ketika Jun sampai pada pembahasan tentang bidadari surga. “Wuih… Amin Ya Allah… Amin!” Kurang lebih begitu para santri bersorak.
Jun ikut cengar-cengir. Melihat teman-temannya riuh, Jun sengaja menghentikan bacaannya. “Sudah ah… sudah, yang bagian ini tidak usah saya lanjutkan,” katanya.
Alih-alih tenang, para santri malah makin riuh. Meminta Jun melanjutkan bacaannya. Sambil cengar-cengir, Jun pun menuruti mereka. “Di surga nanti kita akan disuguhi sungai-sungai, kebun dengan buah-buahan melimpah, dan bidadari yang menemani kita,” lanjut Jun mengutip dari bacaannya.
Pengajian hanya berlangsung 15 menit. Para santri lapas ini kembali ke tempat mereka masing-masing. Beberapa ada yang masih bertahan di tempat duduk mereka untuk bertadarus. Sambil menunggu adzan Maghrib.
Wartawan koran ini, bersama Anang, keluar dari ruang itu. Petugas lapas menutup pintu besi dan kembali menggemboknya. Santri yang tak bertadarus, tampak sibuk bersiap-siap berbuka puasa. Menyiapkan minuman dan mengambil makanan yang telah pihak lapas siapkan. Mereka lalu melaksanakan salat Maghrib berjamaah di ruang pengajian tadi. Di balik jeruji besi.
Menjelang waktu Isya, penghuni Ponpes Darul Ulum dipersilakan keluar. Mereka menuju masjid lapas untuk salat Isya dan tarawih berjamaah. Dulu, sebelum pandemi, semua napi bisa ikut berjamaah. Sejak pandemi, aturan berubah. Jumlah jamaah dibatasi. Hanya napi penghuni Ponpes Darul Ulum (49 orang) dan napi-napi dari dua kamar lain di luar ponpes. Kira-kira jumlahnya hanya 60 atau 70-an orang. Tambahan dari kamar lain itu ditentukan secara bergiliran. Tidak melulu kamar itu-itu saja.
Wartawan koran ini ikut salat tarawih bersama mereka. Imam salat didatangkan dari luar lapas. Lapas Pekalongan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengisi kegiatan selama Ramadan. Termasuk untuk mendatangkan imam salat itu. Sekaligus diminta untuk mengisi tausiyah usai tarawih.
Usai tarawih, wartawan koran ini berbincang dengan Jun. Pria yang tadi mengisi materi pengajian sore itu ternyata sudah tiga kali masuk penjara. Sebelum di Lapas Pekalongan, ia pernah menghuni Rutan Pekalongan dan Rutan Batang. Kasusnya sama, narkoba. Pria 47 tahun ini dahulu merupakan pemakai dan pengedar ganja. Ia terhitung sudah dua tahun lebih menghuni Lapas Pekalongan.
Ternyata pula, ia tak sembarangan memilih materi pengajian sore itu. Ia sengaja membacakan kitab yang membicarakan kehidupan di surga untuk memotivasi para napi. Padahal, kata dia, kitab itu tak hanya berisi soal itu. Ada bab tentang kematian dan neraka.
“Kalau saya ambil materi soal mati dan neraka, nanti teman-teman buka puasa rasanya nggak enak gara-gara memikirkan itu,” guraunya.
Jun mengaku sudah benar-benar tak mau mengulangi masa kelamnya. Ia merasa sudah terpanggil untuk menjalani hidup lebih baik jika masa pidanya selesai nanti. Pasalnya, kata dia, kali ini ia sudah ditinggalkan orang-orang tercintanya. Sang istri menceraikannya.
Kedua anaknya pun kini tinggal bersama istri. Jika bebas nanti, Jun tak peduli jika lingkungan atau orang-orang sekitarnya tetap tak bisa menerimanya. “Tidak apa-apa saya dibenci mereka. Yang penting Gusti Allah tidak membenci saya,” ujarnya.
Jun lalu berpamitan untuk mengikuti kegiatan selanjutnya bersama para napi lainnya. Mereka membaca surat Al-Mulk dan Al-Waqiah bersama-sama sebelum kembali masuk ke kamar mereka masing-masing. (nra/ida)