RADARSEMARANG.COM, BULAN Ramadan merupakan momentum untuk merenungkan kembali diri kita masing-masing dan berusaha belajar tentang hakikat kehidupan. Mengenal diri adalah salah satu jalan untuk dapat mengenal Allah SWT. Barang siapa yang mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Tuhannya. Begitu juga sebaliknya, barang siapa yang tidak mengenal dirinya, maka yang dia temui hanya kegelapan.
Bulan Ramadan merupakan momentum ilahiyah yang berfungsi sebagai sarana pensucian hati dan jiwa, penyegaran lahir dan batin. Puasa tidak sekadar menahan lapar dahaga, namun juga ditempa, dididik, agar kembali menjadi manusia seutuhnya, manusia yang mencintai, memberi, dan memegang prinsip-prinsip kemanusiaan dalam hidupnya.
Konsep utama dalam ibadah puasa adalah konsep pengendalian diri secara utuh, selain menahan makanan dan minuman masuk ke dalam tubuh, kita juga harus belajar untuk dapat menahan tangan kita untuk tidak memukul, menahan lisan untuk tidak menyakiti, menghujat, menahan hati untuk tidak membenci.
Nabi Muhammad SAW bersabda, sebaik-baiknya umatku adalah yang saling mencintai, kamu mencintai mereka dan mereka mencintai kamu, dan seburuk-buruknya umatku adalah yang saling membenci, kamu membenci mereka dan mereka membencimu. Hati dan jiwa kita dituntut untuk ikut berpuasa, menahan segala hal yang dilarang oleh agama. Kita melatih seluruh unsur yang ada dalam diri kita baik secara fisikal dan mental-spiritual.
Faisal Ismail (2017) dalam bukunya Islam yang Produktif menyebutkan bahwa konsep pengendalian diri yang kita dapatkan di bulan Ramadan sangat relevan jika dikaitkan dengan semangat toleransi, semangat saling mengenal satu sama lain. Kerukunan merupakan satu syarat menuju perdamaian dan kebahagiaan bersama dalam rumah yang kita sebut NKRI. Hal tersebut dapat terwujud jika kita selalu berpegang teguh pada konsep pengendalian diri dari masing-masing individu dan kelompok. Tanpa pengendalian diri, masalah kecil akan mudah membesar, riak-riak gejolak bisa mengakibatkan ledakan konflik antarkelompok dalam skala eskalasi serta daya intensitas yang luas.
Fenomena perpecahan baik sesama umat Islam, atau perpecahan yang berdasarkan perbedaan agama, suku, yang kita lihat dewasa ini, tidak mencerminkan nilai-nilai ke-Islam-an dan nilai-nilai kebangsaan yang kita anut. Momentum Ramadan ini seharusnya menjadi momentum untuk bersama-sama belajar dan memiliki kesadaran serta tujuan yang sama yaitu merawat kebinekaan dan perbedaan, Allah SWT menciptakan perbedaan agar kita saling mengenal, bukan memaksakan kehendak agar semua sama dan seragam.
Puasa sebagai latihan spiritual dan moral yang efektif dan konstruktif diharapkan mampu memberikan dampak transformasi mental secara signifikan dan menumbuhkan sifat-sifat humanis. Hal ini sejalan dengan agenda kemanusiaan agama Islam sebagai ajaran yang memiliki misi Rahmatan Lil Alamin. Rahmat untuk seluruh alam semesta.
Transformasi Mental-Spiritual di bulan Ramadan ini layaknya menjadi agenda bersama dan menjadi tujuan utama dalam membangun watak bangsa yang dijiwai oleh cinta, kasih, dan toleransi. Pada tingkat inilah puasa menanamkan humanisme agama dan humanitarianisme di lubuk hati para pengamalnya, yang diharapkan memberikan kontribusi yang signifikan bagi pelaksanaan solidaritas sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bulan Ramadan bisa menjadi momentum bersama untuk merajut kebinekaan dengan membangun, mempertahankan, dan meningkatkan kesetiakawanan sosial baik sesama umat Islam atau antarumat beragama. Solidaritas sosial tidak hanya dilaksanakan di bulan Ramadan, namun juga dapat dilaksanakan bersama secara berkesinambungan. Dengan demikian, simbiosis ritual dan sosial Ramadan yang memadukan nilai-nilai ilahiyah dan insaniyah harus dibumikan dan amalkan secara sinergis dan integral.
Puasa merupakan salah satu bentuk cinta yang tersembunyi dari seorang hamba kepada Tuhannya, dan sebaliknya. Dia merupakan bentuk cinta Tuhan kepada hamba-Nya. Puasa merupakan ibadah yang tidak terlihat, tidak memandang status sosial, baik jabatan, atau kekayaan. Nilai-nilai cinta dan kesetaraan inilah yang harus menjadi prinsip bersama dalam menjalankan tugas berbangsa dan bernegara, demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Nabi Muhammad SAW memberi sebuah sinyal kepada kita semua; betapa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa kecuali hanya lapar dan dahaga. Semoga kita dapat melaksanakan ibadah puasa dengan sebaik-baiknya secara total, tidak hanya sekadar menahan lapar. Sebuah momentum kita bersama agar dapat meningkatkan ketaqwaan, menuju kesalehan ritual dan kesalehan sosial. (*/ida)
Dosen IAIN Salatiga