26 C
Semarang
Tuesday, 24 December 2024

Ramadan Minggu Pertama, Lokalisasi Alaska Kendal Tutup

Majelis Taklim di Lembah Hitam (6-Bersambung)

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Kendal – Selama Ramadan, aktivitas di lokalisasi Alas Karet (Alaska) Mbah Sarem, Patean, Kendal, tidak banyak. Para Pemandu Karaoke (PK) atau Wanita Pekerja Seks (WPS) disana lebih memilih pulang kampung daripada menghabiskan suasana Ramadan di tempat prostitusi itu.

Lokalisasi Alaska Mbah Sarem ini terletak di tengah hutan karet (kini Hutan Sengon) di Desa Gedong, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal. Bahkan jauh dari permukiman warga. Jalan menuju tempat karaoke pun cukup berbatu dan licin ketika hujan. Meski begitu, terdapat puluhan PK dan WPS yang bekerja di sana. Berdasarkan data dari pendamping WPS Alaska ini, setidaknya ada 80-an wanita yang tersebar di 40-an tempat karaoke disana.

Lokalisasi Alaska ini sempat ditutup paksa pada 2021 lalu. Lantaran melanggar ketentuan PPKM di Kabupaten Kendal. Kendati begitu, beberapa aktivitas karaoke masih dilakukan. Namun tak seramai dulu.

Biasanya, minggu pertama di bulan suci Ramadan ini, para WPS di lokalisasi tersebut pulang kampung. Beberapa dari mereka akan kembali ke lokalisasi Alaska pada minggu kedua bulan Ramadan.

“Minggu pertama itu memang semua WPS pulang kampung. Lalu di minggu kedua Ramadan mereka ada kegiatan sekolah perempuan,” ungkap Sunarti, pendamping WPS wilayah Kabupaten Kendal kepada RADARSEMARANG.COM.

Narti-sapaan akrabnya- menceritakan, guru atau pengajar sekolah perempuan bagi para WPS ini berasal dari relawan. Melalui sekolah tersebut, Narti sekaligus bisa mengecek kesehatan para WPS apakah terkena HIV/AIDS atau tidak. Kalaupun ada yang positif, akan langsung diberi pengarahan dan pendampingan dalam pengobatannya.

Tak hanya memberikan materi tentang HIV/AIDS dan KDRT saja, di sekolah perempuan bagi para WPS itu juga mengajarkan keterampilan. Seperti membuat bros, hantaran, hingga membuat kue. Tak jarang, banyak alumni WPS yang sukses setelah meninggalkan pekerjaannya di lokalisasi. Namun, ada juga yang kembali lagi ke lokalisasi Alaska dengan alasan menanggung utang keluarga.

“Kalau ada anak baru pasti saya tanya. Kenapa kok kamu bisa masuk ke Alaska? Kamu harus punya target disini. Jangan bergantung hidup di Alaska. Kalau bisa kamu kumpulkan uang sebanyak-banyaknya. Dan pulang jangan kembali lagi ke sini,” jelas Narti yang sudah 8 tahun mendampingi WPS di Lokalisasi Alaska ini.

Rupanya, alasan WPS terjun di lokalisasi tersebut cukup menarik. Ada yang terpaksa karena terlilit utang, ada yang pindahan WPS dari Jakarta, serta ada yang iseng saja mencari uang. Selama Ramadan pun tidak ada aktivitas majelis taklim atau pengajian. Hanya melalui sekolah perempuan itu, para WPS sedikit demi sedikit disadarkan supaya bisa segera keluar dari tempat prostitusi.

“Karena jauh dari permukiman warga, disana tidak ada aktivitas majelis taklim. Cuma melalui sekolah perempuan itu mereka mendengar ceramah yang diselingi materi,” ujar wanita yang juga aktivis Kendal ini.

Narti membeberkan, ada kisah unik dari salah satu WPS disana. Yaitu Santi (nama samaran) berusia 30 tahun. Santi adalah satu di antara puluhan WPS yang sukses. Itu karena orderan Santi termasuk laris. Bahkan, dia juga berhasil membeli rumah, tanah, sawah, dan membuat usaha sendiri di kampungnya. Selama tiga tahun di Alaska, Santi memperoleh uang sebanyak Rp 300 juta. Itu semua atas jerih payahnya di dunia kelam. Adapun para WPS yang bekerja di Alaska, umurnya berkisar 19 tahun hingga 50 tahun. Para pelanggan atau yang menyewa tempat karaoke disana datang dari juragan sawah dan hewan ternak di wilayah Temanggung, Wonosobo, hingga Banjarnegara.

“Sebenarnya banyak yang punya kisah unik. Tapi Si Santi itu memang tekun dan dia laris. Dia juga punya target harus segera keluar dari Alaska. Kalau gak salah dia cuma tiga tahun di Alaska dan pulang membawa uang Rp 300 juta,” katanya.

Narti berharap, para WPS di Alaska bisa segera berhenti melakukan pekerjaannya dan melakukan pekerjaan yang lebih baik. Terlebih mereka telah mendapatkan bekal berupa keterampilan membuat kerajinan. “Paling tidak mereka memiliki target untuk keluar dari Alaska. Dan bisa punya pendapatan yang halal. Serta mereka bisa hidup selayaknya manusia umumnya,” harapnya. (dev/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya