RADARSEMARANG.COM, Dalam dunia kesehatan mental, beberapa di antara kita mungkin sudah sering mendengar ungkapan me time. Me time adalah istilah yang menggambarkan waktu khusus untuk fokus pada diri sendiri. Anda bisa melakukan segala sesuatu yang Anda ingin tanpa campur tangan orang lain, bahkan orang terdekat Anda sekalipun, pasangan ataupun anak-anak. Itu adalah saat seseorang merasakan ada yang turun dalam kualitas hidupnya karena deretan rutinitas yang tak berujung. Ia merasa jenuh, hambar dan kosong meskipun aktivitasnya sedemikian padat.
Siapapun pasti menyadari bahwa putaran roda kehidupan kita perlu dijeda barang sebentar, terlebih demi menyulut kembali motivasi yang mulai meredup sekaligus merefresh ulang kejernihan otak agar spirit hidup dan bergaul dengan sesama tetap terjaga. Menurut seorang psikolog kenamaan Sherrie Bourg Carter, Psy.D., me time dapat memberikan kesempatan otak untuk beristirahat, menjernihkan pikiran, mengurangi stres, sekaligus merevitalisasi tubuh. Me time juga bisa meningkatkan konsentrasi dan produktivitas karena pikiran jadi lebih jernih. Waktu jeda ini dapat memberikan dukungan bagi mental, emosional, dan spiritual bagi diri sendiri.
Lalu apa hubungannya dengan puasa atau bulan Ramadan? Ramadan adalah madrasah, bulan yang paling pas untuk menjeda kehidupan. Setelah sebelas bulan sebelumnya bergulat dengan kehidupan yang keras, inilah saatnya mengistirahatkan hati dan pikiran. Inilah waktunya memanjakan diri dengan menghabiskan waktu bersama-Nya, berkomunikasi secara akrab dan intim dengan Allah SWT. Dialah Dzat yang telah menciptakan kita, menitahkan kita sebagai manusia, bukan tumbuhan atau hewan, serta menyempurnakan penciptaaan fisik kita karena kasih dan sayang-Nya semata.
Jika bulan sebelum Ramadan Anda sibuk dengan WhatsApp (WA) yang terkadang berisi unggahan kurang atau bahkan tidak bermanfaat, kini saatnya mengganti WA dengan Wahyu Allah alias Alquran. Alangkah baiknya lagi, meletakkan Alquran di sebelah komputer kerja di kantor ataupun di sisi lemari rias Anda di rumah, agar mudah meraihnya untuk menuntaskan kerinduan Anda kepada Allah. Di bulan suci ini, sempatkanlah membacanya sebelum memulai kerja atau saat istirahat, meski hanya beberapa ayat saja. Atau mungkin, sebelum mematut diri di depan cermin rias Anda, gapailah Alquran, baca lafal dan terjemahnya dan mentadabburinya. Sesaat setelahnya rasakanlah sensasi yang luar biasa dari firman-Nya.
Saudaraku, jika Anda serius menjadikan Ramadan sebagai waktu me time, maka training dengan Alquran di atas belumlah cukup. Bukankah selama rentang waktu sebelas bulan dari Syawal hingga Sya’ban banyak hal yang telah melukai hati, pikiran dan perasaan Anda? Ada tetangga dengan perilaku yang membuat jengah, tayangan TV dan video dengan ungkapan dan pakaian yang tak pantas, rekanan atau mitra bisnis yang ingkar janji, cuitan sahabat yang menohok, keluhan teman sejawat yang teramat banyak, kekecewaan terhadap warung makan langganan yang rasanya under estimate, kedongkolan kepada suami yang keliru membelikan perhiasan, atau bahkan kemarahan kepada anak sebab nilai yang melorot, serta masih banyak lagi.
Maka mulailah latihan berikutnya dengan qiyamul lail atau tahajud. Ungkapkan semuanya kepada Allah SWT. Jangan malu untuk mengunggah semua isi hati Anda kepada-Nya. Sampaikan kegalauan Anda yang tak terhitung itu. Curahkan segala kegetiran hidup di depan-Nya. Atau katakan kepada Allah agar Dia me-like kehidupan Anda dan men-subscribe rezeki berlimpah sepanjang hayat untuk Anda. Merengeklah sebanyak mungkin, karena Ia malah suka dan takkan mempermalukan Anda. Jika seluruh permintaan Anda dikabulkan pun tidak akan memiskinkan-Nya. Berhati-hatilah saat demikian, karena bisa jadi air mata akan meleleh, dan saat itulah sebenar-benar me time Anda.
Dalam konteks berIslam, konsep terdekat dengan istilah me time adalah muhasabah. Dan Umar bin Khatab pernah mewasiatkan hasibu anfusakum qobla an tuhasabu. Evaluasilah dirimu sendiri sebelum engkau dihisab oleh Allah SWT. Muhasabah ialah menjujuri diri terhadap kinerja hati, pikiran dan anggota tubuh kita. Di titik ini, ada ulama yang menguasai beberapa cabang ilmu dan sangat concern terhadap muhasabah diri. Dia adalah Abu Abdillah al-Haris bin Asad al-Basri al-Baghdadi al-Muhasibi, yang lebih dikenal dengan nama Al-Muhasibi.
Menurut beliau, seorang Muslim yang mau atau gemar melakukan muhasabah adalah orang Islam pilihan, karena ia datang dari adanya rasa takut akan kekurangan, hal-hal yang merugikan, dan adanya keinginan untuk menambah keuntungan. Dalam pandangannya, muhasabah mewariskan nilai tambah dalam basirah, kecerdikan, dan mendidik untuk mengambil keputusan yang lebih cepat, memperluas pengetahuan, dan semua itu didasarkan atas kemampuan hati untuk mengontrolnya.
Alangkah manisnya kehidupan ini bagi orang Muslim jika berhasil melakukan me time secara fisik, mental dan spiritual selama bulan Ramadan. Dan yang akan merasakan manfaatnya bukan terbatas pada diri, namun juga keluarga, rekan kerja, masyarakat sekitar dan seluruh manusia pada umumnya. Wallahu A’lam. (*)
Pengembang Teknologi Pembelajaran Ahli Muda IAIN Salatiga