RADARSEMARANG.COM – Selain Makam Sultan Fatah, para pengunjung biasanya berziarah di Makam Sultan Trenggono. Makam Sultan Trenggono berada di dalam cungkup khusus bersama keluarga terdekat dan para pembantunya. Makam ini bersebelahan dengan Makam Sultan Fatah dan Raden Pati Unus.
Tamu penting utamanya pejabat biasanya bisa langsung masuk makam dengan didampingi petugas atau penjaga makam. Jika tidak ada tamu, biasanya pintu makam ditutup rapat. “Kalau ada tamu khusus, ada pendampingnya, termasuk untuk memimpin doa,” ujar Ketua Takmir Masjid Agung Demak, KH Abdullah Syifa.
Sejarah mencatat, pasca wafatnya Sultan Fatah dan penerusnya, Raden Pati Unus (Pangeran Sabrang Lor), Kasultanan Demak Bintoro dipegang oleh Sultan Trenggono. Raden Trenggono yang lahir pada 1521 M bergelar Syah Alam Akbar III. Sultan Trenggono memiliki semangat juang seperti Sultan Fatah ayahandanya. Ia pantang mundur dalam menjalankan amanah untuk memajukan Kasultanan Demak Bintoro. Satu hal yang dilakukan adalah menegakkan ajaran Islam di nusantara.
Berdasarkan catatan buku Kasultanan Demak Bintoro yang diterbitkan Takmir Masjid Agung Demak dan UIN Walisongo Semarang disebutkan, di bawah kekuasaan Sultan Trenggono, seluruh negeri di Jawa telah bergabung dengan Kasultanan Demak Bintoro. Para raja dari berbagai provinsi, dari Bantam hingga Blambangan menyatakan ketertundukannya.
“Pada masa Sultan Trenggono inilah, agama Islam telah berhasil ditanamkan dengan kuat di Pulau Jawa. Masjid-masjid dibangun dan perjanjian membangun kerukunan dan perdamaian berhasil dibuat dengan Raja Kalimantan, Bali, Palembang, Singapura, Indragiri, dan negeri lainnya,” ujar Abdullah Syifa.
Sultan Trenggono diceritakan sebagai pemimpin yang pandai, baik dan berbudi luhur. Ia menetapkan dengan ketat untuk patuh pada hukum yang berlaku. Pada masa pemerintahannya disusun sebuah karya berjudul Jaya Langkara yang berisi tentang prinsip di dalam hukum dan aturan agama Islam yang digabungkan dengan perintah kuno di negeri ini. Kemudian karya itu diajukan untuk mendapat persetujuan dari seluruh rakyat. Sultan Trenggono juga memerintahkan rakyatnya untuk mematuhi perintah-perintah ajaran agama Islam juga aturan-aturan dalam Jaya Langkara.
Sultan Trenggono wafat 1546 M saat memimpin ekspedisi militer untuk menundukkan Panarukan Jawa Timur yang tidak mau mengakui kekuasaan Kasultanan Demak. Dalam penyerangan ini, Sultan Trenggono wafat setelah mengalami luka parah dalam perjalanan pulang ke Demak (seda in grana). Sultan Trenggono meninggalkan anak-anak atau keturunannya. Yaitu Panembahan Mangkurat, Pangeran Harya Bagus (Sunan Prawoto), Ratu Mas Pamantingan, Ratu Mas Kalinyamat, Raden Mas Timur, Ratus Mas Kembang, Ratu Mas Cempaka, Panembahan Mas ing Madiun, dan Ratu Mas Sekar Kedaton. (hib/ida)

Museum Masjid Agung Tetap Buka saat Ramadan
Selain bisa berziarah di Makam Sultan Trenggono dan Sultan Fatah, peziarah dapat mengunjungi museum Masjid Agung Demak. Di museum ini terdapat banyak benda bersejarah yang menggambarkan perkembangan Islam era Kasultanan Demak dan Walisongo. Antara lain, empat tiang masjid dari kayu jati, kitab tafsir Alquran karya Sunan Bonang (Makdum Ibrahim), kentongan, beduk, pintu bledek Ki Ageng Selo, gentong kong dan lainnya.
“Untuk museum tetap buka, meski dalam puasa Ramadan. Pelayanan sesuai jam kerja,” kata Ketua Takmir Masjid Agung Demak, KH Abdullah Syifa.
Menurutnya, pengunjung museum lebih banyak dari perguruan tinggi, peneliti, dan banyak juga peziarah. Penjaga museum, Kiswoyo menambahkan, jumlah pengunjung museum menurun dibandingkan hari biasa. “Saat puasa seperti ini rata-rata 50 orang pengunjung,” katanya. (hib/ida)