26 C
Semarang
Monday, 23 December 2024

Selasa Kliwon Ratusan Orang Berizarah ke Makam Wali Musyafa’

Jejak-Jejak Para Wali Allah

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Makam Wali Musyafa’ bin H Braham atau lebih dikenal Mbah Wali Syafa’ ini berada di Komplek Pemakaman Jabal Nur. Tepatnya di Bukit Protomulyo masuk wilayah Desa Kutoharjo, Kecamatan Kaliwungu.

Setiap hari, makamnya selalu ramai dikunjungi banyak orang berziarah. Nyaris setiap hari tak kurang dari 150-200 orang berziarah di makam tersebut. Kebetulan Makam Wali Musyafa’ ini berada di antara tiga ulama dan waliyullah lainnya. Yakni KH Mustofa, KH Abu Chaer, dan KH Ahmad Rukyat.

“Jadi saat berziarah ke Makam Musyafa’ ini sekaligus juga berziarah ke makamnya Mbah Mustofa, Mbah Abu Chaer, dan Mbah Rukyat. Semua adalah waliyullah yang penuh karomah,” kata Umar Faruk, salah seorang peziarah.

Tertera di batu nisannya, Wali Musyafa’ wafat 13 Maret 1969 silam. Semasa hidupnya ulama ini dikenal sangat spesial. Sebab memiliki perilaku yang aneh tidak seperti ulama-ulama pada umumnya.

Di antaranya memiliki gaya hidup yang zuhud atau meninggalkan kemewahan dunia. Rumahnya kecil dan pakaiannya juga tidak pernah mewah. Ia juga tidak memiliki harta berlebih seperti orang-orang pada umumnya. “Bahkan jika secara kasat mata, hidupnya serba kekurangan,” tuturnya.

Namun di balik kesederhanaan dan hidup serba kekurangan itu, Mbah Syafa’ dikenal sebagai ulama Kaliwungu yang memiliki banyak karomah. Banyak yang sudah membuktikannya secara langsung.

Selain karomah, Mbah Syafa’ juga dikenal sebagai sosok yang banyak memberikan nasihat dan pertolongan kepada siapapun yang datang kepadanya. Terutama dalam hal permasalahan dunia maupun agama.

Tidak heran, Makam Mbah Syafa’ sampai sekarang banyak dikunjungi para peziarah. Terlebih pada hari Kamis Wage atau malam Jumat Kliwon. Selain itu, Senin Wage atau malam Selasa Kliwon. Pada kedua hari tersebut, ratusan bahkan ribuan peziarah datang ke makamnya. “Ya untuk membaca Yasin dan Tahlil selain itu berdoa kepada Allah agar mendapatkan karomah dan meneladani kebaikan Mbah Syafa’,” tuturnya.

Air Dari Satu Poci Bisa Berbeda Rasa

Wali Musyafa’ diperkirakan hidup antara tahun 1920-1969. Sosok Waliyullah ini banyak dikenal karena karomahnya. Banyak yang telah membuktikan karomah Mbah Syafa’.

Seperti dituturkan Gus Tubagus Bakrie. Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Ma’had Islam Sarean Kaliwungu (MISK). Ia mendapatkan cerita dari ibunya yang kala itu masih mudah, masih bisa berjumpa dengan Mbah Syafa’. Terutama cerita soal karomah yang selama ini banyak beredar di kalangan masyarakat Kaliwungu.

Salah satunya adalah kendi air minum yang bisa keluar air tanpa pernah habis. Selain itu, saat dituang ke gelas rasanya juga berbeda-beda, sesuai dengan tamu yang bertandang ke rumah Mbah Syafa’.

Kebiasaan orang zaman dulu, kata Gus Bagus, orang minum dari poci kecil kemudian airnya dituangkan di cangkir. “Termasuk Mbah Syafa’ juga saat menyuguhkan minuman kepada tamunya, juga demikian,” akunya.

Nah, keanehan saat dirasakan ibunya, dimana air yang keluar dari poci tersebut dirasakan oleh para tamu rasanya berbeda-beda. “Airnya sama, tapi saat sampai masuk cangkir dan diminum rasanya berbeda-beda. Ada yang rasa kopi, teh, wedang jeruk, dan rasa buah-buahan lainnya. Ada juga yang keluar air putih biasa,” paparnya.

Rasa air keluar dari poci, diakuinya, tergantung tamunya saat itu ingin minum apa. Sehingga antara satu orang dengan lainnya akan merasakan berbeda-beda. Selain berbeda rasa, juga suhu minuman, ada yang saat diminum itu panas, hangat, dan dingin. “Uniknya lagi, meski poci kecil, tapi airnya tak pernah habis. Berapapun banyak tamu yang datang kepadanya, airnya dalam poci tak pernah habis,” tandasnya.

Selain air poci yang rasanya berbeda-beda, cara memasaknya juga menurutnya aneh. Dimana orang zaman dulu belum ada kompor. Yang ada hanya pawon yang memasaknya dengan kayu yang telah dibakar dan dinyalakan.

Pun Mbah Syafa’ juga demikian. Karena rumahnya kecil, ruang tamu tak bersekat dengan dapur. Sehingga tamu yang datang bisa melihat langsung proses Mbah Syafa’ memasak air. Keanehan diakui ibunya saat itu, Mbah Syafa, masak air satu panci hanya dengan satu daun kepala.

“Jadi satu godong blarak garing (daun blarak kering, Red) yang masih ada lidinya itu dinyalakan. Digunakan untuk memasak air. Baru sebentar, air sudah mendidih. Ibu saya yang melihat saat itu, juga terkagum-kagum,” akunya.

Mbah Syafa’ juga memiliki karomah mengetahui isi hati seseorang yang datang kepadanya. Saat itu, ibunya mendapati seseorang yang ingin membuktikan kewalian Mbah Syafa’. Orang tersebut bingung mencari rumah Mbah Syafa’. Akhirnya diantar oleh ibunya. Sesampainya depan rumah, mempersilahkan tamu masuk dan mengusir ibunya agar pergi.

“Jadi ibu saya niat dari awal hanya mengantar tamu. Jadi Mbah Syafa’ yang tahu hal itu, karena tugasnya sudah selesai langsung menyuruhnya pulang. Saat itu, ibu saya bingung. Setelah dinasehati agar saat niatnya bertamu dan bersilaturahmi. Sehingga tidak diusir lagi oleh Mbah Syafa’,” imbuhnya.

Itulah sedikit cerita karomah Mbah Syafa. Menurut Gus Bagus, banyak cerita karomah Mbah Syafa yang disaksikan setiap orang berbeda-beda. Tapi di balik karomahnya itu, Mbah Syafa terkenal alim. Ia juga sering menolong banyak orang yang sedang kesusahan. “Karena sering banyak menolong dan hubungan sosial itu, Mbah Syafa’ kurang mengajar. Sehingga tidak memiliki pondok pesantren,” tambahnya. (bud/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya