RADARSEMARANG.COM – Habib Luhung Alwi merupakan anak Habib Hasan yang ke-4. Makam sosok alim dan pejuang bangsa tersebut baru ditemukan oleh Habib Lutfi bin Yahya beberapa tahun lalu. Kemudian makam direvitalisasi dan diresmikan pada Februari 2019. Menyusul setelah pembangunan makam Habib Thoha di Jalan Depok selesai.
Belum banyak catatan sejarah yang bisa diungkap untuk saat ini. Namun koran ini mendatangi langsung makam yang terletak di daerah Meteseh, Kota Semarang. Mencoba mengumpulkan informasi ulama yang kerap dipanggil Mbah Luhung dari juru kunci.
Adalah Ahmad Susanto, yang saat itu sedang membangun rumah di sebelah makam tersebut. Sebelumnya ia sudah rutin berziarah saat kondisi makam masih di tengah lahan tak berpenghuni. Ahmad dan istrinya tak menyangka akan dipasrahi perawatan makam oleh Habib Lutfi bin Yahya langsung.
Awalnya tak banyak yang tinggal di kawasan yang dulu angker tersebut. Namun lambat laun banyak pendatang yang menyusul di sekitar kediaman Ahmad. Kawasan itu bahkan kini menjadi kompleks perumahan.
Saat koran ini tiba, tak ada seorang peziarah pun yang datang. “Memang belum banyak yang tahu kalau makam Mbah Luhung sudah dibangun dan beliau punya nasab ke Habib Hasan,” kata Ahmad.
Sebagian yang sudah mengetahui informasi itu biasanya merupakan jamaah pengajian Habib Lutfi. “Belum seramai makam Habib Hasan di Duku. Soalnya orang lebih dulu tahu, Mbah Luhung sesepuh dan leluhur kawasan itu, itu saja,” tandasnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Meski begitu, bisa dikatakan Habib Luhung Alwi merupakan putra Habib Hasan yang paling menonjol. Sifat kerasnya sama persis seperti ayahnya. Keras dalam memimpin dan ditakuti para penjajah kala itu. Ia juga sempat meneruskan perjuangan ayahnya meski tak begitu lama. Karena Habib Luhung meninggal di usia muda, 41 tahun.
Sebelum dibangun, makamnya terletak di tengah kebun. Suasana sepi, minim pencahayaan di bawah pohon beringin. Hanya diberi pagar yang terbuat dari bambu dan dicat berwarna biru. Beralaskan tanah dan berbatasan langsung dengan sungai.
Kini ruang makam diperbesar. Banyak peziarah yang bisa masuk dan nyaman berdoa. Bangunan dengan lantai keramik itu masih dilengkapi karpet merah. Hanya saja tak disekat, seperti di makam Habib Hasan dan Habib Thoha yang disekat menggunakan teralis besi. Halamannya telah dipaving. Pohon beringin yang memberi kesan angker itu pun telah ditebang. Di sebelah kanannya terdapat gazebo kecil untuk peziarah bersantai.
Koran ini sempat berbincang dengan istri Susanto, Lastri. Ibu rumah tangga yang bekerja sebagai penjahit gorden itu merasa nyaman dan tenang tinggal di dekat makam wali. Ia menjumpai banyak peziarah. Bila terlihat datang dari luar daerah dan kelelahan, Lastri memberi makan dan tempat singgah. “Sekarang kan belum ada warung di sekitar sini. Jadi ya kami suguhi seadanya saja,” tuturnya. (cr1/ida)
Rutin Menggelar Mujahadah Tiap Minggu
Ahmad Suanto rutin mengadakan mujahadah setiap minggu. Biasanya dihadiri sekitar 40 orang. Lalu pengajian bulanan digelar setiap Ahad Pahing setelah salat Isya. Pengajian bulanan ini lebih ramai, dihadiri hingga 300 orang jamaah.
Rumahnya sendiri kerap dijadikan tempat singgah para jamaah usai pengajian berlangsung. Ia tak keberatan sama sekali. Menurutnya itu sedekah dan bagian dari penghormatan kepada waliyullah. “Dulu sebelum korona pas haul sampai 6.000 orang dari banyak daerah. Sekarang nggak bisa diadakan dulu, karena kondisinya seperti ini,” jelas Ahmad.
Saat ini jamaah yang datang masih warga asal Kota Semarang dan sekitarnya. Seperti daerah Dadapan, Jatingaleh, Kendal, Demak, dan lainnya. Rombongan yang tiba pun paling besar menggunakan bus sedang. Sisanya rombongan kecil dan individu.
Beberapa pengalaman unik yang ia temukan dari peziarah yang berkunjung. Tempo hari ada peziarah yang motornya macet usai berkunjung. Ia kebingungan karena tak bisa menyalakan mesinnya. Lalu Lastri mengingatkan untuk kembali ke makam memperbaiki niat dan mengirim fatehah. Ajaibnya setelah itu, motornya normal kembali. “Kadang ada peziarah yang minta nomor togel. Itu biasanya ada ngelempar batu nggak tahu dari mana,” jelas Ahmad.
Memang latar peziarah yang datang sangat beragam. Tak semua berniat untuk bertawasul kepada Allah. Ada yang datang dengan permintaan-permintaan khusus. “Kan hati manusia nggak ada yang tahu. Jadi sebelum berziarah, baiknya kita luruskan dulu niatnya,” imbuh juru kunci yang menekuni bisnis property itu. (cr1/ida)