27 C
Semarang
Tuesday, 17 June 2025

Makin Malam Peziarah ke Makam Habib Abu Bakar Berdatangan

Jejak-Jejak Para Wali Allah

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Komplekss makam Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya sangat sepi, Rabu (28/4/2021) malam itu. Saat wartawan koran ini tiba di sana, waktu menunjukkan pukul 21.30. Tidak ada seorang pun di sekitar kompleks makam. Meski sepi, kompleks makam terbilang terang. Di halaman utama kompleks makam, kesannya malah seperti di taman.

Begitu masuk gapura utama, di sisi kanan terdapat kolam ikan. Isinya ikan mas besar-besar. Terdapat dua gazebo beratap, gagah di atas kolam ikan. Di sekitarnya berdiri pepohonan sukun. Ditambah suara gemericik air dari parit depan komplekss makam.

Sementara di sisi kiri, sedang akan dibangun masjid. Prosesnya kira-kira baru 20-an persen. Sebelumnya, tempat itu adalah aula yang biasa digunakan untuk acara pengajian atau haul Habib Abu Bakar.

Wartawan koran ini duduk di dekat gapura utama. Belum ada 2 menit duduk, seorang kakek-kakek muncul dari arah gapura. “Assalamualaikum. Saya Mbah Roso, wakil juru kunci makam,” ucapnya.

Wartawan koran ini yang awalnya tak melihat ke arah itu, terkaget. Karena tak melihat dari mana datangnya, tiba-tiba Mbah Roso ada di sana. “Dari warung seberang jalan, saya lihat njenengan masuk. Tetapi seperti kebingungan. Maka saya hampiri,” ujar Mbah Roso.

Waktu sudah pukul 22.00. Belum ada paziarah datang. Menurut Mbah Roso, sejak pukul 20.00 belum ada lagi peziarah datang. Terakhir ada pukul 17.00 menjelang buka puasa. “Jam segini belum apa-apa. Nanti larut malam banyak. Tunggu saja,” ucap Mbah Roso.

Oleh Mbah Roso wartawan koran ini diajak masuk ke area makam Habib Abu Bakar. Masuk melintasi gapura pertama area makam, suasana berubah jadi gelap. Kanan-kiri banyak nisan. “Yang ini makam umum,” jelas Mbah Roso.

Setelah itu, melewati gapura kedua. Masih ada makam umum. Setelah gapura kedua itu di depan mata tampak berdiri bangunan seperti rumah. “Di situ makam Mbah Waliyullah Maulana Habib Abu Bakar,” ucap Mbah Roso sambil menunjuk bangunan itu.

Di dalam, ternyata ada puluhan makam lain. Mengelilingi sebuah ruangan khusus yang pintunya terkunci. Di dalam sana lah makam sang waliyullah. Ruang itu dibuka hanya pada saat-saat tertentu. “Yang mengelilingi ini adalah makam sesepuh-sesepuh Desa Kayugeritan. Termasuk kakek saya,” jelas Mbah Roso.

Pukul 23.00 datang seorang peziarah. Ia tak langsung masuk ke area makam. Duduk-duduk dulu di dekat kolam. 15 menit kemudian datang lagi dua orang peziarah. Mereka Irwan dan Hasan, santri Pondok Pesantren Nurul Quran, Podo, Kedungwuni.

Irwan berasal dari Watukumpul, Kabupaten Pemalang. Mengaku sudah berkali-kali berziarah ke makam Habib Abu Bakar. “Malah suatu kali pernah bertemu Abah Habib Luthfi bin Yahya di sini,” katanya.

Selang beberapa menit, datang kembali dua peziarah. Sejak wartawan ini tiba sampai pukul 00.30, total sudah enam orang peziarah datang. Mbah Roso merapikan tempat untuk peziarah duduk. “Apa saya bilang, makin malam makin berdatangan, kan!” ujar Mbah Roso.

Tak hanya peziarah, anak-anak warga sekitar juga datang bermain-main di sekitar kompleks makam. Mereka melihat-lihat ikan sambil duduk-duduk di gazebo. “Biasa kalau bulan puasa anak kecil malam-malam main ke sini. Tidak apa-apa. Yang penting tidak merusak,” ujarnya.

Kata Mbah Roso, paling ramai peziarah saat bulan Sya’ban atau Ruwah (Jawa). Peziarah datang dari berbagai kota. Sampai jalanan sekitar kompleks makam penuh bus. “Di saat begitu, warung-warung sekitar ikut ramai. Dapat berkah dari adanya makam Mbah Wali ini,” tutup Mbah Roso.

Mbah Roso, wakil juru kunci makam Maulana Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya. (NANANG RENDI AHMAD/RADARSEMARANG.COM)

Pengukir Geritan di Karanganyar

Maulana Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya adalah satu dari sekian banyak ulama besar sekaligus pengembara yang akhirnya menetap di Pekalongan hingga akhir hayat. Beliau bermukim dan dimakamkan di Desa Kayugeritan, Kecamatan Karanganyar. Warga sekitar percaya, makam Habib Abu Bakar membawa keberkahan bagi desa.

Lokasi kompleks makam Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya berada tepat di pinggir Jalan Raya Karanganyar, Kajen. Ada di kiri jalan, jika dari arah Kajen. Tidak sulit ditemukan.

Cerita yang berkembang di masyarakat, dahulu Habib Abu Bakar memilih menetap di Kayugeritan karena dekat dengan tempat tinggal ulama lain. Yakni Ki Ageng Cempaluk, ayah Bahurekso. Ki Ageng Cempaluk ini dikenal masyarakat Kabupaten Pekalongan sebagai orang pertama yang membuka wilayah Kesesi.

“Sementara Mbah Waliyullah Maulana Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya adalah yang membuka Desa Kayugeritan ini,” kata Mbah Roso, 71, wakil juru kunci Makam Habib Abu Bakar.

Menurut Mbah Roso, saat itu Desa Kayugeritan sepi dan belum memiliki nama. Hingga Habib Abu Bakar datang dan menetap di sana. Beliaulah, yang akhirnya memberi nama desa ini “Geritan”. “Begitu cerita turun-temurun dari kakek saya yang juga pernah jadi juru kunci makam ini,” ucapnya.

Dalam bahasa Indonesia, “geritan” berarti “goresan” atau “garis” atau “ukiran”. Kata Mbah Roso, kata tersebut dipakai karena kala itu belum banyak penduduk dan tempat tinggal. “Hanya ada sebaris, seperti garis atau goresan. Jumlah rumahnya hanya sak geritan saja. Maka dinamai Desa Geritan,” katanya.

Mengenai dari mana asal Habib Abu Bakar sebelum masuk ke Pekalongan, Mbah Roso tak berani menerangkan. Dalam satu kesempatan Habib Luthfi bin Ali bin Yahya pernah mengatakan, Habib Abu Bakar berasal dari Hadramaut. Kemudian pernah berdakwah di India, Malaysia, Pasai, dan lama menetap di Desa Angsana, Kalimantan Selatan.

Habib Abu Bakar lalu masuk ke pulau Jawa lewat Surabaya. Dari Surabaya kemudian sempat menetap di Kerajaan Mataram (Jogjakarta). Di sana, Habib Abu Bakar pernah mendapat gelar atau julukan Tejo Jatikusumo. Gelar tersebut diberikan kepada Habib Abu Bakar karena menyelesaikan konflik di Kerajaan Mataram saat dipimpin Sunan Amangkurat I.

Dari Mataram, Habib Abu Bakar melanjutkan pengembaraan dan memilih Pekalongan sebagai tempat singgahnya. Di Kayugeritan, Habib Abu Bakar mendirikan padepokan atau pesantren. “Dalam dakwahnya, Habib Abu Bakar santun, berilmu tinggi, dan pendamai. Tetapi beliau sangat anti terhadap VOC dan kolonialisme Belanda,” kata Habib Luthfi dalam Haul Habib Abu Bakar bin Thoha bin Yahya. (nra/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya