RADARSEMARANG.COM – As-Sayyid Al-Habib Hassan bin Thoha bin Yahya atau yang dikenal dengan Syekh Kramat Jati merupakan salah satu pejuang kemerdekaan Indonesia. Selain itu, ia dijuluki Mbah Singo Barong karena sangat garang dan gagah seperti Singa saat berperang melawan penjajah.
Mungkin tak banyak yang tahu bila Habib Hasan memiliki hubungan kekerabatan dengan keluarga Keraton Jogjakarta. Dia adalah menantu Sultan Hamengku Buwono II dan ipar Hamengku Buwono III. Karena itulah, ia mendapatkan gelar Raden Tumenggung Sumodiningrat dan kerap disebut Syekh Kramat Jati.
Diceritakan oleh Achmad Solichin, ketua Yayasan Sayyid Keramat Depok yang menjaga langsung makam dari seberang jalan di kediamannya, Habib Hasan merupakan putra Habib Thoha bin Muhammad Al-Qadhi bin Yahya. Seorang ulama dan pejuang yang gigih memerangi penjajah Portugis. Julukan Singo Barong sangat melekat dengannya lantaran sifat garangnya yang ditakuti penjajah Belanda kala itu. “Beliau itu tokoh ulama sekaligus pejuang kemerdekaan bangsa yang sangat gigih,” tutur Solichin yang juga Ketua Yayasan Keluarga Sayyid Kramat Depok kepada RADARSEMARANG.COM.
Habib Hasan memperoleh pendidikan langsung dari kedua orang tuanya. Beliau telah tuntas menghafalkan Alquran sebelum usia tujuh tahun. Bahkan, selalu mendapat ijazah dari setiap ilmu yang dituntutnya. Ilmu syariat, thoriqoh maupun hakikat, sangat luas bagaikan lautan. Sehingga di kalangan kaum alim maupun awam, dakwahnya bisa diterima dengan mudah. Tak heran bila fatwa-fatwanya banyak didengar oleh pembesar kerajaan kala itu.
Habib Hasan meneruskan perjalanan dakwahnya ke Pekalongan, Jateng. Di Pekalongan beliau mendirikan pesantren dan masjid di Desa Keputran. Sedangkan tinggalnya tak jauh dari situ, di pondok pesantren (Ponpes) yang terletak di pinggir sungai. “Pengaruh Habib Hasan mulai dari Banten sampai Semarang sangat luar biasa. Tidak mengherankan bila penjajah selalu mengincar dan mengawasinya,” imbuh Solichin.
Sebelum meletusnya Perang Padri, pesantrennya sempat dibumihanguskan oleh penjajah. Habib Hasan pun berhijrah ke wilayah Jogjakarta. Lalu mengamankan perbatasan Jateng dan Jogjakarta pada sekitar 1790-an. “Karena ditakuti perampok dan disegani penjajah, beliau dijadikan kepala pasukan yang menjaga Sultan Hamengkubuwono II. Begitu awal masuknya Habib Hasan ke dalam keluarga keraton,” jelasnya.
Keahliannya berperang, kegigihannya dan keluasan ilmunya dikagumi oleh Sultan Hamengkubuwono II. Lalu setelah dijadikan menantu, wilayah kekuasaannya mendapat perlindungan dari keraton.
Dari garis keturunan, Habib Hasan adalah paman dari Pangeran Diponegoro dan Sentot Prawirodirjo. Beliau adalah ipar dari Sultan Hamengkubuwono III. Selain Syekh Kramat Jati, ia juga dijuluki Syaikhul Akbar.
Habib Hasan dilahirkan dari pasangan Habib Thoha bin Muhammad Al-Qadhi bin Yahya dengan Syarifah Fathimah binti Husain bin Abu Bakar sekitar tahun 1736. Ia mangkat pada tahun 1818 Masehi. “Salah satu cucu beliau yang tinggal di Pekalongan dan banyak dikenal sebagian besar masyarakat adalah Habib Muhammad Luthfi bin Yahya,” tandasnya.
Beberapa tahun lalu makamnya dibangun kembali dengan layak agar dapat nyaman dikunjungi peziarah. Pengelola kampung tematik wisata religi pada 2016 juga mendapat dana dari pemerintah untuk memperindah makam itu dan beberapa pihak lainnya.
Berpindahnya Habib Hasan di Semarang berawal dari kekacauan yang tak bisa dihadapi Adipati Semarang. Ia diutus Sultan Hamengkubuwono III untuk datang membantu. Setelah tugas tuntas, beliau tak berhenti begitu saja.
Hasil pertanian dari tanah yang beliau milikinya tidak digunakan untuk kepentingan pribadi. Tetapi selalu dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan. Itulah sebabnya, anak-anak, penduduk lokal dengan ekonomi menengah atas, sangat mencintainya.
Para prajuritnya sangat tunduk dan patuh. Karena iri dengan kepercayaan semua orang terhadapnya, penjajah selalu memfitnah beliau dan berusaha menghancurkannya. Namun tidak pernah berhasil, karena keahliannya menghentikan perpecahan dan fitnah. Bahkan rakyat justru semakin mencintai Habib Hasan.
Kecintaannya pada alim ulama juga ditunjukkan dengan mengunjungi dan mendoakan ke makam-makam para wali. Itulah mengapa hingga saat ini, sosoknya juga dicintai banyak umat muslim. Para peziarah selalu meluangkan waktu untuk berdoa dan bertawasul di tempat peristirahatannya.

Makam Syekh Kramat Jati Sangat Bersih dan Nyaman
Makam Mbah Kramat Jati atau Habib Hasan bin Yahya ini terletak di Jalan Taman Duku Kelurahan Lamper Kidul Kecamatan Semarang Selatan Kota Semarang. Beliau disebut Kramat jati karena konon dahulu di samping makamnya terdapat pohon jati besar. Pada pagi hari, pohon tersebut roboh dan batangnya terpotong berkeping-keping. Lalu pada waktu Ashar angin besar datang, dan pohon itu tetap berdiri tegak seolah tak terjadi apapun.
Makam ini kerap dikunjungi banyak penziarah dari berbagai daerah. Bahkan dari mancanegara. Di makam tersebut, kerap digelar pengajian rutin maupun pengajian akbar yang dihadiri oleh ratusan, bahkan ribuan umat Islam. Sayangnya, sejak pandemi Covid-19 mewabah, pengajian rutin terpaksa diberhentikan sementara.
Kendati begiti, pandemi tak menyurutkan niat baik para peziarah untuk datang berdoa. Minggu (25/4/2021) kemarin, Siti Maslahah sekeluarga berziarah. Suaminya Mudrik yang cukup lanjut usia harus berjalan menggunakan tongkat dengan tertatih-tatih. Anaknya selalu mengantarkan pasangan lansia ini berziarah ke makam Syekh Kramat Jati setiap Minggu. “Dulu sebelum pandemi Covid-19, peziarah sangat banyak. Bahkan kalau hari Selasa, ada pengajian,” tutur Siti kepada RADARSEMARANG.COM.
Ziarah ke makam para wali di sekitar Semarang kerap ia lakukan dengan suaminya. Tapi ia paling rutin berkunjung makam Syekh Kramat Jati. Bahkan saat tak ada pengajian sekalipun. Lantaran usianya yang sudah lanjut, berziarah merupakan keputusan yang tepat.
Para peziarah hanya perlu berjalan beberapa langkah kaki dari tempat parkir menuju ruang makam. Area parkir pun luas, rapi, dan bersih. Semua jalan sudah beraspal. Dari Jalan Tentara Pelajar, saat peziarah belok kiri sudah ada gapura bertuliskan Kampung Wisata Religi Makam Mbah Kramat Jati. Memasuki wilayah tersebut nuansa kampung identik dengan warna hijau.
Makam itu berbatasan langsung dengan Masjid Al-Hidayah. Memudahkan para peziarah yang datang dari luar daerah untuk menunaikan ibadah salat wajib.
Dinding di sepanjang jalan depan makam dihiasi dengan mural tokoh-tokoh para pejuang. Mulai dari KH Hasyim Asyari, Ir Soekarno, hingga Raden Ajeng Kartini. Lampu jalan bak di taman wisata menghiasi sekitar area makam. Mudrik dan istrinya memilih rutin berziarah ke sini. Lokasinya memang sangat nyaman untuk lansia.
“Kami jalan jauh sudah nggak kuat, apalagi yang harus naik tangga banyak. Jadi ya ziarah ke sini, jalannya dekat, tempatnya bersih, dan nggak terlalu jauh dari rumah. Yang penting kan barokahnya,” tutur pasangan lansia asal Pedurungan ini.
Ahmad Sholichin merupakan ketua Yayasan Sayyid Keramat Depok. Ia menjaga langsung makam dari seberang jalan. Rumahnya berada di sana. Ia bisa memantau pengunjung kapanpun tanpa harus menunggui makam. Pemeliharaan pun berada di bawah tanggung jawabnya. (cr1/ida)