RADARSEMARANG.COM – Masyarakat di seantero Kabupaten Wonosobo, sangat paham Alm KH Muntaha Alh sebagai pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Asy’ariyah di Kelurahan Kalibeber, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo. Meski telah wafat pada 29 Desember 2004 silam, namun jejak peninggalan serta nama baiknya masih terasa hingga saat ini.
KH Muntaha Alh merupakan ulama kharismatik yang sangat disegani semasa hidup maupun setelah wafat. Terbukti, meski memasuki bulan Ramadan, jumlah peziarah yang datang tak pernah surut. Setiap hari, selalu ada yang datang untuk memanjatkan doa.
Termasuk saat penulis datang ke makam. Hampir semua peziarah khusuk membaca tahmid, tahlil maupun tasbih. Ada juga yang melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Dengan memegang bait-bait suci itu, duduk berjajar di sebelah makam Mbah Mun –sapaan akrab KH Muntaha Alh.
Riski Azizi, salah satu peziarah yang tengah berada di lokasi mengaku diri sudah datang sejak semalam (20/4/2021). Dia sengaja berniat melanjutkan bacaan Alquran yang telah dimulainya sejak awal Ramadan. “Berada di sini itu selalu nyaman. Hati menjadi lebih tenang,” ujarnya saat beristirahat untuk melaksanakan salat dzuhur.
Ia mengaku sering datang ke makam Mbah Mun ini. Seminggu kadang bisa dua sampai tiga kali, ia mengunjungi tempat yang berada di Desa Ndero Duwur, Kecamatan Mojotengah, Kabupaten Wonosobo ini. Kadang berdoa saja, kadang mengkhatamkan Alquran.
“Saya kebetulan santri Al-Asy’ariyah pusat. Sudah lima tahun ini nyantri di Kalibeber. Sebagai santri, datang kesini seperti sudah setengah wajib,” jelas mahasiswa asal Kabupaten Tegal itu.
Menurutnya, setiap kali datang ke makam, ia menempuh jarak kurang lebih delapan kilometer dari pondoknya di Kalibeber. Ia selalu mendapatkan ketenangan. Selain dirinya, banyak santri yang sama-sama melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Ada yang sekadar membaca, ada pula yang menghafalkannya. “Di sekeliling makam masih banyak penghijauan. Banyak pohonnya. Kalau siang anginnya semilir, jadi betah dan nyaman untuk berlama-lama di makam,” ujarnya.
Kembangkan Ponpes Modern, Jawab Kebutuhan Masyarakat
Sementara itu, salah satu alumni Ponpes Al Asy’ariyah II, Aziz Fatchurrohman mengaku sempat dua tahun di Ponpes Al Asy’ariyah II yang berada persis di sebelah makam KH Muntaha Alh. Dirinya lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar kitab dan Alquran di komplek itu. “Jadi sedikit banyak saya mengerti cerita tutur yang berkembang di pesantren maupun di masyarakat sekitar tentang KH Muntaha Alh,” katanya.
Semasa hidupnya, sosok KH Muntaha dianugerahi banyak karomah oleh Allah SWT. Banyak masyarakat yang mempercayai, beliau memiliki ilmu lebih. Para santri biasa menyebutnya dengan ilmu laduni.
“Banyak cerita beredar tentang karomah beliau. Salah satunya yang paling terkenal saat mengunjungi makam Nabi Muhammad SAW di Madinah pada malam hari untuk salat. Pintu makam yang biasanya dikunci dan dijaga begitu ketat, saat Mbah Mun datang, tak ada satupun penjaga. Bahkan, pintu terbuka seluruhnya seperti sengaja ditinggalkan oleh penjaganya,” ujarnya menceritakan ulang kisah yang sempat di dengarnya itu.
Namun, terlepas dari banyaknya cerita tentang karomah yang dimilikinya, sosok KH Muntaha Alh ini memang banyak memberikan pengaruh di sekitarnya. Khususnya di bidang agama. Beliau yang memang hafal Alquran, memiliki keinginan kuat jika di pondoknya bisa lahir para tokoh atau ahli yang mempelajari dan mendalami Alquran.
Oleh karenanya, bukan hanya meneruskan pondok pesantren peninggalan ayahandanya KH Asyari, KH Muntaha juga mengembangkan pondoknya menjadi pondok modern. Dengan membuka sekolah dan madrasah, bahkan kampus agar bisa membekali ilmu pengetahuan umum dan Alquran serta kitab kuning kepada para santrinya.
“Lewat pondok dan kampus yang beliau dirikan, menjadikan Ponpes Al Asy’ariyah dan Universitas Ilmu Quran (Unsiq) bisa menjadi pusat dan rujukan ilmu Alquran. Mulai dari tafsir maupun penelitian,” ungkap Aziz saat ditanya soal sejarah perjuangan Mbah Muntaha itu.
Terlebih, dalam bidang sosial masyarakat. Ide dalam membangun sekolah, madrasah, dan kampus ini, untuk memfasilitasi masyarakat kelas menengah ke bawah. Harapannya, bisa tetap mengenyam pendidikan dan ilmu pengetahuan tanpa terbebani dengan biaya tinggi.
“Ide itu banyak diterima masyarakat Wonosobo. Makanya sosoknya begitu sentral. Sebab beliau tahu apa kebutuhan masyarakat, dan mampu memberikan solusinya dengan baik,” pungkasnya. (git/ida)