32 C
Semarang
Saturday, 21 December 2024

Syekh Muhammad Al-Baqir Penakluk Tanah Jawa

Jejak-Jejak Para Wali Allah

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Makam Syekh Subakir yang berada di Taman Wisata Gunung Tidar Magelang sebenarnya hanya sebuah petilasan. Makam ini sudah ada sebelum zaman penjajahan Belanda dan Indonesia merdeka. Petilasan Syekh Subakir sebelumnya ditandai dengan adanya kijing yang terbuat dari kayu.

Namun setelah dipugar, kijing tersebut diletakkan di pendopo dan diganti dengan batu fosil yang berasal dari Tulungagung serta dikelilingi pagar tembok yang berbentuk lingkaran dan tanpa atap.

Pemilik nama asli Maulana Muhammad Al-Baqir ini merupakan putra dari Syekh Jamaluddin Husein Al Akbar atau Syekh Jumadil Kubro. Syekh Subakir datang ke Pulau Jawa atas perintah Sultan Muhammad I dari Turki untuk berdakwah Islam di Pulau Jawa pada 1404 M. Beliau diutus bersama dengan ulama sufi lainnya yang dikenal sebagai Wali Songo periode pertama.

Syekh Subakir yang memiliki keahlian ruqyah mendapatkan tugas khusus dari Sultan Muhammad I, yakni untuk meruqyah dan membersihkan Pulau Jawa dari dominasi jin dan setan untuk misi Islamisasi. Dengan keahlian ini, ia berhasil menaklukan bangsa jin dan setan di pulau Jawa.

Menurut Sudrajad, sejak awal Syekh Subakir mengemban misi yang berbeda dibanding para wali lainnya. Beliau mendapatkan perintah untuk membuka tanah Jawa yang kala itu masih hutan belantara agar layak untuk ditempati manusia. Dengan begitu, Islam lebih mudah diterima orang Jawa.

Syekh Subakir menjadi terkenal dan dihormati ketika melakukan penaklukan bangsa jin di Gunung Tidar yang dipimpin Sabda Palon. Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam. Sehingga Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang tanah Jawa ini merasa kewalahan dan menawarkan perundingan. Selain di Puncak Gunung Tidar, Syekh Subakir juga membersihkan beberapa tempat angker di tanah Jawa yang dikuasai para raja jin dan makhluk halus lainnya.

Karena keberhasilannya menumbal tanah Jawa, penyebaran Islam oleh Wali Songo periode pertama menjadi lancar. Kabar penaklukan yang sukses membuat nama Syekh Subakir menjadi sangat terkenal dan dikagumi di kalangan para pendekar, penganut ilmu gaib dan kanuragan, bangsawan serta masyarakat di tanah Jawa ketika itu. Mereka terkesan mendewakan sang ulama asal Persia ini.

Akhirnya, untuk melepaskan kefanatikan masyarakat terhadap Syekh Subakir dan untuk menjaga akidah umat Islam, pada tahun 1462 Masehi, pulang ke Persia, Iran. Tidak hanya di Gunung Tidar Magelang, petilasan penyebar agama Islam ini. Ada juga di wilayah Blitar, Madura, kawasan Makam Sunan Bonang Tuban, kawasan Makam Sunan Bonang Lasem, dan ada juga di Tanjung Awar-Awar.

Selain ahli ruqyah. Syekh Subakir juga ahli dalam ekologi lingkungan. Menurut cerita, Syekh Subakir melarang masyarakat untuk membuat sumur di kawasan Gunung Tidar. Waktu itu, larangan membuat sumur bertujuan agar sumber mata air di bawah Gunung Tidar tidak menjadi kering.

Saat itu dipercaya, di dalam Gunung Tidar terdapat sumber mata air yang besar. Jika salah dalam membuat lubang sumur dapat menyebabkan banjir besar yang bisa menenggelamkan penduduk yang tinggal di sekitarnya.

Sudrajad mengatakan sampai saat ini tidak ada masyarakat sekitar Gunung Tidar yang membuat sumur. Ketika ada masyarakat yang mencoba membuat sumur, tidak ada air yang keluar. “Padahal kedalamannya sudah mencapai beberapa meter, tapi belum ada airnya,” jelasnya kepada wartawan koran ini.

Tirakat di Makam Syekh Subakir Menenangkan

Makam Syekh Subakir yang dikelola UPT Kebun Raya Gunung Tidar ini, sudah ada sebelum zaman kemerdekaan Republik Indonesia (RI). Namun tidak banyak orang yang tahu sejak kapan makam itu ada. Meski begitu, menjelang bulan puasa, Makam Syekh Subakir banyak dikunjungi peziarah. Terutama pada bulan Syaban atau Ruwah dalam penanggalan Jawa.

Makamnya terletak di pertengahan jalan sekitar 450 meter dari pintu masuk. Selama hari besar Islam seperti saat bulan Syaban atau Ruwah, peziarah yang datang bisa mencapai ribuan. Berbeda ketika memasuki bulan puasa. Saat wartawan koran ini tiba Rabu (15/4/2021) pukul 09.30, kondisi Taman Wisata Gunung Tidar terlihat sepi. Tidak ada peziarah yang datang.

“Bulan puasa sepi karena masyarakat sudah melakukan ziarah terlebih dahulu sebelum memasuki Ramadan,” kata Kepala UPT Kebun Raya Gunung Tidar Agus Suprijanto.

Saat wartawan koran ini datang Minggu (11/4/2021) pukul 11.00 peziarah memadati wilayah Gunung Tidar. Peziarah yang datang selama bulan Ruwah 2021 cukup banyak, mencapai angka 2000 peziarah. “Baik dari Magelang maupun luar daerah, seperti Jogjakarta, Blitar, Kendal, Lampung, hingga Palembang datang untuk berziarah,” jelas Agus.

Juru Kunci Gunung Tidar Sudrajad mengatakan, alasan peziarah datang ke Makam Syekh Subakir bermacam-macam. Ada yang berdoa, mencari ilmu, muhasabah diri, namun ada juga yang berdoa meminta hajat atau keinginannya terkabul. Seperti para pedagang hingga calon pejabat.

Selain menjelang bulan puasa, waktu lain yang ramai peziarah adalah saat malam 1 Muharam. “Untuk berziarah ke Gunung Tidar, ada kelompok tertentu yang melakukan pada Jumat Kliwon dan Selasa Kliwon. Yang ramai pada bulan Rajab, Ruwah dan Sura,” imbuhnya.

Selama ikut naik ke Gunung Tidar, wartawan koran ini berpapasan dengan beberapa peziarah seperti dari Jogjakarta, Blitar, Kendal, Kebumen, Jepara, Purworejo, hingga dari Lampung Timur. Mereka ada yang baru pertama kali naik dan ada yang sudah sering kesini.

Nur Hadi, 45, peziarah asal Kendal ini mengatakan Gunung Tidar menjadi salah satu tujuan utama ziarah. Menurutnya bermuhasabah diri di sekitar Makam Syekh Subakir sangat menenangkan. Tempatnya yang berada di atas bukit, tidak banyak gangguan yang didapat saat menjalankan tirakat. Apalagi saat malam hari. “Saya berada disini disuruh kiai saya dari Kendal untuk tirakat. Sudah dua hari berada disini sejak Sabtu (10/4). Apalagi ini menjelang bulan puasa,” ucapnya.

Selain itu Mansuri, 49, peziarah asal Lampung Timur ini mengaku baru pertama kali naik ke Gunung Tidar. Menurutnya Gunung Tidar ini sangat bagus dan masih terlihat asri dan terjaga. Sebelum ke Gunung Tidar, ia bersama rombongan sudah menyelesaikan ziarah ke semua Makam Wali Songo. “Saya dan rombongan berziarah ke semua makam Wali Songo. Dan terakhir ke Makam Syekh Subakir sebagai penutup,” jelasnya.

Menurutnya menjadi ritual wajib yang dilakukan setiap menjelang bulan suci Ramadan. “Tujuannya untuk meneladani perilaku almarhum selama hidup, ingat mati, dan ngalap berkah. Sebelum masuk Ramadan, kami harus perbanyak amal ibadah, sehingga nanti saat Ramadan makin rajin beribadah,” tambah Mansuri.

Selesai ikut ziarah dan ngobrol dengan Mansuri, wartawan koran ini pamit untuk mendahului turun terlebih dahulu. Sedangkan rombongan dari Mansuri melanjutkan naik ke atas Gunung Tidar. (rfk/ida)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya