27 C
Semarang
Monday, 23 December 2024

Ngaji Kitab Sahih Bukhari hingga Kitab Hujjah Aswaja

Pondok Pesantren Girikesumo Mranggen Kabupaten Demak

Artikel Lain

Istiqomah Jalankan Tradisi Mengaji Tiap Malam Jumat

Selain kesibukan kegiatan puasa Ramadan, Ponpes Girikesumo juga memiliki tradisi mengaji tiap malam Jumat. Dipimpin langsung oleh KH Munif Muhammad Zuhri. Pesertanya mencapai ribuan. Mereka datang dari berbagai daerah dengan latar belakang beragam. Mulai pejabat hingga masyarakat biasa.

Pengajian yang terwadahi dalam forum jamaah pengajian Jamuna (Jamaah Muji Nabi) ini menjadi ciri khas tersendiri bagi Ponpes Girikesumo. Pengajian biasanya dimulai habis Isya hingga tengah malam.

KH Munif memimpin pengajian di dalam ruangan khusus semacam gazebo. Pengajian disiarkan secara live sehingga bisa diikuti melalui Youtube. Bagi yang bisa hadir di lokasi, peserta otomatis mengatur duduk masing-masing secara lesehan di pelataran Masjid Ageng Baitussalam, Kompleks Ponpes Girikesumo, Desa Banyumeneng, Kecamatan Mranggen.

Pengajian rutin ini menjadi magnet atau poros tempat bertemunya berbagai kekuatan masyarakat. Sebab, forum pengajian ini menjadi tempat berkumpulnya banyak orang lintas sosial. Mulai kalangan bawah hingga menengah atas.

Dedikasi Kiai Munif Muhammad Zuhri dalam merawat komunitas pengajian Jamuna ini telah berlangsung lama. Sudah menjadi tradisi bertahun-tahun. Berawal dari pengajian santri, kini jamaahnya berkembang pesat dari berbagai daerah, termasuk Demak dan sekitarnya.

Para jamaah dari jauh rela datang ke lokasi pengajian dengan sepenuh hati. Ada yang jalan kaki, naik sepeda ontel, naik sepeda motor hingga mengendarai mobil.  Satu hal yang menjadi harapan adalah menanti tausiyah Kiai Munif. Tausiyah kiai kharismatik di kalangan Nahdlatul Ulama (NU) ini biasanya disampaikan usai pembacaan tahlil serta pembacaan kitab Al Barzanji karya Syekh Sayyid Ja’far bin Hasan Al Barzanji. Para jamaah setia berlama-lama ikut prosesi pengajian mulai awal hingga akhir. Mereka ta’dzim, ada yang hadir sendirian, ada yang bersama keluarga.

Suasana pengajian yang membuka sekat-sekat lapisan atau derajat sosial ini mampu membuahkan kegembiraan (motivasi spiritualitas) dan harapan keselamatan yang hakiki. Yaitu, bagaimana cara agar bisa selamat di dunia dan di akherat kelak dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui kecintaan terhadap kekasih-Nya. Yaitu, Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Maka, pembacaan kitab Al Barzanji yang di dalamnya bertutur tentang kehidupan Nabi Muhammad selalu disampaikan di hadapan jamaah dalam pengajian tersebut.

Kehadiran para jamaah, dengan cepat memadati area pengajian. Termasuk rumah-rumah warga, warung makan, hingga warung kopi. Hampir semua buka layaknya meramaikan sebuah perayaan. Nadi ekonomi warga sekitar tampak berdenyut. Seakan turut merasakan kemakmuran dan kedamaian dari gelaran pengajian malam Jumat ini. Beragam makanan dijajakan. Tinggal pilih. Usai pengajian disediakan makanan khas nasi ambengan dengan lauk kambing (dimasak tengkleng) yang disajikan di atas nampan plastik. Satu nampan bisa dimakan bertiga. Rasanya nikmat sekali. Berkah mengikuti pengajian Kiai Munif.

Kala pengajian dimulai, keadaan berangsur hening. Para jamaah bertafakur dan khusyu’. Meski dengan posisi duduk dengan alas tikar seadanya, mereka tampak menikmati. Termasuk yang lesehan di bawah pohon, emperan maupun halaman rumah warga sekitar. Para jamaah berupaya meresapi dan menjiwai tausiyah yang disampaikan Kiai Munif. Isi tausiyah berkisar tentang kehidupan sehari-hari masyarakat secara umum. Baik terkait kondisi sosial ekonomi, budaya, pendidikan, kesehatan hingga masalah politik serta dampaknya bagi masyarakat.

Penyampaian tausiyah atau mauidzah hasanah yang sejuk. Bahkan selalu menyemai pesan perdamaian menjadikan suasana pengajian penuh hikmah dan berkah. Ini menjadi ciri khas Kiai Munif yang selalu menekankan pentingnya harmoni. Hubungan harmonis di tengah elemen masyarakat dinilai penting agar tidak terjadi keterbelahan atau konflik sosial. Maka, merawat harmoni melalui pengajian tiap malam Jumat ini tetap eksis hingga kini.

“Bumi niki sampun tuo. Bumine pun miring. Mongko akehono moco salawat (usia bumi sudah tua. Bumi sudah miring. Maka, perbanyak baca salawat),” pesan Kiai Munif mengingatkan para jamaah terkait hidup di zaman akhir dengan bahasa Jawa halus dalam pengajian. (hib/ida)

Reporter:
Wahib Pribadi

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya