RADARSEMARANG.COM – Pondok Pesantren (ponpes) Mamba’ul Khasanah di Jalan Muntung, Ketitang, Kecamatan Jumo, Kabupaten Temanggung didirikan untuk merawat orang sakit kejiwaan. Bukan orang gila, tapi mereka yang memiliki masalah dalam kehidupan.
Pengasuh Ponpes Mamba’ul Khasanah Kiai Ridho Ali mengaku mau merawat orang-orang yang bermasalah dalam kehidupan karena perasaan sesama manusia. Daripada mereka telantar di jalan, lebih baik dirawat di pondok agar bermanfaat. “Syukur sehat, sehingga hidup mereka ke depan bisa lebih bermanfaat,” katanya.
Dia mengajarkan pada para santrinya supaya lebih dekat pada Allah SWT, bisa produktif agar dapat bekerja sesuai kemampuan mereka masing-masing. Seperti beternak, bertani, atau kerja di bengkel. Karena pada dasarnya mereka juga manusia sehingga ketika kembali masuk lingkungannya, mereka tidak canggung. “Cara Jawanya adalah ben sinau ngewongke wong. Agar mereka bisa mengoptimalkan daya dengan belajar memantaskan hidup,” jelasnya.
Santri-santrinya mondok dengan waktu yang bervariatif. Ada yang sampai 1, 7 dan 12 tahun. Namun ada juga yang 1 bulan sudah sembuh dan pulang.
Di pondok, santri diajarkan mengaji berbagai macam kitab. Selain urusan ngaji, santri juga diajarkan beternak, ke sawah, membuat bangunan. Ridho Ali mengasuh para santri tanpa menggunakan konsep baku. Setelah dari pondok, santri-santrinya kembali ke keluarga dan lingkungan. Apabila santri yang mondok belum benar-benar pulih, dia tidak mengizinkan santrinya untuk pulang.
“Besar harapan saya, masyarakat bisa menerima kembali mereka saat pulang untuk bersosialisasi bersama. Tatkala tidak pun saya juga tidak butuh penilaian orang, saya selalu belajar sesuai koridor saja. Perkara penilaian masyarakat itu nafsi-nafsi, saya tidak pernah memikirkan penilaian masyarakat. Orang yang suka tidak kurang pengalem, seng ora seneng kan ora kurang penyacat,” ungkapnya.
Tanpa Promosi, Santri Datang dari Berbagai Kota
Kiai Ridho Ali mengaku tak pernah memasang iklan untuk memromosikan pondoknya. Namun, santri-santrinya berasal dari berbagai wilayah yang cukup jauh, seperti Pekanbaru. Sedangkan untuk wilayah Jawa, ada dari daerah Wonosobo, Magelang, Jogjakarta, Semarang, Batang, Tegal, Blitar, Purwokerto dan lainnya.
Rupanya para santri ini tahu keberadaan Ponpes Mamba’ul Khasanah secara getok tular. Dari mantan santri maupun keluarga santri yang merasakan manfaat di tempat ini. Apalagi mereka tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk bisa mondok.
“Di sini semua santri bebas biaya, saya tidak pernah memungut biaya satu sen pun kepada mereka. Misal dikasih, seberapapun itu kecil atau besar, saya selalu terima kasih. Tapi untuk minta, tidak pernah,” ungkapnya.
Santri yang saat ini sedang berada di pondok sebanyak 55 orang. Ridho Ali tidak pernah merasa sulit dalam merawat santri-santrinya. Sebab, dia sudah berjanji dan menganggap semua yang dialaminya sebagai romantika hidup. “Minimal orang itu harus selalu berusaha agar hidup ini memberi manfaat bagi orang lain.” (din/ton)