28.4 C
Semarang
Tuesday, 7 October 2025

Ponpes Sandal Nusantara Semarang, Tampung Anak Jalanan dan Preman untuk Belajar Agama

Artikel Lain

Kegiatan selama Ramadan, lanjut Gus Huda, adalah Pesantren Kilat, ngaji beberapa kitab yang dikhatamkan selama sebulan. Hal itu ia bagi ke dalam lima program. Yakni sebelum Magrib, sebelum Tarawih, setelah Tarawih, tengah malam lanjut sahur, dan setelah salat Subuh. Materi yang diberikan, seperti kitab Fathul Qorib yang isinya tentang ilmu fikih, ada Arbain Nawawi yang berisi 40 hadis populer, mengaji Alquran, dan lainnya.

“Untuk mengaji Alquran, kami gunakan sistem bandongan. Jadi saya membaca, santri menirukan. Setiap jam 1 malam kami adakan malam istighotsah,” tuturnya.

Untuk jumlah santri, yang menetap sekitar 30 orang. Sisanya sekitar 300-an santri merupakan santri kalong yang berasal dari Semarang dan sekitarnya. Selain itu ada tujuh santri yang memiliki keyakinan agama berbeda. “Saat mengaji atau kajian ya santri yang tergabung minimal 70 persen saat Ramadan ini harus hadir,” tegasnya.

Gus Huda menjelaskan, jika kebanyakan ponpes didirikan alumnus ponpes, berbeda dengan Ponpes Sandal Nusantara. Semangat untuk mendirikan ponpes, malah berasal dari alumnus jeruji besi yang saat ini ingin belajar agama lebih mendalam. Tujuannya agar generasi muda saat ini tidak terjerumus ke hal-hal yang negatif.

“Inilah uniknya dari Sandal Nusantara, latar belakang santri berbeda-beda. Mereka tidak ingin melihat generasi saat ini terjerumus ke hal yang negatif dan merugikan, sehingga mereka punya semangat untuk mendirikan ponpes,” kata Gus Huda.

Sandal Nusantara sejatinya sudah terbentuk sejak 2014 silam. Namun baru mendapatkan legalitas dari Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2018 lalu. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Semarang Iswar Aminuddin pun saat ini didapuk menjadi Pembina Ponpes Sandal Nusantara.

“Sebagai pembina, Pak Iswar mengapresiasi kiprah Ponpes Sandal Nusantara yang mengakomodasi anak-anak jalan, preman, dan lainnya. Bahkan Pak Iswar menyebut dulu wilayah Pleburan adalah tempatnya gali alias preman. Saat ini sudah berubah, meskipun masih isinya gali tapi syariah,” canda Gus Huda sembari tertawa. (den/ida)

Reporter:
Adennyar Wicaksono

Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya