RADARSEMARANG.COM – Aktivitas di Semarang Exibition Centre (Pasar Dargo) ketika pagi hingga sore memang cukup ramai. Namun menjelang malam suasana berubah drastis. Apalagi di gedung utama yang terdiri dari lima lantai. Konon, sosok perempuan ‘penunggu’ gedung kerap menampakkan diri.
Sore itu, suhu di Kota Semarang cukup bersahabat. Tak begitu panas. Namun tetap melahirkan peluh di dahi. Wartawan RADARSEMARANG.COM, mencoba mengeksplore gedung Pasar Dargo. Lokasinya di Jalan Kebon Agung, Semarang Timur. Gedung yang sudah mangkrak sejak 1997. Menyusuri lantai satu hingga lantai lima. Cukup melelahkan. Tak hanya fisik, tapi juga lelah mental. Sejak gerbang dibuka, suasana singup telah menyambut.
Perasaan sepi, jantung yang semakin berdegub kencang, dan beberapa pikiran kosong sempat berkelebat di kepala. Untungnya, wartawan koran ini tidak sendiri. Ditemani dua penjaga dan rekannya. Hawa mistis itu dirasakan juga oleh yang lain.
Seorang penjaga, Nugroho, telah beberapa kali menyaksikan penampakan seorang perempuan di gedung itu. Tidak hanya satu. Menurut keterangan Budi, rekannya, di bagian barat gedung ini, memang dari dulu sudah angker. Bahkan ketika Jogja Plaza (nama sebelum Pasar Dargo) masih beroperasi.

“Tidak jarang ada karyawan atau pengunjung yang tiba-tiba kesurupan atau melihat penampakan,” katanya.
Namun, ketika wartawan koran ini hendak melangkahkan kaki ke arah lokasi yang dimaksud, Budi mencegah. Dia mengajak menyaksikan bagian lain gedung.
Lantai yang berdebu, plafon yang sudah runtuh, corong udara terbengkalai, lantai yang ditumbuhi tanaman liar, menambah kesan mistis gedung ini. Koran ini menyusuri lorong di setiap lantai. Melihat setiap desain interior dan jejak-jejak peninggalan gedung ketika masih beroperasi. Tak jarang beberapa hewan, seperti kucing, kelelawar, burung gereja, dan serangga, berseliweran.
“Kadang masih ada yang masuk, karena kan ruko yang luar ini ada beberapa yang dipakai. Yang masuk itu biasanya benerin AC atau ada kepentingan tertentu,” jelasnya.
Nugroho menceritakan kisahnya ketika bertatapan dengan sesosok makhluk halus saat berkeliling di lantai dua. Sosok itu berwujud perempuan. Namun, Nugroho tidak bisa mendeskripsikannya dengan detail. Maklum saat itu kondisinya gelap. Dia menyaksikan dengan mata kepala sendiri yang berdiri di depannya adalah sosok wanita. Tingginya seperti orang normal, rambutnya tergerai. Namun ia tidak melihat raut wajah wanita itu.
Gedung yang dibangun sejak tahun 1993 ini, kehilangan masa kejayaannya setelah Indonesia ditempa krisis moneter tahun 1997.
Wartawan koran ini tidak diperkenankan memasuki beberapa tempat. “Dikhawatirkan ada apa-apa nanti,” kata Sarimin, penjaga gedung.
Termasuk bagian barat di setiap lantai. Bagian yang menurut koran ini memang memiliki hawa yang berbeda. Tak terasa langit pun mulai gelap. Tidak ada penerangan kecuali senter dari ponsel. Maklum, aliran listrik sudah diputus sejak gedung ini tidak difungsikan. Hanya menyisakan di lantai bawah, karena ditinggali penjaga.
Menurut Sarimin, berkunjung ke sini harus sopan. Tidak boleh sombong, apalagi beritikad buruk. Beberapa kali terjadi, ada yang sok-sokan uji nyali. “Saya biarkan masuk sendirian, Mbak. Baru sampai ruang tengah, pasti sudah tidak kuat,” jelasnya.
Tidak semua orang mempercayai hal-hal mistis. Bagi sebagian orang percaya setiap tempat ada penunggunya. “Yang membedakan, penunggunya mengganggu atau enggak? Kan seperti itu,” ujar laki-laki paruh baya yang akrab disapa Pak Min ini. (cr9/zal)