27.1 C
Semarang
Thursday, 9 October 2025

Tempatnya Pasukan Khusus yang Cara Berjalannya dengan Tangan dan Kepala di Bawah

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Kawasan Stasiun Demak meski dikenal wingit, namun warga tidak lagi menganggap sebagai kawasan yang menakutkan. Bahkan, kanan kiri bangunan tua itu telah banyak berdiri perumahan, termasuk tempat kosan-kosan, gudang dan tempat hiburan karaoke.

Bangunan stasiun sendiri banyak dimanfaatkan warga sebagai tempat berjualan. Tempat nongkong dan minum kopi anak-anak muda. Jam operasionalnya pun sampai larut malam. Halaman depan stasiun dipenuhi tanaman bonsai. Sedangkan, bagian belakang yang dulu tempat jalur rel kereta, dipenuhi rumput dan ilalang.

Wartawan koran ini, mencoba hunting ke stasiun pada malam Jumat (24/6/2021). Suasana tampak hening. Lampu gemerlap memancar merah. Ada satu dua orang tengah asyik ngopi di salah satu ruangan stasiun.  Tidak terlalu gelap. Yang tampak gelap di bagian bangunan sebelah selatan. Dekat tower. Konon, di kawasan bangunan lawas dekat tower inilah banyak dihuni beragam makhluk halus.

“Ada semacam ular gaib. Jika ada warga yang sempat melihat ular itu, menyeberang jalan depan staisun, warga meyakini menjadi pertanda adanya kecelakaan lalu lintas. Itu  cerita dulu yang sampai sekarang masih sering terdengar,” ujar  Sutrimo, seorang warga.

Menurutnya, kawasan Stasiun Demak yang dikenal wingit tidak hanya di sisi selatan bangunan kuno saja. Namun, tak jauh dari lokasi terdapat hutan jati yang di dalamnya ada makam misterius. Kloneng kereta dulu berada di hutan jati ini. Namun, sejak zaman kolonial Belanda, makam tersebut diratakan dengan tanah.

Kawasan stasiun ini, lanjut Sutrimo, dulu juga dikenal sebagai tempat pasukan samber alap-alap serta pasukan khusus yang cara berjalannya tidak dengan kaki. “Namun, dengan tangan dan kepala di bawah. Namanya pasukan wadudu,” ujar Sutrimo.

Daerah tersebut juga menjadi salah satu Paseban atau tempat  menemui tamu di era Sultan Fatah. Pemimpin Keraton Demak Bintoro. “Ya, dekat kloneng sepur itu,” katanya.

Doni Pranata, warga Setinggil, Kota Demak, menuturkan, ia membuka kedai kopi buka sore hari dan tutup hingga jam 23.00.

“Saya baru tiga bulan menempati ruang stasiun ini. Biasa aja sih,” ujarnya. Meski bangunan lama, namun stasiun tetap menjadi tempat yang nyaman untuk berjualan kopi.

Seperti diketahui, stasiun  didirikan sekitar 1917 di zaman penjajahan Belanda. Baru dioperasionalkan sekitar 1923. Sekitar 1986, aktivitas stasiun berhenti total. Sejak saat itu, hingga sekarang, kondisi fisik bangunan Stasiun Demak cukup memprihatinkan.

Bangunan lama khas arsitektur Belanda itu makin tua dan kurang terawat. Beberapa genteng stasiun bahkan sudah ada yang lepas. Hanya sebagian lingkungan stasiun saja yang terlihat lebih unik. Ini karena bagian depan stasiun tersebut disulap menjadi kafe dan tempat pengembangan tanaman bonsai.

Sedangkan, salah satu ruangan dijadikan kantor Asosiasi Kontraktor Kontruksi Demak. Pada malam Minggu, lokasi yang dijuluki Stasiun Angkasa ini, cukup ramai. Menjadi tongkrongan anak-anak muda. Ini memang beberapa kali dikontrakkan ke pihak lain. Setelah tak difungsikan pada 1986, beberapa tahun kemudian, stasiun tersebut sempat ditempati Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (DLLAJR) Demak.

Stasiun yang berlokasi di lahan seluas 1 hektare ini kemudian dikontrak pihak swasta. Sempat dijadikan tempat menampung garam dari para petani Kecamatan  Wedung. Saat itu, petani Wedung menagih janji Pemkab Demak untuk menjualkan garam hassil produksi petani yang melimpah. Namun, lantaran tidak ada gudang, pemerintah setempat menampung garam-garam itu di stasiun selama kurang lebih 3 tahun.  Setelah itu, stasiun dikontark lagi oleh orang lain.

Agar terlihat mentereng, wajah stasiun bagian depan sebagian di cat warna hijau. Halamannya dipenuhi tanaman bonsai serta kursi-kursi dan meja untuk pengunjung kafe. Meeski begitu, kondisi stasiun makin tidak terawatt, utamanya yang bagian belakang dekat pemberhentian kereta api. Rerumputan tumbuh meninggi.

Saat masih aktif, Stasiun KA Demak cukup ramai penumpang. Setidaknya ada 5 rel KA di stasiun tersebut. Seperti stasiun lainnya, para pedagang asongan juga turut meramaikan aktivitas di stasiun transportasi darat itu. Namun, beberapa tahun kemudian, penumpang KA yang melalui jalur pantura Demak itu makin menyusut lalu stasiun ditutup. (hib/zal)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya