RADARSEMARANG.COM – Sebuah batu di hutan Tinjomoyo sering diceritakan merupakan tempat berkumpulnya kuntilanak. Di dunia maya, dikenal sebagai Watu Kunti. Sementara warga setempat menjuluki Watu Entut.
Angka 21.15 terlihat di layar ponsel tatkala wartawan RADARSEMARANG.COM memasuki kawasan hutan Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang. Tak ubahnya seperti hutan kebanyakan. Suasana begitu senyap. Cahaya remang-remang hanya berasal dari lampu penerangan pinggir jalan. Medan yang basah sehabis diguyur hujan, menampilkan siluet bayang-bayang pada genangan air dan dedaunan yang terkena tempias cahaya.
Tepat setelah melewati pemakaman, cahaya lampu penerang jalan umum lenyap bersamaan dengan suasana yang kian gelap. Saat seperti ini, lampu sepeda motor lah yang menjadi andalan. Tak banyak percakapan, fokus tertuju pada jalanan yang licin, berlubang dan retak di berbagai titik.
Berjalan beberapa menit, motor akhirnya terhenti. Terhalang pohon tumbang. Setelah ini, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki, berbekal pencahayaan dari ponsel masing-masing.
Menyusuri jalan setapak dari cor yang sudah rusak. Semak-semak yang begitu rapat di kanan kiri, membuat suasana hutan sungguh mencekam. Tak ada suara lain selain suara langkah kaki sendiri.“Hati-hati mas, di sini banyak ularnya,” ujar Adhi, warga setempat yang bersama wartawan koran ini.
Pencahayaan yang minim mengharuskan kami mawas diri. Selain ular, kami harus berhati-hati jika tiba-tiba ada pohon yang roboh.
Setelah berjalan sekitar tujuh menit, sebuah batu berukuran besar terlihat. Samping kanan-kirinya dipenuhi semak-semak. Konon, berdasarkan mitos yang beredar di kalangan youtuber dengan konten mistis, batu ini merupakan tempat menaruh sesajen untuk mencari kekayaan, jodoh dan lain sebagainya. Juga tempat berkumpulnya kuntilanak yang sering menampakkan diri, sehingga disebut lah Watu Kunti.
“Saya tidak tahu kenapa orang-orang itu menyebutnya Watu Kunti, kalau warga sini menyebutnya Watu Kentut,” ujar Adhi sembari menunjuk batu yang basah sehabis di guyur hujan. Ia menjelaskan, warga menamai Watu Kentut lantaran pada saat tertentu, batu ini mengeluarkan bau menyerupai kentut yang menyengat.
Sekilas, batu ini terlihat seperti batu biasa. Tak ubahnya seperti batu-batuan yang lain. Tak terjamah dan penuh dengan rumbut liar. Namun, begitu didekati ada perasaan yang entah bagaimana, cukup membuat bulu kuduk merinding. “Kalau mau bicara batu ini ada penunggunya, setiap tempat dimanapun itu juga ada yang menempati,” kata Wagiman, warga setempat yang mengaku sebagai tabib, sembari menyesap rokoknya.
“Menurut pandangan manusia, batu ini memang terlihat seperti batu biasa. Tapi, beberapa orang tertentu melihatnya sebagai rumah gaib,” lanjut pria yang rambutnya sudah memutih tersebut.
Lebih jauh, Wagiman menjelaskan asal bau kentut menyengat bisa saja berasal dari makhluk gaib yang mendiami batu tersebut atau berasal dari tanaman entut-entutan yang berada di sekitar batu. “Kalo mau melihat dari sisi gaib ya monggo, kalo mau melihat dari sisi rasionalnya ya silakan,” katanya.
Masih menurut Wagiman, bukan hanya kuntilanak yang mendiami kawasan ini. Ada juga sosok dari bangsa peri: lelembut berparas wanita cantik, sundel bolong dengan lubang di punggung penuh belatung, dan londo ireng: sosok berperawakan hitam tinggi besar.
Sekitar lima belas menit di sini, tidak ada hal-hal aneh yang terjadi selain perasaan merinding itu sendiri. Merasa tidak ada hal-hal ganjil, kami bergegas kembali.
Di tengah perjalanan, wartawan RADARSEMARANG.COM melihat daun yang bergerak sementara pohon di sekitar tidak bergerak. Tidak ada angin ataupun faktor lain yang menggerakannya. “Kalau mas bisa lihat, ada mbak-mbak berbaju putih yang duduk di sana,” ujar Adhi dengan santainya sementara si wartawan sudah deg-deg-serr, mengkis-mengkis. (cr2/ton)