RADARSEMARANG.COM, Galuh Fatma Hedianti terpikat tarian tradisional sejak kecil. Sejak usia dini, perempuan 25 tahun ini mulai belajar tari, khususnya tari tradisional. Hal itu senada dengan kultur keluarganya yang memiliki sanggar seni bernama Sanggar Putra Budaya. Sanggar di Kecamatan Batang tersebut cukup terkenal di Kabupaten Batang. Berdiri sejak 1974.
“Saya melanjutkan kecintaan saya terhadap tari tradisi dengan mengikuti berbagai perlombaan tari, mulai mewakili daerah hingga provinsi,” ujar mahasiswi S3 Pendidikan Seni Pascasarjana Universitas Negeri Semarang (Unnes) ini kepada RADARSEMARANG.COM.
Ia mengatakan, selain menjadi hobi, menari juga menjadi media untuk melepaskan penat dari rutinitas.
Galuh menyebutnya sebagai healing terbaik bagi dirinya. Sebagai pengajar di Sanggar Putra Budaya, kini rutinitasnya dilakukan setiap minggu pagi di sanggar. Materi tari tradisional tetap menjadi kesukaannya untuk diajarkan.
“Saya suka tari tradisional, karena cukup dalam makna dari setiap ragam geraknya,” kata Galuh.
Sejak kecil, Galuh sudah mengikuti berbagai perlombaan dan festival. Mulai dari tingkat daerah hingga internasional. Momen yang tidak pernah dilupakannya adalah saat membawakan tari Babalu di Singapura dan Malaysia.
Saat itu, ia mengikuti Sister School atau ajang pertukaran pelajar saat masih SMP. “Tari Babalu merupakan tarian khas Kabupaten Batang,” ujarnya.
Menurut Galuh, saat ini butuh pelestarian dan pewarisan Tari Babalu tersebut. Agar tidak tergerus oleh tari-tarian dari luar yang lebih dekat dengan kehidupan anak sekarang.
“TikTok menjadi salah satu media yang baik dalam mengekspresikan tari, karena melihat anak sekarang memang digital native. Dengan TikTok, mereka akan lebih mudah dalam mengapresiasi dan mengekspresikan tari,” ucapnya. (yan/aro)