RADARSEMARANG.COM, Bagi generasi milenial, tari tradisional dianggap sesuatu yang kuno. Tapi berbeda dengan Putri Indah Kumara. Dara 21 tahun ini justru memilih tari tradisional sebagai hobinya. Mahasiswi semester enam Ilmu Komunikasi Universitas Semarang (USM) ini menyukai tari tradisional sejak kelas tiga SD.
“Karena aku anaknya aktif ya. Jadi, dulu waktu kecil sering joget-joget. Dari situ, ibuku yang meminta untuk coba daftar ke sanggar tari. Hanya karena ingin melihat anaknya punya kesibukan,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Selama menggeluti seni tari, Mara –sapaan akrabnya– mendapatkan banyak pelajaran tentang kehidupan. Seperti diajarkan tentang kemandirian, olah rasa, olah jiwa, hingga memahami karakter seseorang melalui tari. Selain itu, ia juga belajar menciptakan pola gerakan sendiri yang membuatnya paham akan arti kesabaran.
“Banyak hal yang aku pelajari dari tari. Tapi, yang terpenting ada tiga hal, yakni mandiri, sabar, dan mengerti. Itu yang membuatku semakin ingin terus mendalami kesenian, khususnya seni tari,” ucapnya.
Salah satu yang menjadi inspirasinya adalah maestro tari asal Jogjakarta Didik Hadiprayitno atau Didik Nini Thowok. Ia mengaku, sewaktu kecil sering menonton pertunjukan Didik Nini Thowok melalui layar televisi.
Bagi dara kelahiran 7 September 2001 ini, seni tari merupakan seni tentang kebebasan berekspresi yang membuatnya bisa bebas bergerak tanpa adanya batasan. Di dalam gerak tersebut, kata dia, akan menyampaikan sebuah rasa ataupun cerita.
“Kalau kesenian lain menyampaikan tujuannya melalui ucapan atau tindakan. Nah bagiku seni tari media penyampaiannya adalah melalui gerakan,” terangnya.
Yang perlu diperhatikan dalam seni tari tradisonal, menurut Mara, adalah gerak dasar, meliputi cara ngiting, nyempurit, ngruji , dan mendak.
“Selain itu, ada tentang disiplin gerak, yakni berfokus pada tempo gerakan badan dengan ritme musik,” kata Mara yang pernah tampil berkolaborasi dengan Didik Nini Thowok, idolanya. (cr6/aro)