RADARSEMARANG.COM, Bagi Tri Utamy, menari bukan sekadar gerakan, melainkan penyaluran emosi. Mahasiswi jurusan Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang ini mengaku gemar menari sejak TK.
Hobinya itu berlanjut hingga SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Gadis kelahiran 27 Januari 2000 ini mengatakan, menari adalah bentuk ekspresi diri seseorang.
“Ketika aku marah, sedih atau senang, aku melampiaskan itu dengan gerakan tari,” ungkapnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Baginya, perpaduan musik dan gerakan dalam tari memancing adrenalin. Ia bisa mengeksplor gerakan sebagai gambaran dari perasaan yang dialami.
“Menari bukan sekadar gerakan tubuh yang indah, tapi ada emosi di situ. Ketika menari, tubuhku berbicara melalui gerakan, dan mataku berbicara melalui ekspresi,” terangnya.
Dara yang akrab disapa Tamy ini kerap mengikuti berbagai kegiatan tari hingga sekarang. Tak terhitung sudah berapa event yang pernah diikuti, mulai dari ekstrakurikuler, lomba, apresiasi seni, hingga undangan job ke berbagai acara formal dan non-formal.
Tamy mengaku, menari juga membantu psikisnya tetap terkendali. Karena dengan tari, semua emosinya bisa tersalurkan.
“Aku sangat menikmati setiap gerakan saat aku menari. Karena setiap gerakan memiliki makna,” ungkapnya.
Bagi Tamy, tantangan terbesar dalam menari adalah chemistry antarpenari. “Karena kalau perform itu kan bareng tim, jadi harus ada chemistry di situ. Mau sebagus apapun gerakan atau power-nya, kalau nggak ada chemistry ya jadinya jelek,” jelasnya.
“Selain itu, kita harus bisa mengontrol ego, karena dalam setiap diri penari itu pasti ada yang ingin mendominasi,” tambahnya. (mg17/aro)