RADARSEMARANG.COM, Aisyiyah Kusumastuti mulai belajar menari sejak SMA. Setidaknya dibutuhkan waktu hingga lima bulan agar bisa luwes. Sebelumnya, ia mengikuti ekstrakurikuler basket. Karena terkendala waktu, ia akhirnya memutuskan untuk keluar dari basket, dan lebih fokus ke tari. Beruntung, orang tuanya sangat mendukung dan mengapresiasi pilihannya ini.
Mahasiswi semester 8 jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Universitas Negeri Semarang (UNNES) ini belajar di Sanggar Kridha Hambeksa. Setelah luwes, Aisyiyah kali pertama pentas waktu pelepasan kelas XII. Waktu itu, ia menari Tari Remo bersama teman-temannya.
“Setelah pentas tersebut, banyak mendapat job. Bahkan, diajak Dinas Pariwisata untuk mengikuti festival dan kirab,” katanya bangga.
Karena itulah, ia semakin memperbanyak belajar jenis tari. Untuk tari tradisional, ia belajar Tari Remo dan Tari Gambyong. Sedangkan untuk tari kreasinya, ia mendalami Tari Nyi Tandak dan Tari Pepes. “Paling berkesan saat menari Tari Pepes, soalnya energik gitu,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Aisyiyah menambahkan, setelah kuliah ia kemudian masuk di Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Tari. Ia mengaku sempat kaget, sebab teman-temannya berasal dari jurusan tari yang tentu lebih lihai dibanding dirinya. Meski begitu, ia tak patah arang, dan berusaha mengimbangi.
Ia menilai, asal ada niat pasti ada jalan, karens semua butuh proses, tidak bisa instan. “Alhamdulillah gak ketinggalan jauh. Cara buat mengimbangi, saya belajar di kos dan nonton tarian di YouTube,” jelas dara kelahiran 15 September 1998 ini.
Ke depan, ia masih ingin belajar jenis tari lainnya. Seperti Tari Pendet asal Bali. Menurutnya, teknik tari Bali beda dengan tarian Jawa. Apalagi Bali masih sangat kental budayanya.
“Masih ingin melanjutkan sebenarnya, tapi karena ini masih pandemi, dan sanggar juga masih tutup, jadi sementara libur dulu,” ucapnya (ifa/aro)