RADARSEMARANG.COM,Nyaris separo hidupnya dihabiskan di pondok pesantren. Menimba ilmu agama. Annisa Isnaini merasakan kebersamaan yang indah di pondok pesantren.
“Senangnya kalau di pondok itu dapat saudara seatap dari mana-mana. Suasana ramai, damai. Juga bisa ngaji langsung sama Pak Kiai dan Bu Nyai,”ujarnya menceritakan pengalaman jadi anak pondok kepada RADARSEMARANG.COM.
Tak dipungkiri kadang muncul rasa bosan. Namun harus tetap semangat demi mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Maklum mahasiswa S2 Ilmu Alquran dan Tafsir Unsiq Jateng di Wonosobo ini sudah masuk pesantren sejak 2007.
Kala itu, gadis kelahiran Manokwari, Papua Barat tersebut baru lulus sekolah dasar. Mondok pertama di Ponpes Gontor. Lalu berlanjut di Pondok Nurul Hasan Magelang sejak 2013-2016. Kemudian 2016 sampai sekarang di Pondok Ittihadut Thalibin, Kalibeber, Wonosobo.
Bila rindu dengan orang tuanya yang tinggal di Manokwari, ia mengaku sedih juga. Untunglah, kawan-kawan sepondoknya mayoritas baik. Sehingga membuatnya selalu terhibur. Di sela waktunya yang padat antara mengaji, dan kuliah, ia masih mengajar di sebuah bimbingan belajar (bimbel) di Wonosobo.
“Setiap pagi ngaji di pondok. Lalu jam 08.00 sudah harus berangkat ke bimbel sampai Azar. Lalu ke kampus bantu-bantu dosen. Pulang ke pondok, fokus ngaji,”terangnya. (lis)