RADARSEMARANG.COM – Sejak remaja, Zelfani Ramadhan mengaku gemar belajar bahasa asing. Ketertarikannya itu mengantarkan Zelfani pada impian untuk bisa merasakan hidup di luar negeri. Berkat tekad kuat yang disertai doa, Fani -sapaan akrabnya- berhasil mewujudkan mimpinya dengan menjadi relawan asing di Jerman.
“Aku suka belajar bahasa asing sendiri sejak SMP, mulai dari bahasa Inggris, Korea, hingga Perancis. Waktu itu belum kepikiran belajar bahasa Jerman,” ujar alumni Universitas Diponegoro (Undip) jurusan D3 Bahasa Inggris ini kepada RADARSEMARANG.COM.
Semasa kuliah, lanjutnya, gadis asal Semarang ini berkesempatan magang di sebuah organisasi non-pemerintahan asal Semarang bernama Dejavato Foundation. Di situlah awal mula Fani mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan.
“Motivasiku tumbuh ketika magang. Aku dipercaya menjadi leader bagi para relawan asing yang melakukan kegiatan sosial di Bali dan Lampung. Karena sering interaksi dengan orang asing, aku jadi makin bertekad untuk bisa ke luar negeri,” papar gadis kelahiran Maret 1994 ini.
Rezeki pun tak kemana. Setelah menyelesaikan studinya, putri sulung dari pasangan Agus Sunyoto dan Subekti ini mendapat informasi dari tempat magang lamanya bahwa ada pendaftaran program relawan di Jerman. Ia pun tak ingin melewatkan kesempatan emas ini.
“Pas tahu ada program relawan ke Jerman, aku langsung daftar. Apalagi sebagian biayanya di-support pemerintah Jerman atau half-funded. Aku makin semangat. Walaupun sempat ada masalah di bagian Imigrasi, aku tetap melanjutkan,” jelasnya.
Dara 26 tahun ini bercerita, kegiatan yang ia lakukan berupa projek sosial bernama Youth Farm atau dalam bahasa Jerman disebut Jugendfarm. Program tersebut dilaksanakan pada September 2016 hingga Agustus 2017 silam. Fokus kegiatannya yaitu bidang peternakan.
“Aku bertugas mendampingi anak-anak usia SD sampai SMA untuk belajar beternak dan berinteraksi dengan hewan. Gimana cara memberi makan, mengganti jerami, dan sebagainya. Bahasa sempat jadi kendala karena mereka sehari-hari berbahasa Jerman. Sedangkan aku awal-awal masih belum bisa,” terang gadis yang kini telah bekerja di Cedar Brook International ini.
Fani mengaku sempat pesimistis apakah dirinya mampu bertahan di Jerman selama satu tahun atau tidak. Selain ia tak memiliki dasar kemampuan bahasa Jerman, ia juga pernah diterpa culture shock dan perasaan homesick.
“Masalah pasti selalu ada, tapi aku belajar untuk mengatasinya. Awalnya aku nggak bisa bahasa Jerman sama sekali, nyatanya lama kelamaan aku bisa, 60-70 persen lah,” bebernya. Menurutnya, keinginan besar untuk belajar hal baru adalah kunci mengatasi permasalahannya itu. (mg4/ida)