RADARSEMARANG.COM, SEJAK kecil, Nur Asriyani sudah dikenalkan dengan musik keroncong. Kala itu, ia masih duduk di bangku kelas tiga SD. “Awalnya justru ibu yang suka. Karena sering diputarkan lagu keroncong, lama-lama aku jadi tertarik,”katanya kepada RADARSEMARANG.COM, Rabu (29/4).
Inung – sapaan akrabnya – bisa dibilang tumbuh di lingkungan keluarga seniman. Kedua orang tuanya menyukai keroncong. Begitupun dengan kakek dan neneknya, menyukai musik gending atau biasa disebut gendingan. “Sampai aku ikut lomba keroncong dan keluar sebagai juara. Dari situ, aku tambah senang lagi dengan keroncong,”imbuh gadis asli Purwokerto ini.
Sampai masuk ke perguruan tinggipun, ia mengambil jurusan Pendidikan Seni Musik. Inung memilih Universitas Negeri Semarang (Unnes) untuk mengasah kemampuannya. Kerap kali, ia bernyanyi lagu keroncong dengan para dosennya. “Kalau ada orkestra dan lagunya keroncong pasti aku ikut nyanyi. Acara kampus seperti Hari Musik Dunia, aku beberapa kali ikut tampil dengan orkes keroncong sendratasik Unnes,” ujar dara berzodiak Aries ini.
Dari situlah, ia mulai terkenal sebagai mahasiswa yang mengangkat musik keroncong. Inung turut tampil dalam konser “Sing Penting Keroncong” dengan RRI sebagai penyelenggara. Tak hanya itu, event dies natalis serta acara di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) pernah ia ikuti.
“Banyak banget lagu yang aku bawa. Seperti Keroncong Tanah Air, Nusantara Indah, Indonesia Jelita, Bhaktimu Kartini, Pastorale, Bhakti, dan Keroncong Imajinasi. Ada juga Keroncong Stambul Tinggal Kenangan, Stambul Tretes Raya, dan Stambul Patah sebelum Sampai,”jelasnya dengan runtut.
Musik keroncong baginya seperti separo jiwanya. Image tentang penyanyi keroncong yang kuno, kurang pergaulan (kuper), old style, tidak berlaku baginya. Ia sudah berjanji untuk menciptakan ciri khas sendiri dalam membawakan musik keroncong.
“Aku lebih mengutamakan ke luk atau semacam cengkok keroncong. Istilah luk itu bagian dari paten keroncong. Setiap penyanyi punya cengkok yang beda,”kata Inung. (avi/aro)