RADARSEMRANG.ID,- Jesika Sakinah Amanda atau akrab dipanggil Jeje sangat peduli dengan budaya tradisional, khususnya tari. Remaja kelahiran 21 April 2001 ini sudah menekuni seni tari sejak SMP.
Sejak kecil ia mengaku tertarik dengan pertunjukan tari di daerahnya. Hal itulah yang mendorong orang tuanya memasukkan Jeje ke salah satu sanggar tari di Wonosobo.
Jeje mengatakan, bakat menarinya bisa jadi mengalir dari darah neneknya yang juga penari.
Meski sekarang sudah kerap tampil menari di berbagai acara di Wonosobo maupun luar kota, ia mengaku semua itu tidak dicapai dengan mudah. Perlu ketekunan dan tekat pantang menyerah dalam berlatih menari. “Kalau kita cuma ikut-ikutan, pasti tidak akan bisa. Meski tidak punya bakat, tapi orangnya tekun dan mau belajar, pasti bisa. Dan semua itu tidak bisa dipaksakan, tapi harus dari kemauan diri sendiri,” ungkapnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Awalnya, dia mengaku kesulitan dalam berlatih menari. Selain butuh ketekunan dan kesabaran ekstra, ia mengaku kesulitan membagi waktu antara sekolah dan berlatih tari.
Pengalaman pahit pernah dirasakan. Cedera kaki pernah dialami saat menari ataupun masalah teknis ketika tampil dalam sebuah pertunjukan. Jeje mengatakan, kakinya pernah melepuh karena di sebuah acara pertunjukan harus menari di jalan aspal di tengah terik matahari tanpa alas kaki.
“Tariannya jadi gak maksimal dan amburadul, karena semua penari mengalami hal yang sama,” kenangnya sambil tersenyum.
Namun hal-hal seperti itu menjadi pengalaman tersendiri di hidupnya. (git/aro)