RADARSEMARANG.COM – Dunia sinematografi kini digeluti banyak orang, terutama kalangan muda. Seiring perkembangan zaman, mempengaruhi proses produksi hasil karya film Indonesia. Berikut bincang-bincang wartawan RADARSEMARANG.COM, Puput Puspitasari dan Rosanti Melyani dengan Cinematographer, Ahmad Maulana Ghufar.
Bagaimana karakteristik sinematografi film Indonesia saat ini?
Sebenarnya, tidak ada ciri khusus dari film antarnegara Indonesia, Malaysia, dan lainnya. Karena karakteristik ini berbicara tentang pengambilan gambar secara visual yang merepresentasikan film tersebut. Maka karakteristik itu menyesuaikan dengan tema atau alur cerita yang diangkat. Misalkan, kalau film itu mengangkat tema alam, nanti banyak menggunakan teknik pengambilan gambar wide shot, extreme wide shot untuk memperlihatkan suasana serta keindahan disana. Sedangkan film horor, lebih sering menggunakan teknik close up untuk memperkuat kesan horor dari hantunya. Kalau film thriller banyak adegan berlari. Kalau film romance, akan close up antara pasangan.
Sejauh mana tingkat kesulitan dalam memproduksi film?
Tingkat kesulitan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Yang pertama, jenis film yang diangkat atau genre film. Kedua, alat yang dibutuhkan dan digunakan. Ketiga, seberapa menantangnya tata lokasi, karena tiga faktor tersebut sangat berkaitan dengan alur ceritanya. Selain itu, kendala juga sering ditemui di praproduksi. Disitu memerlukan effort yang cukup tinggi untuk menggiring aktor maupun aktris agar sesuai dengan arahan kita.
Apakah teknik dalam produksi film mengalami perubahan dari masa ke masa?
Semakin berkembangnya teknologi, alat produksi akan mengikuti. Artinya semakin kesini, alat-alat semakin canggih dan memadai. Untuk teknik berubah, namun tidak signifikan. Contohnya di film Black Panther, menggunakan teknik rotasi 180 derajat yang belum pernah ada sebelumnya.
Apakah setiap tahun tren film itu berubah? Tren saat ini seperti apa?
Tren film itu tidak dipengaruhi dari genre, melainkan sesuai dengan apa yang terjadi di tahun itu. Misalnya, di tahun 2020 banyak film yang ditunda, karena tidak bisa ditayangkan di bioskop. Akhirnya Disney dan lainnya mengeluarkan platform-platform yang bisa disaksikan dari rumah, seperti Disney Plus, Netflix, dan lainnya. Biasanya mereka menayangkan film seri yang hanya bisa ditonton dari aplikasi tertentu saja. Jadi, tren itu berubah seiring berjalannya apa yang terjadi saat itu.
Untuk pemula, langkah apa yang harus diperhatikan untuk mulai produksi film?
Pemula harus memperhatikan, bahwa esensi film adalah sebuah media penyampaian pesan yang dikemas melalui audio visual. Bukan hanya untuk menjual gambar atau sinematografi. Harus ada pesan atau cerita yang disampaikan. Sering ditemui bahwa filmmaker itu berangkat dari keahlian editing, bukan kemampuan bercerita. Karena dalam film yang paling fundamental adalah cerita. Jadi sebuah film kalau visualnya kurang bagus, namun ceritanya jelas, itu masih bisa dimaafkan. Namun jika gambar bagus, cerita tidak bagus itu tidak bisa dimaafkan.
Apakah memproduksi film memungkinkan menggunakan handphone (HP)?
Tentu saja bisa. Menurutku alat bukan menjadi batasan untuk berkarya. Terpenting dalam produksi film adalah pesan dan pendalaman tema yang diangkat. HP sekarang semakin canggih, tidak menutup kemungkinan menghasilkan sebuah karya yang menakjubkan. Selain itu, tergantung dengan penggunanya. Jika bisa memainkan fitur-fitur yang ada, pasti hasilnya akan maksimal.
Bagaimana standar alat untuk memproduksi film?
Sebenarnya standar dari alat itu tidak ada. Menurutku, kembali lagi ke cerita. Dari cerita itu, kita atau kru akan tahu alat apa saja yang dibutuhkan. Karena setiap genre itu beda. Contohnya horror, alat yang harus diperhatikan adalah lighting dan kamera yang bisa menangkap gambar dengan maksimal. Kemudian kalau film action membutuhkan stabilizer. Karena adegannya sangat aktif. (*/ida)