RADARSEMARANG.COM – Perdagangan dan pemeliharaan hewan dilindungi secara ilegal masih sering terjadi hingga kini. Karena itu, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah terus memantau dan menjaga habitat hewan tersebut. Berikut bincang-bincang wartawan RADARSEMARANG.COM Miftahul A’la dengan Kepala BKSDA Jawa Tengah Darmanto.
Banyak masyarakat yang tertarik melakukan penangkaran hewan yang dilindungi, bagaimana pendapat anda?
Masyarakat sudah mulai banyak yang sadar. Dalam beberapa tahun terakhir, kasus jual beli hewan dilindungi secara ilegal sudah mulai berkurang. Ini membuktikan jika kesadaran masyarakat sudah mulai bagus. Banyak yang sudah sadar. Kendati begitu, memang masih ada yang memperdagangkan dan memelihara hewan dilindungi secara ilegal. Meski Undang–Undang (UU) nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya pasal 21 ayat 2 menyebutkan setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun mati. Jika melanggar ada hukuman pidana.
Biasanya hewan apa saja yang diperjualbelikan secara ilegal?
Di Jawa Tengah ada beberapa kasus perdagangan dan pemeliharaan hewan dilindungi yang dijual ilegal dari berbagai jenis. Mulai perdagangan elang Alap Nipon, Elang Tikus, Owa Jawa, Kakatua Raja, Rusa, Buatan serta Jalak Bali.
Modusnya cukup beragama. Bahkan beberapa kasus diperjualbelikan melalui media online. Untuk mengelabui petugas, biasanya dijual di beberapa tempat-tempat umum seperti pasar dan terminal.
Boleh tidak memelihara dan menjual hewan dilindungi?
Sebenarnya pemerintah tidak melarang masyarakat, jika ingin memelihara dan memperdagangkan hewan dilindungi. Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.19 tahun 2015 tentang penangkaran tumbuhan dan satwa liar yaitu satwa yang berada pada unit penangkaran. Jadi yang bisa dipelihara dan diperjualbelikan keturunannya.
Satwa yang dihasilkan dari unit penangkaran dari hasil pengembangbiakan generasi kedua (F2) dan generasi berikutnya. Selain itu, harus memegang izin penangkaran secara resmi. Itu untuk memudahkan penelusuran asal-usul (tracking) spesimen hasil penangkaran, penandaan dilengkapi dengan sertifikat resmi.
Apa yang dilakukan untuk menyadarkan masyarakat?
Sebagai upaya pencegahan perdagangan satwa dilindungi ilegal, BKSDA terus melakukan sosialisasi dan pendampingan. Saat ini setidaknya ada 470 penangkaran satwa dilindungi dengan 155 jenis satwa. Mulai dari mamalia, reptil serta penangkaran aves (jenis burung). Khusus penangkaran aves jumlahnya yang paling banyak ada di Klaten.
Selain melengkapi dan memiliki izin, penangkar juga berkewajiban untuk pengembalian ke habitatnya (restocking) satwa dilindungi ke alam asalnya. Pihaknya terus memantau dan mengawasi peredaran hewan dilindungi di Jateng. Sebab, jika hewan dilindungi diperdagangkan ilegal, tentu mengancam spesies di alamnya. Makanya kami terus mengawasi dan berupaya melindungi satwanya. Karena jika sudah punah tentu anak cucu tak akan bisa menikmatinya. (*/ida)