31 C
Semarang
Wednesday, 16 April 2025

Ibarat Paku, Santri Itu Menyatukan Perbedaan dan Merekatkan Umat

Hari Santri di Tengah pandemi Covid-19

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Peringatan hari santri tahun ini masih diselimuti pandemi Covid-19. Kemeriahan pawai dan seremoni oleh para santri tidak lagi terasa kali ini. Lantas bagaimana harus menjiwai hari santri di tengah kondisi seperti ini? Berikut bincang-bincang wartawan RADARSEMARANG.COM Dewi Akmalah dengan Ketua Faksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jateng Syarif Abdillah.

Apa makna dari peringatan Hari Santri kali ini?

Hari Santri diresmikan Presiden Joko Widodo pada 2015 lalu sebagai penghargaan atas jasa para kiai dan santri dalam mengawal kemerdekaan serta baktinya yang sangat besar bagi negeri ini.

Penetapan Hari Santri 22 Oktober ini disesuaikan dengan tanggal bersejarah tahun 1945, yaitu keputusan Resolusi Jihad dari para kiai dan santri se-Jawa dan Madura. Selama dua hari, tanggal 21 sampai 22 Oktober 1945, para kiai dan santri se-Jawa dan Madura berkumpul untuk memikirkan bangsa ini supaya terbebas dari para penjajah. Perkumpulan yang melahirkan Resolusi Jihad itu telah mengubah nasib bangsa, dari yang masih berada dalam cengkeraman penjajah menjadi merdeka sepenuhnya.

Sejauhmana peran santri di tengah masyarakat saat ini?

Peran para kiai, santri, dan masyarakat pesantren sangat besar. Sejak dulu, mereka tidak hanya memikirkan dan mengabdi kepada umat dalam keagamaan semata. Lebih dari itu, mereka juga turut memikirkan bangsa ini secara keseluruhan. Terbukti mereka selalu menjadi mediator dan juru damai dari berbagai perbedaan di masyarakat. Baik masalah perbedaan pemahaman agama, perbedaan pilihan politik, ekonomi dan lainnya.

Sejauhmana pemaknaan peringatan Hari Santri di tengah pandemi Covid-19 tahun ini?

Memang seremoni Hari Santri yang biasanya dirayakan, saat ini harus menerapkan protokol kesehatan karena pandemi Covid-19. Namun, bukan berarti momentum untuk mengingat, mempelajari dan meneladani para kiai dan santri terdahulu menjadi ikut hilang. Semangat itu harus tetap ada, meskipun perayaannya berbeda.

Bagaimana pesan anda kepada santri di masa mendatang?

Sama seperti pesan yang disampaikan oleh salah satu pendiri pondok pesantren tertua di Indonesia, Pondok Pesantren Lirboyo Kediri kepada para santrinya. Bahwa santri harus bisa menjadi seperti paku di masyarakatnya. Maksudnya, paku itu bisa merekatkan semua kayu yang berukuran besar dan kecil, yang mengarah ke kanan, kiri dan yang lainnya, semua bisa direkatkan. Jadi santri harus mempertemukan dan merukunkan masyarakat dengan beragam kepentingannya dalam satu ukhuwwah atau persaudaraan. (*/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya