RADARSEMARANG.COM – Di tengah pandemi, pendapatan cukai rokok Kantor Bea Cukai Semarang justru meningkat. Pendapatan melampaui target. Berikut wawancara wartawan RADARSEMARANG.COM Alvi Nur Janah dengan Kepala Kantor Bea Cukai Kota Semarang Sucipto.
Sejauh ini, berapa pendapatan cukai rokok di Semarang?
Kantor Bea Cukai Semarang mengawasi Semarang, Demak, Kendal, Salatiga, dan Boyolali. Kalau kontribusi cukai hasil tembakau (rokok), sampai September sudah mencapai Rp 2,1 triliun. Padahal, target tahun ini hanya Rp 1,7 triliun. Artinya, yang didapat saat ini sudah melampaui target. Khusus Demak, menduduki urutan pertama penyumbang pendapatan. Sebab, di sana ada empat pabrik rokok besar yang terus produksi rokok secara rutin. Urutan kedua diduduki oleh Semarang. Secara garis besar, ada enam perusahaan besar di bawah kendali bea cukai yang menyumbangkan 95 persen lebih cukai rokok.
Apa prosedur yang selalu rutin dijalankan Bea Cukai Semarang?
Untuk yang rutin, bea cukai selalu mengawasi kondisi pabrik. Baik dalam produksi dan distribusinya. Termasuk penjualannya itu juga kita awasi. Di Semarang, kebetulan ada peningkatan yang cukup signifikan. Baik dari cukai hasil tembakau, rokok, cerutu, tembakau iris (yang dijual plastik-an), vape, dan rokok daun. Kalau di Semarang, rokok ada sigaret kretek tangan, sigaret kretek mesin dan sigaret putih tangan. Kalau dari sisi produksi, petugas rutin mengawasi secara fisik. Produksi rokok di pabrik rutin dipantau dan diawasi. Dengan cara, pihak perusahaan wajib melaporkan perihal laporan produksi. Dilakukan selama sebulan dua kali atas produksi rokok yang dibuat.
Apakah langkah pengawasan sebagai bentuk menghambat peredaran rokok ilegal?
Ya, betul. Hingga kini, yang masih menjadi kendala selain peredaran rokok ilegal adalah tarif cukainya sudah mahal dari awal. Kalau tarifnya mahal, otomatis perusahaan harus bayar mahal per batang rokoknya. Nanti konsumenpun akan merasa berat. Sehingga konsumen memilih beralih kepada rokok lain yang lebih murah. Ini terjadi ditahun ini, dimana ada kenaikan tarif rokok. Terutama di rokok golongan satu. Dengan adanya pengawasan, kita bisa melihat kondisi pabrik rokoknya. Rata-rata kondisi pabrik sama kapasitasnya. Secara garis besar mencapai batas maksimal atau dalam kondisi tetap memproduksi rokok. Ambil contoh, rata-rata tiga hari melinting itu bisa menghasilkan 3.000-5.000. Satu pekerja bisa menghasilkan maksimal 5.000 linting.
Rokok golongan berapa yang menjadi penyumbang terbesar?
Penyumbang terbesar hasil cukai rokok di golongan satu. Karena golongan satu dikelola oleh perusahaan besar. Dari sisi jumlah produksi sudah banyak dan besar-besaran. Sumbangan cukainya juga tinggi, hingga 90 persen lebih. Meski tinggi, sisi positifnya adalah penerimaan cukai bertambah.
Sisa dua bulan ke depan, apa target yang ingin dicapai?
Dari sisi hasil rokok (tembakau) kita berusaha memberikan kemudahan kepada pabrik. Sebagai contoh, ada penundaan pembayaran cukai. Jadi, perusahaan mengambil pita cukai, membayarnya nanti dua bulan kemudian. Itu minimal bisa meringankan cash flow. Hanya ditunda saja dalam segi pembayaran. Sembari kita lihat persyaratannya. Kedua, banyak pabrik kecil yang produksinya sudah menurun. Mereka memang masih susah bersaing apalagi untuk pabrik rokok golongan tiga. Selain penerimaan, kita juga ada fasilitas untuk industri kecil. Kita dorong untuk tetap maju. Khusus industri kecil, yang produknya di ekspor tapi bahan bakunya impor. Kami bebaskan biaya masuk dan pajaknya. (avi/ton)