30.6 C
Semarang
Tuesday, 6 May 2025

Terabaikan Keluarga dan Lingkungan Jadi Anak Punk

Cuek dengan Lingkungan, Dirinya Sendiri, dan Masa Depan

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Anak punk yang berasal dari lintas daerah, kerap dianggap meresahkan masyarakat. Penampilan yang urakan penuh tato menciptakan rasa takut bagi orang sekeliling. Keberadaannya juga menciptakan kesan kumuh. Berikut bincang-bincang wartawan RADARSEMARANG.COM Riyan Fadli dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Batang Ahmad Fatoni.

Meski sudah sering ditertibkan, namun anak punk masih banyak yang berkeliaran di jalanan?
Anak punk merupakan anak-anak yang terabaikan oleh keluarga dan lingkungannya. Hanya karena melawan kebudayaan di lingkungannya sendiri. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Batang melalui Satpol PP kerap melakukan razia anak punk setiap pagi dan sore.
Razia anak punk di jalanan hingga saat ini masih berlangsung di Batang. Ini merupakan arahan dari Bupati Batang Wihaji untuk meminimalisasi persebaran anak punk di Batang yang dirasa sangat mengganggu dan meresahkan.

Penindakan terhadap anak punk seperti apa?
Setelah diamankan dan ditangkap, anak punk dikembalikan kepada orangtuanya masing-masing. Anak punk yang sudah terjaring razia berasal dari berbagai daerah, baik dari dalam maupun luar Batang. Saat mengantar anak punk dari Kecamatan Wonotunggal kemarin, kami kembalikan ke orang tuanya melalui lurah di daerah tempat tinggal masing-masing. Kebanyakan orang tuanya bukan kategori broken home atau kesulitan ekonomi. Banyak yang orang tuanya sayang kepada anak-anaknya.
Ada beberapa anak yang sudah dikembalikan kepada orang tuanya dan sadar. Tapi ada juga yang kembali menjadi anak punk, walaupun kami sudah melakukan pembinaan secara terus menerus. Sempat ada anak yang kami kembalikan ke orang tuanya menangis. Tapi kadang mereka juga tidak sadar dan kembali ke jalan dengan kelompok anak punk lainnya.

Mengapa jumlah anak punk semakin marak di Batang?
Kemungkinan orang-orang Batang lebih ramah. Salah satu contoh, ketika mereka datang ke Batang dan tidak membawa uang, ada warung yang membuka sarapan sedekah setiap hari Jumat. Mereka makan di sana gratis, padahal untuk orang miskin sekitar sana. Kemudian di Batang banyak tempat yang teduh sehingga membuat nyaman untuk beristirahat.

Sebenarnya sejauh mana tujuan hidup mereka?
Tujuan hidupnya menginginkan kebebasan. Padahal kebebasan yang mutlak itu tidak pernah ada. Pergaulannya cenderung ke arah negatif, mengonsumsi minum-minum beralkohol, ngelem, dan di usia 15 tahun sudah bersetubuh. Anak punk punya jalan pikirannya sendiri, ingin merasa bebas. Mereka salah pergaulan.
Mereka sangat membahayakan negara. Menjadi warga negara yang tidak peduli terhadap negaranya. Cuek dengan lingkungan, cuek dengan dirinya sendiri, dan cuek dengan masa depan. Ini menjadi beban negara kalau tidak segera diedukasi dan berubah menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat.
Pernah, waktu itu saya menegur anak punk yang usianya seumuran anak SMA. Ketika saya tegur, anak punk itu menjawab kalau dirinya tidak ngamen atau minta-minta. Mereka hanya duduk-duduk saja. Padahal kegiatan itu sangat meresahkan. Pakaian mereka tidak mencerminkan budaya Indonesia. Mereka membuat orang takut. (*/ida)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya