RADARSEMARANG.COM, Belum semua masyarakat paham dengan hukum. Banyak masyarakat yang berhadapan dengan hukum tapi tidak mendapatkan pendampingan yang memadai bahkan tak jarang berupa kriminalisasi. Berikut bincang-bincang wartawan RADARSEMARANG.COM Joko Susanto dengan Direktur LBH Ratu Adil Taufiqurrahman.
Bagaimana ide awal mendirikan LBH Ratu Adil?
Awalnya miris melihat penanaganan perkara tindak pidana narkotika yang menjerat warga Pekalongan pada 2015 lalu, hingga akhirnya orang tersebut divonis pidana 4 tahun penjara. Di situ saya terbesit niat mendirikan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kejadiannya itu awalnya klien saya dituduh sebagai orang yang melaksanakan transaksi narkotika. Padahal cerita sebenarnya dia bukan yang melakukan transaksi, melainkan HP-nya waktu itu dipinjam temannya, dan temennya itu yang melakukan transaksi melalui HP. Karena melihat ada transaksi narkotika melalui aplikasi whatshaap di HP itu, kemudian saat ada petugas kepolisian datang, langsung ditangkap dan diproses hingga persidangan. Jadi klien saya dianggap turut serta melakukan pemufakatan jahat. Padahal sebenarnya yang melakukan hanya temannya, namun dalam kasus itu tetap divonis pidana penjara 4 tahun. Karena ada kriminalisasi dan keprihatinan, saya tergerak untuk terus konsisten berjuang mengawal orang-orang yang bermasalah dengan hukum, dengan perjuangan agar lebih memiliki lembaga kuat didirikanlah LBH Ratu Adil.
Apa saja kiprah yang sudah diberikan kepada masyarakat?
Kami sudah berhasil menangani perkara pidana 45, perdata 10, dan tindak pidana korupsi (Tipikor) ada 2. Perkara-perkara itu kebanyakan pidana pengeroyokan, pencurian sepeda motor, penipuan, pengelapan, dan narkotika. Di sektor perdata terkait sengketa tanah dan perceraian. Untuk Tipikor semuanya menjerat kepala desa, yang merupakan kades di Pekalongan dugaan korupsi kasus dana desa dan kades di Purworejo, kasus persewaan tanah bengkok dan galian C. Mayoritas kasus itu kami tangani secara prodeo dan probono alias cuma-cuma dan gratis. Totalnya dari awal berdiri ada lebih dari 120 perkara yang berhasil kami tangani dan semua itu kebanyakan sampai perkaranya berkekuatan hukum tetap, tapi sebagian juga ada pendampingan non litigasi.
Pernah tidak mendapat ancaman?
Sebagai bagian dari penegak hukum, ancaman-ancaman merupakan hal biasa. Paling sering saya alami adalah ancaman melalui alat komunikasi. Namun kebanyakan ancaman itu hanyalah gertakan, karena tak ada realisasinya. Bentuk-bentuk ancaman itu, seperti akan dibunuh, dihajar, maupun digebuki. Bagi saya kunci keberhasilan adalah terus berbuat benar, usaha dan berdoa, karena yang mengatur hidup dan rezeki menurut saya adalah Tuhan. Toh dinegara hukum ini sudah ada polisi, jaksa, KPK, hakim, lapas, bapas, dan banyak lagi. (*/ton)