RADARSEMARANG.COM – Bagi para orang tua, khususnya warga yang tinggal di pesisir Pantai Utara Semarang tentu mengenal Taman Tirta Ria, Tanjung Emas. Dulu Taman Tirta Ria menjadi salah satu destinasi wisata air yang banyak dikunjungi warga. Namun kini taman wisata itu tinggal kenangan. Berganti menjadi kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Taman Tirta Ria berada di pesisir Kalibaru. Sekarang Jalan Yos Sudarso, Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Lokasinya di ujung pesisir Pantai Utara Semarang. Mercusuar Willem III menjadi ikon penting sebagai penanda keberadaan Taman Tirta Ria. Mercusuar itu kini masih terjaga dengan baik.
Dilansir dari Dephub.go.id, Willem III merupakan satu-satunya mercusuar yang ada di Jawa Tengah. Mercusuar setinggi 30 meter itu dibangun pada 1884 oleh Pemerintah Kolonial Belanda dalam rangka menjadikan Semarang sebagai kota pelabuhan dan dagang. Apalagi dulu Pelabuhan Tanjung Emas Semarang menjadi sarana ekspor gula ke luar negeri.
Di kawasan bekas Taman Tirta Ria kini sudah beralih fungsi menjadi gedung perkantoran bidang maritim dan tempat sandaran kapal. Namun kenangan tentang objek wisata itu masih membekas di pikiran Rohmad Hidayat. Pria yang menjadi satpam Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas 1 Tanjung Emas ini memiliki kenangan khusus saat Taman Tirta Ria masih ada.
Dikatakan Rohmad, taman wisata itu dibangun setelah Indonesia merdeka. Perkiraannya, antara 1960 hingga 1970. Rohmad mengatakan, dulunya di tempat tersebut terdapat bangunan di dalamnya terbagi dalam beberapa ruang. Di setiap ruang terdapat akuarium besar berisi ikan air laut.
Selain itu, lanjut dia, di sepanjang jalan menuju pintu masuk Taman Tirta Ria terdapat deretan kios penjual mainan, kerajinan kerang, hingga makanan dan minuman. Bahkan dulu, kata dia, setiap akhir pekan selalu diadakan bazar seperti pasar malam.
“Tahun 70-an menjadi masa jaya taman rekreasi ini, Mas. Kadang hari sabtu-minggu diadain pasar malam. Ada komedi putar dan hiburan lainnya,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Menurut Rohmad, pengunjung yang ingin ke Taman Tirta Ria harus menempuh perjalanan cukup jauh. Sebab, dulu angkutan kota (angkot) seperti bemo hanya bisa berhenti di sekitar Stasiun Tawang. Setelah itu, harus melanjutkan lagi dengan naik becak untuk sampai ke Mercusuar Willem III. Dari objek wisata itu, kata dia, pengunjung dapat melihat jembatan yang terbelah dua ketika ada kapal melintas.
Ia menambahkan, warga sekitar memiliki tradisi unik ketika anak mereka sakit. Pada pagi hari, banyak orang tua yang mengajak putra putrinya untuk berjalan di sekitar Taman Tirta Ria untuk menghirup udara air laut di sana. Sebab, hal tersebut dipercaya dapat menyembuhkan penyakit seperti batuk dan sesak napas.
“Saya dulu sering pagi-pagi diajak ayah ketika sakit. Ternyata banyak orang tua kita zaman dulu melakukan hal ini ke anak-anaknya. Jadi, sebuah tradisi unik bagi saya,” kenangnya
Diakui, hal itu sekarang juga banyak dilakukan warga di Pantai Marina Semarang. Biasanya jika anaknya batuk atau sesak nafas diajak mandi air laut. “Dulu belum ada Pantai Marina. Sehingga mandinya ya di Taman Tirta Ria ini,” katanya.
Namun pada 1980-an, Taman Tirta Ria mulai sepi pengunjung. Apalagi kawasan itu kerap dilanda rob. Selain itu, proyek Pelabuhan Tanjung Emas juga menjadi titik awal berubahnya Taman Tirta Ria menjadi tempat kapal bersandar, baik untuk membongkar maupun menaikkan muatan. “Tahun 1980-an akhir, Taman Tirta Ria ditutup. Kawasan itu dialihfungsikan menjadi pintu Pelabuhan Tanjung Emas,” jelasnya.
Kini, di lokasi Taman Tirta Ria sudah tergantikan dengan bangunan Kantor Kemaritiman Semarang. Mulai Mapolsek Kawasan Pelabuhan Tanjung Emas Semarang (KPTE), KSOP Kelas 1 Tanjung Emas, Kantor Distrik Navigasi Semarang, BMKG, hingga Balai Penangkapan Ikan. (cr6/aro)