RADARSEMARANG.COM – Berangkat dari anak seorang petani di Desa Kalirejo, Kecamatan Kangkung, Muhammad Makmun membuktikan bahwa dunia politik itu, hak semua orang. Terbukti, saat ini ia didapuk sebagai Ketua DPRD Kendal Periode 2019-2024.
Makmun juga dipercaya menakhodai DPC PKB Kendal. Dia sendiri sudah menjadi aktivis sejak SMA. Awalnya bergabung dengan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Karena kecerdasan dan kekuatannya, alumni MAN Kendal ini, pernah didapuk sebagai Wakil Ketua Cabang IPNU Kendal.
Usai lulus dari MAN Kendal, ia melanjutkan ke perguruan tinggi di IAIN (sekarang UIN) Walisongo. Tidak sekadar kuliah dan mengerjakan tugas semata, Makmun begitu aktif berorganisasi. Salah satunya di Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII).
“Saya juga menjadi Wakil Ketua PMII Cabang Kota Semarang saat itu. Sekarang saya dipercaya sebagai Ketua Ikatan Alumni (IKA) PMII Kendal,” katanya.
Selain aktif menjadi aktivis kampus, Makmun juga aktif di Gerakan Pemuda (GP) Ansor. Ia pernah menjabat sebagai Ketua PAC GP Ansor Kecamatan Kangkung. Saat aktif Ansor inilah muncul keinginan terjun di dunia politik. Makmun tergugah untuk bisa membawa perubahan dan memperjuangkan masyarakat.
“Atas dorongan dan keinginan warga serta teman-teman di IPNU, GP Ansor maupun PMII, akhirnya 2009 saya menjadi kader PKB,” tuturnya.
Ia pun mencoba peruntungan dengan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kendal pada 2009. Saat itu Makmun memang belum banyak pengalaman dan strategi dalam pemilu legislatif (Pileg).
“Tapi semangat dan dukungan teman-teman luar biasa. Bahkan mereka rela patungan sebagai biaya politik,” ujarnya.
Pengalaman politik dan usaha maksimalnya rupanya belum menghasilkan peruntungan. Makmun gagal menjadi anggota legislatif. Kegagalan tak membuatnya putus asa. Ia melakukan banyak evaluasi. Salah satunya membangun jaringan dan koneksi dengan berbagai kalangan.
“Saya memiliki prinsip, kekalahan dalam Pileg itu bukan akhir. Tapi justru jadi penyemangat untuk terus berkarya di bidang politik. Saya tidak ingin mengecewakan teman dan masyarakat yang sudah mendukung saya,” tandasnya.
Akhirnya 2014, ia kembali mencalonkan diri. Kali ini tentu dengan banyak strategi dan memanfaatkan jaringan organisasi dan pertemanan. “Alhamdulillah, berhasil mendapatkan suara banyak dan berhasil menjadi Anggota DPRD Kendal,” tuturnya.
Kariernya di politik terus naik. Dari kader, ia kemudian dipercaya sebagai Sekretaris DPC PKB. Saat ini suami dari Af’idatul Budur AH ini, menjabat sebagai Ketua DPC PKB. Bahkan selama ia menjabat, PKB Kendal berhasil mencetak sejarah dengan mendapatkan suara dan kursi terbanyak di DPRD Kendal.
Makmun mengaku, tidak memiliki latar belakang sebagai politikus. Bahkan keluarga besarnya adalah seorang petani. “Tapi pengalaman selama aktif berorganisasi mengantarkan saya bisa sampai sejauh ini,” jelasnya.
Menurutnya, dari pengalaman inilah sangat penting berorganisasi. Sebab selain mendapatkan banyak ilmu dan pengalaman, ia juga mendapatkan jaringan luas. Tentunya sebagai politisi butuh hal itu.
Baginya, politik haruslah dimaknasi positif. Sebagai upaya untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Sebab di politik bisa mewarnai kebijakan. “Persoalan adanya stigma buruk seorang politisi, menurut saya itu pribadi masing-masing atau oknum lah,” tegasnya.
Dengan menjadi Anggota DPRD, ia bisa mengawal pembentukan perda, perbup dan lainnya yang menjadi bagian pemerintah daerah. Sehingga kebijakan yang dibuat pemerintah bisa tepat sasaran dan dirasakan masyarakat.
Sukses Lahirkan Perda Pesantren
Salah satu kebijakan Muhammad Makmun selama menjabat sebagai Pimpinan DPRD Kendal, ia berhasil meloloskan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pondok Pesantren. Perda tersebut digagas oleh PKB.
Disahkannya Perda Pesantren tersebut merupakan sebuah anugerah bagi PKB. Sebab partainya didirikan dari kegelisahan pada masa reformasi oleh para tokoh-tokoh NU. “Semangat PKB menjadi alat politik perjuangan NU,” tandasnya.
Maka sudah sepatutnya bisa mengawal kebijakan yang berpihak pada pesantren yang menjadi basis pendidikan warga Nahdliyin.
“Dengan perda ini, Pemkab Kendal bisa melakukan pembinaan dan mengembangkan pesantren, karena memiliki paying hokum yang kuat,” tuturnya.
Sebab selama ini, menurutnya, bantuan dan pembinaan kepada pesantren tidak bisa dilakukan pemkab karena terkendala payung hukum.
Hal itu berbanding terbalik dengan kondisi pendidikan formal yang mendapatkan banyak anggaran dari pemerintah. Padahal, lanjut Makmun, Pesantren ini memiliki metode pengajaran yang luar biasa dibanding pendidikan formal.
“Tidak hanya kecerdasan kognitif (akal) saja yang diajarkan, tapi juga bagaimana santri menjadi cerdas moral dan spiritual. Sehingga memiliki budi pekerti yang baik, kejujuran dan sopan santun dan taat agama,” tuturnya.
Menurutnya, hal itu tidaklah mudah. Bahkan para kiai dan ustadz harus menjaga santri selama 24 jam setiap hari. Pendidikan luar biasa itu belum diimbangi dengan apresiasi pemerintah yang optimal.
“Sehingga kami tergugah untuk bisa melahirkan Perda Pesantren untuk melindungi dan membesarkan pesantren yang ada di Kendal,” tegasnya.
Perda Pesantren ini akan fokus pada tiga hal. Yakni pesantren pusat pendidikan, pesantren sebagai pusat dakwah, dan pesantren sebagai pusat pemberdayaan santri.
“Sekarang ini PR kami tinggal mengawal pemkab untuk melahirkan perbup tentang pesantren sebagai turunan aturan di bawah Perda Pesantren,” tegasnya.
Menurut Makmun, pendidikan di pesantren menjadi role model pendidikan luar biasa. Jadi sudah sepantasnya pesantren seperti miniatur kehidupan. Pusat pembelajaran santri harus mendapatkan payung hukum yang jelas.
“Sehingga ada kontribusi dan tanggung jawab dari pemerintah untuk membesarkan pesantren,” tegasnya.
Selain Perda Pesantren, Makmun juga berhasil mengesahkan Perda Kepemudaan. Di mana fokusnya adalah memberikan payung hukum untuk pemberdayaan generasi muda. Baik dalam hal pendidikan, pelatihan ekonomi, sosial, budaya dan kesehatan.
“Dengan adanya revolusi industri 4.0, tantangan anak-anak muda sekarang ini tentu lebih berat dibanding masa lalu. Sekarang pemuda dituntut kreatif dan bisa menguasai informasi dan teknologi,” tegasnya.
Bahkan ia mendirikan rumah kreatif pemuda dan Balai Latihan Kerja (BLK). Khusus melatih anak-anak muda supaya memiliki keterampilan dan menjadi tenaga siap kerja.
“Saya ingin menunjukkan pada masyarakat, bahwa tingginya jabatan itu bukan berarti menjadikan kita tidak peduli atau jauh masyarakat. Sehingga ada sekat antara pejabat dan rakyat. Sebaliknya kami dituntut untuk bisa hadir dan memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi masyarakat,” imbuhnya. (bud/zal)