RADARSEMARANG.COM – Tak pernah terpikir oleh pria kelahiran Sumedang, 1 Januari 1975 itu untuk menjadi tentara. Awalnya Enjang hanya iseng mencoba mendaftar Akademi Militer (Akmil) di Bandung. Dan kini menjabat Kapendam atau Kepala Penerangan di Komando Daerah Militer (Kodam) IV Diponegoro.
Tak satu pun anggota keluarganya menjadi tentara. Sehingga kabar kelulusannya cukup menggegerkan keluarga dan para tetangga. Apalagi kali pertama mengetahui lolos masuk Akmil, hanya mengabari sang ibu saja. Enjang kala itu menyadari, dirinya tak memiliki persiapan fisik khusus untuk seleksi tersebut. Hobi olahraganya cukup menjadi bekal bagi Enjang.
Setelah aktif bertugas, hampir semua pulau besar di Indonesia pernah menjadi tempat dinasnya. Ia dikirim ke Aceh, Papua, Ambon, Poso, hingga Timor Leste. Ia ikut mengamankan mantan Presiden Megawati pascakonflik di negara yang dulu pernah menjadi bagian Indonesia itu.
Sedangkan penugasan definitif di Magelang selama setahun. Lalu dilanjutkan ke Kostrad di Garut Jawa Barat. Saat berlibur bersama keluarga di Yogyakarta, tiba-tiba ia mendapatkan kabar bila dirinya ditugaskan sebagai Kepala Penerangan di Komando Daerah Militer (Kodam) IV Diponegoro.
Sebelum menggantikan jabatan kapendam lama, Kolonel Inf Enjang mengemban tugas sebagai Kasi Intel Kasrem 174/ATW (Merauke) Kodam XVII Cenderawasih.
Selain mengejutkan, ini juga hal yang sangat baru bagi alumni Akmil 1997 itu. Pasalnya hampir 80 persen jabatan yang pernah diampunya selama ini adalah bagian intel. “Semua jabatan yang di luar komandan, saya di intel. Baru kali ini saya menajabat di penerangan,” ujarnya.
Baginya, tugas sebagai kapendam, juga bagian dari tugas intel. Tapi dengan sistem terbuka. Bila biasanya ia beraksi di balik layar, sekarang harus ikut tampil mendampingi Pangdam IV Diponegoro. Ia perlu lebih beradaptasi dengan kebiasaan baru. Terlebih mengingat kegiatan Pangdam cukup padat. Termasuk harus mendampingi para pejabat yang bersilaturrahim.
Kali pertama menjabat, langsung dihadapkan dengan kunjungan KSAD dan Panglima TNI di Yogyakarta. Semua proses adaptasi tak lepas dari peran wakilnya yang sudah cukup lama bertugas di bagian penerangan. Wakapendam Letkol Muchlis Gasim, ikut memberikan sumbangsih untuk kinerjanya.
Sebelumnya ia menjalankan tugas secara tertutup dan cenderung spesifik. Sedangkan saat ini tugasnya lebih universal. Ia harus tahu persis segala yang terjadi. Apalagi tugasnya kini menjadi tempat rujukan media bertanya bila tentang banyak hal.
Dalam penyusunan pers rilis ia juga dibantu jajarannya Hartati. Salah satu bawahannya yang juga lebih lama bertugas di bidang tersebut. Sesekali ia juga melibatkan istrinya untuk mengoreksi. Istrinya pernah menekuni bidang broadcasting dan jurnalistik. “Soalnya rilis dibaca orang banyak, termasuk wartawan. Jadi harus berhati-hati. Kalau salah bisa gawat dipertanyakan banyak orang,” tandasnya.
Ia mengaku bersyukur berada di lingkungan yang suportif. Termasuk wakapendam dan kasie yang berpengalaman dan dapat diandalkan.
Kendati begitu, ia memiliki keprihatinan soal proxy war yang terjadi. Indonesia menjadi salah satu sasaran empuk untuk propaganda gaya hidup yang bisa dikatakan jauh dari norma yang berlaku selama ini. Mulai dari food, fashion, film, finance, dan lainnya.
Berbicara soal anak muda, ia optimistis bila sejatinya mereka cukup berambisi mengejar mimpi. Ia juga yakin, wawasan kebangsaan dapat terus dipupuk dibarengi dengan kemajuan teknologi. Tentu saja selama pemuda disibukkan dengan hal positif dan berkontribusi untuk negeri. “Lagian bela negara nggak cuma untuk tentara kok, semuanya bisa menunjukkannya dari apapun hal positif yang ditekuni,” pungkasnya. (taf/ida)