RADARSEMARANG.COM – Menjalin hubungan baik dengan semua lini dan tidak meremehkan bawahan merupakan faktor penting untuk kemajuan suatu organisasi. Hal itulah yang diterapkan Kepala Satuan Lalu Lintas (Kasatlantas) Polrestabes Semarang AKBP Sigit.
Pria kelahiran Pasuruhan 1977 itu, merupakan sosok yang humble. Ramah terhadap siapa saja. Dekat dengan masyarakat. Menghargai atasan maupun bawahan. “Semua harus imbang. Jangan hanya respect pada atasan saja, bawahan juga harus dihargai,” ujarnya.
Sigit juga dikenal sebagai sosok yang gigih. Tak putus asa dan pantang menyerah. Terbukti dari perjuangannya untuk menjadi seorang polisi.
Sempat mendaftar dua kali namun tidak lolos. Pertama mendaftar tahun 1995 setelah lulus SMA. Sigit kembali mencoba peruntungan menjadi anggota Polri pada 1996. Namun kembali gagal. Hal itu tak membuatnya patah arang. Akhirnya ia hijrah ke Jakarta. Hanya berbekal surat-surat pendidikannya.
Di Kota Jakarta, Sigit banting tulang untuk menyambung hidup. Ia keliling panggung ke panggung mengisi karaoke. Bahkan menjadi tukang ojek juga ia lakoni.
Tahun 1997, ia kembali mendaftar sebagai Bintara dan akhirnya diterima. “Kawan-kawan ojek juga tidak ada yang tahu kalau saya diterima,” ujarnya.
Perjalanan hidupnya itulah yang membuatnya selalu menghormati dan menghargai siapa saja. Sigit sadar betul, seorang pemimpin tidak akan menjadi hebat jika tidak didukung bawahan. Termasuk lingkungan sekitar. Masyarakat. Baginya, sebuah tembok akan mudah roboh jika pondasinya tidak kokoh.
“Saya ibaratkan tembok itu Polri, pondasinya sosial. Masyarakat. Jadi, kita harus bisa menjaga hubungan baik dengan masyarakat agar Polri semakin kuat,” ujar pria yang berulangtahun setiap 16 Juni ini.
Sebagai anggota Polri, Sigit harus hadir di tengah masyarakat. Meski kadang pelayanannya mendapat komplain. Namun, baginya itu wajar. Kritik menjadi sebuah pembenah.
“Yang penting kita selalu Merah Putih. Selalu berupaya, berusaha dan terus belajar. Proses tidak mengkhianati hasil,” ujarnya.
Keramahan Sigit kepada masyarakat juga diterapkan di internal kerjanya. Tak bosan dia memotivasi anggota agar selalu kompak dan semangat menjalankan aktivitasnya.
“Setiap pagi saya selalu bikin yel-yel kaya orang gila. Karena saya tidak bisa memberikan yang lebih kepada anggota. Saya hanya bisa memberi semangat dalam menjalankan tugas,” tandasnya.
Sigit bersyukur, bisa menjalankan amanah dengan lancar. Tidak ada perseteruan antara bawahan dan atasan. Di balik sosoknya yang ramah juga terdapat ketegasan dan kedisiplinan. Tujuannya untuk perbaikan institusi.
“Kita harus open, bukan keras. Masing-masing pimpinan punya cara, tapi tujuannya satu. Bagaimana Polri menuju kebaikan, positif. Ngono ya ngono tapi yo ojo ngono (gitu ya gitu tapi jangan gitu),” katanya.
Tidak hanya cerdas dan ulet, Sigit menuntut anggotanya kaya pengetahuan. Update informasi. Menurutnya, hal itu dapat membantu menyelesaikan pekerjaan dengan cepat dan tepat.
“Informasi itu sangat mahal. Sehingga kalau kita kaya informasi, akan unggul di lapangan. Kalau kita miskin informasi, ya kalah di lapangan,” pungkasnya.
Nikmati Libur, Gowes Bareng Keluarga dan Anggota
Harmonisasi di lingkungan kerja juga tercermin dalam keluarga. Sigit juga tak segan-segan mengenalkan istri dan anak kepada anggotanya. Baginya, itu sebuah keterbukaan. Membuat nyaman beraktivitas di lingkungan kerja maupun dalam keluarga.
“Menjaga keharmonisan, orang berbeda-beda. Ada yang bisa memimpin anggotanya tetapi tidak bisa memimpin keluarganya,” kata ayah dua anak itu.
Sigit mengibaratkan lingkungan kerja dan rumah merupakan satu keluarga besar. Bahkan sampai keluarga anggotanya. “Jadi juga harus saling kenal dengan keluarga anggota,” ujarnya.
Tidak sekadar kenal, tapi bisa beraolahraga bersama. Seperti bersepeda. Tak jarang, ketika libur, Sigit mengajak anggota dan keluarganya gowes bareng. “Biasanya di Simpang Lima,” ucapnya. (mha/zal)