RADARSEMARANG.COM – Keputusan menerima promosi jabatan menjadi Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Semarang cukup menguras tenaga Sukaton Purtomo Priyatmo. Berbagai masalah pendidikan, terutama di masa pandemic Covid-19, membuatnya sulit tidur.
Bapak tiga anak ini harus berkomitmen memikirkan ribuan anak di Kabupaten Semarang. “Karena sudah jatuh cinta jadi semua akan dilakukan. Ikhlas tentunya,” katanya.
Katon, panggilan akrabnya, bercerita, sudah sejak 1992 ditempatkan di Disdikbudpora Kabupaten Semarang. Mulai dari bagian umum, seksi kurikulum hingga sekretaris Disdikbudpora. Tentu bukan hal baru ketika Katon dipercaya menjadi kepala dinas. Asam garam pendidikan di Kabupaten Semarang sudah kenyang dinikmatinya.
Namun ia tidak mengelak satu tahun belakangan ini pendidikan berat. Tidur tidak nyenyak atau kebangun tengah malam karena laporan terkait keadaan pendidikan Kabupaten Semarang sering terjadi. Seperti sedang menunggu bom waktu.
“Biasanya memang sudah sering dapat laporan. Tapi memang kali ini lebih lagi setiap hari laporan masuk. Tiap hari harus cek lapangan. Karena tidak tenang saya,” lanjutnya sambil menunjukkan gawai miliknya.
Katon yang sudah disumpah harus melayani masyarakat pun harus bertanggung jawab. Inovasi, ide segar hingga kebijakan baru terus digodognya. Ia menyadari nasib ribuan anak sekolah di Kabupaten Semarang tidak hanya di pemerintahan. Dirinya juga tenaga pendidik. Rasa percaya kepada tenaga pendidik pun ditingkatkan. “Saya sempat ketakutan dan berpikir, anak-anak bagaimana ya? Guru-guru menjalankan yang saya instruksi kan tidak ya. Saking ragu saya turun ke lapangan setiap hari. Harus keliling,” ungkap pria berusia 56 itu.
Ketakutannya tak hanya itu saja. Kekerasan pada anak di rumah ketika belajar daring juga terlintas di kepala. Tak heran ia memiliki tim khusus untuk mengecek secara berkala anak-anak di Kabupaten Semarang.
Ketika koran ini menyinggung keluarga Katon hanya tersenyum. Tidak ada protes dari keluarga rupanya. Ketiga anaknya sudah berkarya masing-masing, ia hanya tinggal berdua dengan sang istri. Sehingga waktu yang dimiliki bisa sepenuhnya untuk bekerja. Istrinya yang dosen di Universitas 17 Agustus Semarang justru dijadikan jembatan oleh Katon.
Ketika ada laporan keluhan masuk Katon ceritakan pada sang istri. Hal ini dinilainya sangat penting. “Justru mengajar anak yang sudah besar lebih sulit. Kadang cara mengajar ibu saya terapkan. Lumayan bisa membantu,” celetuknya sambil tertawa.
Bersepeda Sampai Bali
Olahraga bersepeda memang sedang digandrungi banyak orang. Tak terkecuali Sukaton Purtomo Priyatmo. Sejak muda ia sudah gemar mengayuh sepeda hingga keluar provinsi bahkan luar pulau. “Pernah ke Bali tahun 2015. Baru-baru ini sebelum pandemi ke Jogja,” ungkapnya.
Di masa pandemi ia terus berolahraga. Membagi waktu, menurutnya, tidak terlalu sulit. Ia menjadi manusia yang fleksibel, tidak kaku. Apalagi urusan hobi olahraganya. Sebelum kerja pun jika ada kesempatan siap tancap gas gowes.
Usai pandemi pun ia sudah menyiapkan agenda untuk kembali turing gowes ke luar pulau. “Tunggu keadaan pulih, gas ke luar Jawa lagi,” tandasnya. (ria/ton)