RADARSEMARANG.COM – Perjalanan karier Anggota DPRD Kota Semarang Joko Santoso tidak selamanya mulus. Sebelum diamanahi sebagai wakil rakyat, ia pernah menjadi penjual bakso, tukang cat, sampai menjadi marketing untuk menawarkan produk.
Joko mengaku tidak malu merintis karir dari bawah namun memiliki semangat hidup untuk menjadi lebih baik. Dan terbukti ini bisa mengubah perekonomian keluarga sebelum usia 40 tahun.
“Iya saya dulu sempat jadi tukang cat, jual bakso di Mataram, kerja di koperasi. Basic-nya memang orang lapangan. Bahkan sempat juga jadi tukang tadah solar sisa truk tangki yang mengirim bahan bakar minyak,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Dari situ mental Joko terbentuk menjadi pribadi yang Tangguh. Sedikit demi sedikit ia mengumpulkan pundi-pundi rupiah agar perekonomiannya membaik.
Akhirnya pada 2005 ia punya usaha, pengiriman solar ke pabrik pemintalan benang di Pekalongan dan Batang. Namun cobaan menerpanya. Ketika ada kebijakan pemerintah untuk impor barang tekstil, pabrik pemintalan benang tersebut bangkrut. Usaha yang ia rintis ikut tamat.
“Uang saya juga ada yang kecantol di sana, tapi saya ikhlas karena itu juga titipan Tuhan. Lalu muncul prinsip untuk kuliah walaupun sudah berkeluarga, dari sinilah sedikit demi sedikit saya mulai bangkit,” kenang ayah dua anak ini.
Suami dari Nur Aysah Prana Dewi ini, selain orang lapangan juga memiliki segudang pengalaman organisasi. Misalnya menjadi panitia pemilihan kecamatan (PPK) sejak 1999, Ketua Pemuda Pancasila tiga periode berturut-turut dan lainnya. Pengalaman itu pula, ia jadikan modal untuk mendaftar menjadi komisioner KPU Kota Semarang dan berhasil mengalahkan 130 pendaftar lainnya.
“Jujur saya tidak menyangka, namun karena pengalaman yang ada saya malah dipilih sampai akhirnya berjuang di jalur politik,” tambah Ketua DPC Partai Gerindra Kota Semarang ini.
Terjun di dunia politik sebenarnya tidak ia perkirakan sebelumnya. Apalagi Joko kecil dahulu sempat menjadi seorang atlet tenis meja. Namun Karena tuntutan ekonomi, akhirnya ia memilih jalan lainnya yakni menjadi wakil rakyat yang berjuang untuk menyuarakan aspirasi warga.
Salah satunya mengubah persepsi masyarakat Kota Semarang terhadap tempat kelahirannya Bandarharjo yang dulu juga dikenal sebagai daerah Barutikung. Daerah yang diidentikkan sebagai daerah penuh kekerasan. “Ya dulu tidak dipungkiri, Bandarharjo dan sekitarnya memiliki masa kelam. Namun sebenarnya banyak orang yang peduli untuk mengangkat wilayah ini menjadi lebih baik,” katanya. (den/ton/bas)