RADARSEMARANG.COM – Memimpin Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pekalongan bagi Sumarwati sebagai tantangan tersendiri. Banyak persoalan mendasar dan kebijakan yang menyangkut kepentingan masyarakat luas. Namun ia tetap percaya diri. Dengan satu kunci : partnership.
Tiap anggota di jajarannya memiliki peran penting. Sumarwati, tidak segan-segan meminta pendapat dan bertanya pada staf atau anak buahnya. Bawahan selalu dilibatkan untuk memberi masukan. Kritik dari partnernya itu pun selalu ditunggu, karena manusia tidak lepas dari kesalahan.
Menurut perempuan 57 tahun ini, untuk persoalan teknis itu anak buah yang lebih menguasai. Semuanya dirangkul sesuai dengan tugas pokok masing-masing.
“Kita bekerja di manapun enjoy saja. Walaupun dengan suasana yang berbeda. Kalau kita bekerja sesuai tugas pokok fungsi kita bisa menyelesaikannya. Kata kuncinya, yang minterke kerjanya saya itu bukan saya, tetapi anak buah saya,” ucapnya pada RADARSEMARANG.COM saat ditemui di kantornya, Kamis (27/8/2020).
Sebelum menjabat sebagai kepala dinas, ibu 4 anak ini menempati berbagai pos penting. Bahkan pernah mengajar juga di SMP karena ijazahnya sarjana pendidikan. Karirnya bermula pada 2008, ia menjabat sebagai Kepala Seksi Pendidikan dan Pengajaran TK SD Dindikbud Kabupaten Pekalongan. Tahun berikutnya beralih sebagai kasi pengendalian mutu bidang pendidikan dasar, berlanjut pimpin kabid pendidikan dasar tahun setelahnya. Pernah menjadi camat di Wiradesa dan Kedungwungi pada 2012-2013.
“Merupakan tantangan karena saya saat itu juga diberi tugas menjadi Kabag Kesejahteraan Rakyat (Kesra) di Setda Kabupaten Pekalongan,” ujarnya.
Menjadi catatan sejarah, karena ia menduduki kabag kesra pertama di Kabupaten Pekalongan. Jabatannya itu diemban dari tahun 2014 hingga 2016, setelah itu dipercaya menduduki kursi Dindikbud.
“Prinsip saya ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Itu yang saya pegang, tidak mudah melakukan seperti itu. Bicaranya mudah, melakukannya sulit,” paparnya.
Maksudnya, lanjut dia, dari belakang harus bisa memberikan dorongan dan arahan. Saat di tengah atau di antara jajarannya, ia harus menciptakan prakarsa dan ide. Sementara saat di depan harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik.
Sumarwati senantiasa merasa yang dilakukannya saat ini belum sesuai yang diharapkan. Tindakannya ketika dipercaya menjadi pemimpin selalu berusaha menunjukkan kinerja dengan baik.
“Dulu saya tidak pernah terpikirkan, berangan-angan untuk seorang guru bisa menjadi kepala dinas pendidikan. Apalagi menjadi camat. Tapi inilah perjalanan karir, hanya Allah yang tahu. Masa depan itu misteri,” pungkasnya.
Bawa Perubahan Positif
Sumarwati di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Kabupaten Pekalongan membawa tren positif. Awal 2018 dia menggunakan sistem aplikasi berbasis online. Aplikasi itu bisa digunakan untuk pelaporan mulai dari perencanaan. Bernama Bos Online, sekolah-sekolah dari pelosok daerah bisa mengaksesnya.
Hal itu sebagai gambaran kecil pemanfaatan teknologi dari awal kepemimpinan. Tren positif terus diusahakannya, sejak menjabat sebagai kepala dindikbud di tahun 2017. Dana alokasi khusus (DAK) untuk pendidikan tahun anggaran 2017 jumlahnya cukup kecil, yaitu Rp 1,397 miliar. Permasalahan ketidaksinkronan data ditemukannya.
Sumarwati membenahi kerancuan yang ada. Hasilnya, tahun 2019 lembaga yang dibawahinya itu mendapat DAK pendidikan Rp 42 miliar. Itu dirasakan sekolah-sekolah demi kelancaran pembelajaran untuk siswa didik.
Target utamanya menaikkan angka partisipasi murni (APM) peserta didik. APM tingkat SD belum 100 persen sementara SMP 78 persen. Ia pun mengevaluasi dengan mengupayakan anak putus sekolah kembali bersekolah, melalui tim putus sekolah.
“Kami mencoba mengembalikan anak-anak yang tidak sekolah dan putus sekolah untuk kembali bersekolah. Itu sudah dipayungi perbup. Tahun ajaran 2019-2020 ada 389 anak diselamatkan,” kata istri Moh Dhukron itu.
Anak mendapatkan bantuan dari Pemda, berupa uang Rp 300 ribu. Baznas juga berhasil dikoordinasikan untuk memberikan bantuan dengan angka yang sama.
Tidak hanya itu, program sekolah inklusi juga dilakukan. Tiap kecamatan ada minimal satu SD dan SMP untuk menerima anak berkebutuhan khusus. Hal itu berdasarkan data dari dinas sosial, bahwa jumlah anak berkebutuhan khusus ada ribuan.
Kemajuan dunia pendidikan ada di tangan guru, kepala sekolah dan pengawas yang berada di garda terdepan. Sementara dari pengampu kebijakan akan senantiasa melayani sesuai tugas dan fungsi pokok.
“Guru wiyata bakti juga kami pikirkan nasibnya. Mereka sangat membantu proses pembelajaran di satuan pendidikan. Tanpa mereka proses pendidikan tidak akan jalan,” tuturnya.
Bantuan kesejahteraan telah disalurkan mulai 2017. Per bulan mereka mendapatkan tunjangan Rp 500 ribu. Tahun ke empat ini tunjangan naik Rp 50 ribu. Tahun 2018 para guru honorer tersebut juga didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan. Pemda yang membayarkan iurannya. Ada 1.913 guru. “Ternyata di masa Covid ini mereka mendapatkan manfaatnya. Mendapatkan bantuan Covid dari Kementerian Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Tak Lupa Tugas sebagai Ibu
Menjabat kepala dinas tak membuat Sumarwati lupa dengan posisinya sebagai ibu rumah tangga. Sebagai seorang ibu, waktu untuk keluarga selalu disiapkan. Baik untuk merawat anak-anaknya maupun quality time, kumpul bersama. Apalagi basicnya juga sebagai aktivis organisasi.
Ia aktif di Nahdlatul Ulama (NU). Menjabat sebagai Ketua PC Muslimat NU Kabupaten Pekalongan sejak 2015 lalu. Kecintaannya terhadap organisasi telah ditumbuhkan sejak SMP hingga di bangku kuliah.
“Saya tetap ada waktu untuk keluarga, terutama anak-anak ketika kecil. Aktivitas mandi dan ndulang di pagi hari itu selalu saya lakukan sendiri. Peran sebagai ibu saya lakukan sebisa mungkin, juga berbagi dengan suami. Kemudian dipasrahkan ke pembantu untuk merawat,” ucapnya.
Ia menjelaskan, pembantu di rumahnya sudah dianggap sebagai keluarga. Karena dia yang merawat anak-anak sejak kecil. Itu cara khusus bagi pembantu supaya menyayangi anak-anaknya. Karena ia sadar peran dan karakter anak dipengaruhi oleh pembantu.
Waktu yang diberikan untuk aktivitas pekerjaan dan keluarga diniatkan sebagai ibadah. Keberhasilannya dalam instansi dianggap sebagai keberhasilan seorang perempuan, meningkatkan derajat perempuan.
“Kalau berkaitan dengan bagi waktu dengan keluarga, pokoknya secara prinsip saya niati untuk ibadah pada Allah. Saya ikhlas tidak ada harapan-harapan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk membaktikan diri saya di instansi itu. Bisa sesuai dengan visi misi dan meningkatkan derajat perempuan,” (yan/lis/bas)