RADARSEMARANG.COM – Selama 28 tahun Probowatie Tjondronegoro menjadi psikolog. Ribuan klien mencurahkan permasalahan padanya. Semua dijalani dengan prinsip cinta kasih dan mau mendengarkan.
“Hampir separo hidup saya curahkan menjadi psikolog. Karena di umur 34 tahun, yang benar-benar masuk ke dunia psikolog. Tepatnya waktu kuliah S2 di Universitas Gajah Mada di 2000,”katanya ketika ditemui RADARSEMARANG.COM di kantornya Sabtu (25/7/2020).
Baginya, orang yang mendatangi psikolog sedang berada dalam masalah. Dalam kepalanya timbul ketidaksukaan. Entah ketidaksukaan pada hidupnya, sifatnya dan ketidaksukaan pada orang sekitar. Bisa dipastikan orang yang mendatangi adalah orang yang bermasalah dan sedang mengalami kesusahan.
“Orang datang ke psikolog bukan berarti gila. Ada kepuasan ketika memberi solusi dan kembali datang untuk berkonsultasi. Banyak sekali orang yang datang seperti mahasiswa yang kuliahnya tidak selesai, perceraian dan berseteru dengan orang tuanya,”papar Probo.
Ketika mendengarkan curhatan klien, ada kepuasan tersendiri ketika memberi solusi. Terlebih ketika klien datang lagi untuk berkonsultasi. Dalam praktiknya, dokter-dokter di rumah sakitpun, meminta rujukan kepada psikolog.
“Selama klien konsultasi, saya juga menghubungi dokter-dokter spesialis jantung, anak dan saraf. Karena ini penting hubungannya dengan korelasi saraf dan perilaku,”ungkapnya.
Dua puluh delapan tahun bukan waktu yang singkat. Selama ini, dia selalu berpegang pada prinsip. Yakni beri cinta kasih dan mau mendengarkan. Baginya, menjadi psikolog ada dua syarat, senang dan senang sekali. Itu bisa terlihat dari praktik kerjanya sehari-hari.
“Kalau apa-apa kita lakukan dengan cinta, semuanya akan beres. Saya mencintai pekerjaan dan klien saya. Menikmati saja. Kuncinya dua, seneng dan seneng banget,”paparnya sembari tersenyum.
Ketika klien keluar dari ruangan, dan tersenyum. Itu ada kepuasan tersendiri yang tidak bisa dibayar dengan apapun. “Itu luar biasa bahagia bagi saya,”imbuhnya.
Banyak orang awam yang salah kaprah. Mengenai perbedaan psikiater dan psikolog. Probo menjelaskan, psikiater merujuk pada gangguan anatomi atau tubuhnya yang tidak beres. Tetapi pikolog, lebih kepada ilmu tentang perilaku.
“Saya sebagai psikolog, bukan mengubah wataknya tapi lebih mengubah ke perilakunya. Ketika orang datang untuk konsultasi, saya akan rujuk ke dokter saraf. Harus dicek keselarasan antara anatomi dan psikisnya,”jelasnya mengutarakan.
Paling berkesan, Probo pernah menghadapi klien perihal masalah perceraian. Kemudian klien yang memiliki gangguan seksual. Soal perceraian, kedua belah pihak mengalami komunikasi yang tersumbat. Persepsi mereka berbeda dan sulit disatukan.
“Saya mencoba menyatukan dengan mendengarkan dahulu. Terutama pasangan muda itu masih tinggi egonya. Ditambah dari awal mereka tidak sejalan tetapi memilih bertahan saja,”tuturnya.
Kemudian, ia mengambil keputusan. Menanyakan perihal kelanjutan pernikahan. Apakah akan dilanjut atau bercerai. Berarti, usahanya harus lebih keras agar perceraian tidak akan pernah terjadi. Ia mencoba menjelaskan dengan bahasa segamblang mungkin.
“Bapak ini ibarat sop ayam yang enak, ibu itu rawon yang enak. Tapi kalau dicampur dua-duanya nanti jadi eneg. Tapi kalau sayur sop dengan sambal dan bergedel itu akan menjadi makanan yang enak. Dan tampaknya mereka paham apa yang saya maksud,”jelasnya.
Ada lagi masalah yang berhubungan dengan ibu dan anak. Ia mendengarkan dan menyampaikan dengan bahasa mereka. Tidak dengan bahasa psikologi. Ia lebih menekankan pada pendekatan kepada orang tuanya dahulu. Ia ingin merubah dari sangkarnya (ibunya) dahulu.
“Saya lebih sering harus memperbaiki sikap ibunya dulu. Misalnya anak sulit diatur, gampang marah-marah, kecanduan gadget. Lihat perilaku ibunya dulu. Ada juga tingkat remaja, masalah yang biasa diceritakan main cinta-cintaan,”jelasnya.
Ada kesalahpahaman antara ibu dan anak. Terlebih pada ranah pengetahuannya. Anak seolah-olah mengerti semuanya dan orang tuanya tidak bisa memenuhi apa yang anak inginkan. “Tugas saya harus mendengarkan sampai mereka selesai cerita. Karena rata-rata yang datang adalah butuh didengarkan. Kita harus cari celahnya untuk masuk dan mengubah perilakunya,” ungkapnya.
Tukarkan Ilmu ke Cucu Kesayangan
Probowatie Tjondronegoro memiliki dua buah hati, Dimas Karebet (laki-laki) dan Probo Kumolo Hayuningtyas (perempuan). Keduanya sudah di usia matang. Anak pertamanya berprofesi sebagai arsitek. Sedangkan si bungsu pernah mengenyam pendidikan psikolog.
“Anak-anak saya sudah besar jadi sudah mandiri. Justru saya dekatnya dengan cucu satu-satunya. Cucu saya perempuan, lahir dari anak saya yang nomor dua. Dia dekat sekali dengan saya,”jelasnya sembari memangku cucunya.
Setiap ia beraktivitas di kantor, cucu kesayangannya selalu ikut. Probo tidak merasa risih. Justru itu menjadi tambahan semangat. Untuk bisa ngemong dan menyalurkan ilmu kepada cucu satu-satunya bernama Kiana Renata Amidala. Berusia enam tahun.
“Dia sekarang kelas 2 SD. Dari TK, Rere (sapaan akrabnya) mau ikut saya bekerja. Padahal saya wira-wiri dan kadang berpindah tempat. Tapi dia tetap mau ikut. Dia biasa nyamperin saya kalau sekolah daringnya sudah selesai,”kata Probo.
Keduanya sangat dekat. Bahkan cucunya tak ingin jika neneknya menua. Menurut Rere, neneknya harus tetap semangat dan ceria. Layaknya dia (Rere) ketika menghampirinya di kantor. Penuh keceriaan ketika bertemu.
“Saya dilarang tua, harus selalu gembira. Mendengar itu saya jadi semangat lagi. Dia menjadi obat bagi saya ketika di sela-sela aktivitas kerja. Dari situ, kadang saya selipkan cerita dengan bahasa yang mudah dipahaminya,”ungkap Probo.
Probo sering kali memberikan pelajaran berharga kepada cucunya. Mulai dari hal kecil. Seperti menyapa orang ketika bertemu, selalu ceria dan tersenyum, menghormati orang lain dan tidak lupa mengucapkan terima kasih. Baginya, pendidikan karakter memang harus ditanamkan dari kecil. Agar kelak ketika sudah beranjak dewasa. Ia mengerti apa yang harus dilakukan.
“Dari kecil saya tanamkan pendidikan karakter. Karena anak kecil itu ibarat kertas polos. Yang harus mengisi adalah orang tua. Jadi harus diisi dengan hal yang baik-baik,”jelasnya menambahkan. Probo berharap, kelak besar nanti cucunya bisa melanjutkan profesinya sebagai seorang psikolog.
Pecinta Karakter Katak
Karakter Keroppi atau si katak hijau lucu adalah favoritnya. Meja kerjanya penuh dengan pernak-pernik Keroppi. Mulai dari action figure Keroppi, alarm Keroppi, hingga tempat sampah kesayangannya berbentuk Keroppi.
“Saya suka hewan katak dari kecil. Karena rumah saya dulu di pinggir sawah. Pertama kali dengar suara katak langsung terkesan,”ucapnya sembari mengenang masa kecil.
Menurut Probo, tidak ada katak yang memiliki wajah cemberut. Serta katak adalah hewan yang memiliki banyak teman. Suara khas dari katak yang bersaut-sautan menjadi kesenangan tersendiri ketika mendengarnya. Maka dari itu, ia tidak akan pernah pasang muka muram ketika bertemu kliennya.
“Suara katak kang kung kong kung kong ramai saja dan senang mendengarnya. Kalau ada katak, dipastikan itu lingkungannya bersih. Karena ia suka makan nyamuk. Tidak mau hidup di lingkungan kotor, maunya di tempat yang bersih,”tandasnya.
Baginya, katak adalah hewan yang selalu ceria. Itu yang merepresentasikan dirinya hingga saat ini. Menurutnya, katak tidak pernah melompat tinggi. Namun selalu optimistis melompat dan maju ke depan. Tidak perlu tinggi.
“Dalam prinsip saya, meski usia sudah tidak muda lagi saya tidak akan mundur. Menganut filosofi gaya berjalan katak yang tidak pernah melompat ke belakang. Saya harus tetap berjuang dan tidak akan pernah mundur,”jelasnya.
Dalam kehidupannya, Probo banyak belajar dari orang-orang yang ditemuinya sehari-hari. Sebagai seorang psikolog, pantang baginya untuk menyerah. Dalam arti, ia tak pantang menyerah ketika membantu menyelesaikan problematika kliennya.
“Umur saya sekarang 68 tahun, Puji Tuhan masih bisa ketawa-ketawi. Karena mungkin ketemunya dengan klien yang masih muda-muda. Ketika mereka butuh bantuan, saya selalu memosisikan diri sebagai teman curhat.
Seperti kisah katak yang memiliki banyak teman, pun berlaku juga untuk Probo. Tak heran, kliennya sangat banyak. Bahkan pernak-pernik yang menghiasi ruangan kerjanya adalah pemberian dari klien kesayangannya. Mereka tak segan memberi sebagai ungkapan rasa terima kasih.
“Mengoleksi Keroppi sejak SMP. Dengan jumlah saat ini menyentuh 400 koleksi. Macam-macam bentuknya. Ada pasien datang memberi hadiah berupa bantal katak, jam katak, dan boneka katak,”papar Probo. (avi/lis/bas)