RADARSEMARANG.COM – Tidak mudah menjadi wanita karir. Pekerjaan dan keluarga sama-sama menyita pikiran dan waktunya. Namun, semua dapat dijalani Silvia Desty Rosalina, SH,MH dengan baik. Bahkan Kepala Kejaksaan Negeri Batang tersebut mampu membuktikan. Karir cemerlang, keluarga tetap harmonis.
Silvi, sapaan akrabnya, lulus dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1999. Kemudian ia mendaftar di kejaksaan. “IPK saya 3,25 bisa jadi mahasiswa terbaik, tidak cumlaude. Itu semua kebetulan. Karena pada zaman dahulu lulus itu susah, rata-rata pada DO. Dari berapa ratus orang yang bisa lulus dari UI cuma segelintir orang saja,” ujar alumni Universitas Indonesia itu pada RADARSEMARANG.COM.
Silvi mendaftar di kejaksaan pada tahun yang sama saat wisuda. Pada tahun 2000 ia diterima di kejaksaan. Pada tahun itu juga ia menikah dengan Imam Prasetyo. Tiga tahun Silvi menjalani pendidikan jaksa di Kuningan, Jawa Barat.
Pada tahun 2003 pendidikan jaksa selesai, Silvi meraih ranking 1. Karena prestasinya, Silvi boleh memilih kejaksaan sebagai tempat berkarir. Pilihannya selain DKI Jakarta, saat itu ia memilih Cibinong, Kabupaten Bogor.
Pada tahun 2010, wanita kelahiran 1977 tersebut diangkat sebagai Kasi Pidsus di Kejari Gresik, Jawa Timur. “Saya nangis pada saat itu. Sedang hamil anak ke dua dipindahkan ke Gresik. Anak pertama lahir 2001, selisihnya cukup jauh dengan yang kedua. Saya jadi jaksa fungsional tujuh tahun,” tuturnya.
Tahun 2012, Silvi dipindahkan ke Jakarta Timur sebagai kasidatun. Satu tahun dua bulan kemudian ia dipindahkan ke kasi pidsus kembali, namun di tempat yang sama. Karirnya semakin menanjak, menjadi Koordinator Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau pada usia 27 tahun. Selang tiga tahun, ia ditunjuk menjadi Plt Kajari Karimun pada November 2017 hingga empat bulan.
“Sudah pernah melihat ikan di jendela kapal? Saya melihatnya sendiri di sana pas ombak sedang tinggi-tingginya,” ujarnya mengisahkan pengalamannya.
Sebelum menempati jabatan Kajari Batang, Silvi sebagai Kajari Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Di Kabupaten Batang, ia resmi dilantik pada 11 Juni 2020. Ia masih memegang keyakinan erat bahwa perempuan itu fitrahnya sebagai seorang ibu. Salah satu kunci kesuksesannya adalah ridho dari suami. Sepuluh tahun pertama dalam karirnya masih terasa ringan, karena bisa berdekatan dengan keluarga. Saat pindah ke Jawa Timur, ridho tersebut ia dapatkan.
“Hidup itu pilihan. Katanya kalau perempuan itu pilih karir, keluarganya berantakan. Atau dia pilih keluarga ya tidak usah berkarir. Saya bilang, dua itu pilihan. Bisa tidak ada pilihan ke tiga. Nah saya coba membuat pilihan ke tiga, saya bisa tetap perhatian pada keluarga, saya tetap bisa berkarir. Walaupun saya harus ngalah, tentu saya tidak bisa mengurus keluarga seperti ibu-ibu lain dalam hal kuantitas bukan kualitasnya, ” ujarnya.
Ia sadar tidak bisa memusatkan diri berkarir seperti laki-laki yang mengajak keluarganya. Hal tersebut membuatnya tidak bisa sepenuhnya fokus pada karir.
Namun karena kinerjanya, karir Silvia terus menanjak. Padahal waktu masuk SMA, saat psikotes ia menangis karena masuk kelas IPS. Masuk IPS dianggap seperti aib kala itu. Namun, justru ia meraih ranking satu di kelas dua dan tiga. Dari itu, ia berfikir, jika orang tua tidak mengarahkan untuk masuk IPS mungkin hasilnya akan berbeda. Karena kemauannya saat itu adalah masuk kelas IPA.
“Saya memilih karir dan keluarga walaupun itu setengah-setengah nilainya. Bagi saya yang penting itu kualitas. Zaman sekarang sudah ada video call. Saya berterimakasih pada suami saya yang mau mengerti. Alhamdulilah juga karena swasta jadi bisa fleksibel bersama anak-anak,” pungkasnya.
Jaksa Penjerat Lurah Hasil Lelang
Ketika bertugas di Kejaksaan Negeri Jakarta Timur, Silvia Desty Rosalina banyak menjerat lurah yang terlibat korupsi. Kala itu, jabatan lurah dilelang. Namun justru banyak yang melakukan praktik korupsi.
Bagi sebagai orang, tindakan Silvia menjerat lurah-lurah atas kasus korupsi dianggap sebagai hal remeh. Padahal justru lurah itu yang bersentuhan langsung dengan masyarakat.
“Orang pada waktu itu tidak ada yang melihat dikiranya di kelurahan itu tidak ada korupsi. Saya bukan melihat kepada figurnya. Tapi itu untuk masyarakat langsung, tidak pas cara mereka melayani masyarakat. Dalam praktik pengelolaan anggaran,” ujar Silvi.
Saat itu ramai pemberitaan di media, bahwa lurah hasil lelang melakukan korupsi. Dari 65 kelurahan, ia memberi contoh penindakan 5 kelurahan. Menurutnya kalau tidak diberikan contoh penindakan, nanti kelurahan lainnya melakukan hal sama. Memanipulasi anggaran untuk berkorupsi.
Atas penangkapan tersebut, akhirnya sisa lurah yang ada, tidak berani melakukan korupsi atau penyelewengan anggaran kelurahan. “Itu efektif mencegah tindak pidana korupsi di lingkungan kelurahan. Nilainya mungkin tidak besar jika dalam waktu satu bulan Rp 1,2 miliar. Tapi jatuhnya besar juga kalau dikalikan 1 tahun,” jelasnya.
Silvi juga memiliki pengalaman lain yang cukup menegangkan. Sidang yang dipimpinnya berakhir ricuh hingga muncul korban jiwa. Saat itu ia menyidangkan perkara pembunuhan antarsuku. Saat sidang berlangsung di lantai atas, di bawah ada lagi yang tewas. Mereka bentrok pukul-pukulan ketika menonton sidang membela kubu masing-masing. Kejadian tersebut diingatnya sekitar tahun 2010.
Saat itu, istri korban pembunuhan mejadi saksi. Selesai sidang dia bangun membawa tas kemudian dipukulkan ke terdakwa. Pendukung tersangka pun berdiri semua. “Saya lari bawa istri korban, untuk dilindungi. Saat itu saya pakai rok panjang, saya angkat rok itu tinggi-tinggi,” tuturnya sembari tersenyum mengenang peristiwa itu.
Gaungkan Jargon Jaminan
Kepala Kejaksaan Negeri Batang Silvia Desty Rosalina membawa ”jaminan” di instansinya. Jargon tersebut dirancang untuk mendekatkan kejaksaan dengan masyarakat secara umum. Karena di mata masyarakat, kejaksaan masih dianggap sebagai instansi yang menakutkan. Selanjutnya pendekatan dengan masyarakat secara preventif pun lebih ditingkatkan.
”Jaminan” tersebut dimaksudkan sebagai jaksa yang mumpuni, inovatif dan amanah. Itu bisa terwujud jika ada keinginan yang kuat dari hakim dan peran serta dari semua kalangan. Sebagai jaksa yang mumpuni diharuskan untuk siap sesuai dengan tupoksinya. Sementara inovasi sebagai jaksa diwujudkan dengan tidak hanya berpatokan pada aturan-aturan yang leterlek. Tetapi berinovasi bagaimana memberikan pelayanan dan mendekatkan diri kepada masyarakat. Sehingga diterima di masyarakat. Kadang-kadang orang sudah takut duluan kalau datang atau dengar kata kejaksaan.
Sedangkan jaksa juga harus tetap menjaga amanah untuk melakukan penegakan hukum secara adil, bukan sama rata. Karena adil itu harus sesuai porsinya. “Kalau jargon ini kita gaung-gaungkan di diri kita, lama-lama kita tersugesti. Masuk ke dalam masing-masing jaksa dan seluruh pegawai di Kejari Batang. Kalau kita sudah tersugesti positif, pasti memberikan aura positif yang bisa menular ke siapapun,” tandasnya.
Melaui ”jaminan” tersebut, Silvi berharap instansi yang dipimpinnya mampu berperan aktif dalam penegakan hukum di Kabupaten Batang. Bukan cuma penegakan hukum yang represif tapi juga harus ada preventifnya. Sehingga bisa mencegah kejahatan-kejahatan yang ada di Kabupaten Batang. Contoh tindakan preventif itu seperti penyuluhan hukum dan penerangan hukum, juga kegiatan jaksa masuk sekolah. Sehingga sudah terprogram untuk mencegah terjadinya kejahatan. Sementara untuk tindakan represifnya dilakukan saat sudah masuk pada penindakan.
“Saya tidak bangga dengan begitu banyak kasus. Saya bangga kalau kita bisa mencegah. Kalau dalam segi kuantitas kasusnya naik itu membuktikan bahwa berantakan semua dong daerahnya,” tegasnya. (yan/lis/bas)