RADARSEMARANG.COM – Menyandang label anggota DPRD Kabupaten Pekalongan, termuda, bagi Nailul memang membanggakan. Namun perempuan kelahiran 1993 ini, ternyata memiliki pengalaman yang sempat membikinnya kesal. Ia pernah dikira anak sekolah nyasar saat datang ke kantor DPRD untuk gladi bersih pelantikan.
Bisa ceritakan pengalaman yang sempat membuat anda kesal itu?
Iya, itu terjadi saat saya datang ke kantor DPRD Kabupaten Pekalongan untuk gladi bersih pelantikan. Saya datang sendiri. Karena tak tahu tempatnya, maka saya tanya ke orang sekretariat. Orang itu adalah Bu Yuni. Waktu itu kami belum saling kenal.
Belum sempat saya melontarkan pertanyaan, Bu Yuni justru memberondong saya dengan pertanyaan: “Mbak mau ke mana? Cari siapa? Ada perlu apa ke sini?”
Dalam batin saya kesal. Tapi karena sadar saya ini orang baru dan memang tak ada yang saya kenal di sana, akhirnya saya hanya senyum. Kemudian saya tunjukkan undangan gladi bersih. Bu Yuni minta maaf. “Oh, maaf, saya kira anak SMA mana kok nyasar ke sini,” begitu katanya.
Saya tambah kesal dan syok. Dalam batin saya bertanya-tanya: Apa ada yang salah dengan penampilan saya? Apa saya ini belum cocok jadi anggota dewan? Apa Bu Yuni ini tidak pernah melihat wajah saya di brosur atau spanduk kampanye?
Namun setelahnya saya anggap itu pengalaman berkesan. Mungkin karena memang saya waktu itu mengenakan pakaian casual.
Apa yang mendorong anda mau menjadi anggota dewan?
Awalnya, saya tak punya keinginan sama sekali. Latar belakang saya sarjana hukum jebolan Universitas Jaya Baya. Saya juga ada latar belakang santriwati. Keluarga juga tak ada latar belakang poltik. Ibu memang pernah menjabat sebagai Kepala Desa Pegandon, Kabupaten Pekalongan. Tetapi keluarga kami, terutama ayah, banyak berkecimpung di dunia perdagangan batik.
Semasa mahasiswa, saya memang aktif di dunia politik kampus. Saya pernah menjabat sebagai ketua sebuah organisasi ekstra kampus di level fakultas. Tentu aktivitas saya banyak bersentuhan dengan perpolitikan. Tapi itu tak membuat saya lantas ingin atau bercita-cita menjadi anggota dewan.
Namun akhirnya dari aktivitas di organisasi ekstra kampus itu, saya ditarik ke Angkatan Muda Partai Golkar (AMPG) pusat. Di AMPG, saya berjumpa dan kenal dekat dengan Bu Fadia Arafiq yang kini menjabat Bupati Pekalongan dan Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Pekalongan. Dia lah yang mendorong saya untuk maju ke pemilihan legislatif (pileg) 2019. Akhirnya saya maju sebagai calon anggota dewan dari Partai Golkar. Meski waktu itu belum benar-benar yakin dan percaya diri.
Lalu apa yang kemudian membuat anda mantap mendaftar pileg?
Awalnya saya hanya untuk memenuhi kuota perempuan. Saya mendaftar pun tidak berpikir untuk menang atau ekspektasi-ekspektasi lainnya. Tetapi keluarga sebaliknya. Mereka sangat mendukung dan antusias. Ditambah masyarakat desa yang banyak menginginkan saya maju. Mereka ingin Desa Pegandon punya wakil di dewan. Melihat itu saya akhirnya membulatkan tekad untuk sungguh-sungguh.
Karena lama berpikir, akhirnya saya baru bisa bergerilya kampanye tiga bulan menjelang pemungutan suara. Calon-calon lain sudah jauh lebih dahulu. Tapi Alhamdulillah ternyata saya terpilih di Dapil IV dengan 5.858 suara. Sekarang saya berada di Komisi I DPRD Kabupaten Pekalongan.
Sekarang, apakah anda menikmati sebagai anggota dewan?
Sangat menikmati. Meski pernah merasa saya punya beban yang sangat berat sebagai wakil rakyat. Bahkan saya pernah merasa ragu bisa atau tidak menjalankan pekerjaan kedewanan. Makanya, ketika terpilih saya niatkan ini untuk pengabdian dan penyambung aspirasi masyarakat. Alhamdulillah selama ini saya bisa menjalaninanya dan menikmati.
Modal pengetahuan untuk menjalankan tugas dan pekerjaan sebagai anggota dewan banyak saya ambil dari kehidupan saya sebelumnya. Saya suka nongkrong, ngobrol dengan masyarakat, mendengar curhat-curhat mereka, dan ingin tahu masalah. Apalagi sewaktu ibu menjabat sebagai kepala desa, sedikit-banyak membuat saya tahu bagiamana menghadapi permasalahan di akar rumput. Ketika ibu berdialog dengan warga saya melihat. Begitu pula ketika ibu menyelesaikan masalah-masalah di desa. Itu jadi modal saya dalam menjalani tugas sebagai wakil rakyat selama ini. (nra/zal)