27 C
Semarang
Sunday, 13 April 2025

Berbagi Informasi Kesehatan Mental

Valeria Verena Visan, Model dan Influencer

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Akun media sosial Valeria Verena Visan atau yang akrab disapa Vale, belakangan ini kerap dipenuhi dengan sharing sections dengan para followers-nya mengenai kesehatan mental dan kesetaraan gender. Model yang masih menjadi mahasiswa jurusan psikologi Universitas Katolik (Unika) Soegijapranata Semarang tersebut memiliki keinginan untuk memberikan influence dan embracement kepada para followers-nya, khususnya kaum perempuan, bahwa mereka tidak sendirian dalam menghadapi masalahnya.

Apa saja yang pernah didapat selama modelling?

Aku mulai nyemplung di dunia modeling sejak 2006 deh, aku umur 7 tahun gitu. Terus sejak saat itu, puji Tuhan, setiap ikut lomba-lomba modeling gitu sering dapet peringkat. Terus semenjak SMP sempet stop dan baru lanjut lagi di 2016, itu aku jadi 2nd runner up di ajang Cover Girl and Boy Hunt Majalah Campusmagz. Pada 2018 aku jadi finalis Mas Mbak Duta Wisata Kabupaten Semarang. Terus sejak saat itu aku mulai aktif jadi model freelance sampai sekarang ini.

Apa yang selanjutnya ingin diraih?

Aku pengen banget sih cobain ikutan Asia’s Next Top Model, minimal Indonesia’s Next Top Model deh. Tapi karena kalau mau ikut ajang itu harus masuk agency dulu, so maybe aku bakal fokus work hard buat gabung sama agency kenamaan dulu deh hahahaha.

Sejak kapan tertarik untuk belajar psikologi?

Aku ada keinginan untuk mau belajar tentang psikologi tuh udah dari SMP sih sebeneanya, tapi waktu itu ya masih sambil lalu. Terus sambil jalan akhirnya lanjut ke SMA ternyata aku banyak ngelewatin banyak peristiwa dalam hidup yang waktu itu lumayan memberatkan mentalku sendiri. Akhirnya aku mulai cari-cari tahu lebih lanjut tentang psikologi sampai aku mantep untuk ambil prodi psikologi buat kuliah.

Apa motivasi untuk belajar psikologi?

Jadi bisa dibilang, aku mantap buat ambil psikologi karena : pertama, aku butuh “healing” diri sendiri, kedua, karena aku termasuk orang yang seneng bergaul dengan orang dan lingkungan baru. Aku seneng dengerin cerita orang apalagi kalau dipercaya untuk boleh kasih masukan atas cerita-cerita mereka. Nah jadi aku semakin yakin karena dalam psikologi ini tuh aku dapetin ilmu untuk mengetahui tentang diri sendiri, mengenal orang lain, dan cara berinteraksi satu sama lain sesuai dengan kepribadian masing-masing.

Kadang ada juga yang dengan santainya bikin lelucon di depanku kaya “oh kamu masuk psikologi buat rawat jalan kan ya?”, mereka menganggap kalau rawat jalan di jurusan psikologi itu mungkin nggak beneran ada, padahal damn yes i am.

Apa harapan untuk berkarir di kemudian hari?

Sejujurnya, kalau mau bahas lebih jauh, aku pribadi nggak ada pandangan untuk harus jadi seorang psikolog nantinya, karena balik lagi ke tujuan awalku yang mau “healing” tadi. Aku rasa dengan dapetin ilmu-ilmu tentang psikologi aja aku udah cukup dan kenyataannya ilmu-ilmu itu bisa aku terapin di banyak aspek kehidupan, nggak melulu yang berhubungan sama psychology things, gitu. Jadi harapanku ya, apapun nanti pekerjaanku nggak harus berhubungan dengan ranah perkerjaan bidang psikologi, yang penting ilmuku itu bisa aku terapkan sebaik mungkin buat orang-orang sekitarku.

Pernahkah dijadikan curhat atau konsultasi?

Iyaah ada banyak, ada yang pas momennya ketika aku naikin tentang content itu terus mereka langsung kena trigger buat cerita. Ada juga yang baru cerita setelah beberapa waktu kemudian. Ada juga yang malah minta tolong untuk di speak up-in, jadi storystory yang naik buat speak up sections itu sebenernya nggak semuanya based on my personal experience loh, tapi ada beberapa teman yang akhirnya memercayakan aku untuk ngebawa cerita itu naik dengan harapan bisa sama-sama membantu..

Apa keluhan dari mayoritas orang yang curhat atau konsultasi?

Kalau speak up sections biasanya yang aku angkat cuma topik-topik tentang pelecehan verbal dan nonverbal, selebihnya tentang feminisme. Kalau keluhan-keluhan lain gitu nanti paling mereka jatuhnya ke curhat, dan biasanya jujur aku jarang tanggepin kalau yang di luar dari topik-topik aku itu.

Kenapa memilih untuk speak up tentang feminisme?

Feminisme ini menurutku menarik dan kalau ditanya kenapa aku segitu tertarik dengan topik tersebut, jawabanku karena aku terlalu “muak” sama stereotype dan budaya patriarki sih…

Pernahkah menerima hate speech selama menyuarakan mental health dan feminisme?

Pasti ada dong, tapi cuma segelintir orang aja, satu dua orang, nggak lebih dari itu. Aku sih nanggepinnya dibawa santai aja ya, karena kan nggak semua orang bisa dan mau buat punya pemikiran secara terbuka dan luas. Nggak semua orang akan sepemahaman sama kita, dan di sisi lain aku juga sadar kalau topik yang aku angkat ini cuma bisa diterima sama orang-orang tertentu. jadi yaaa, nggak perlu keluarin banyak effort untuk hal yang nggak penting deh. (mg2/ton)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya