Kembangkan Anggrek dengan Nama Semarangan
Bunga Anggrek Semarangan sangat diminati masyarakat Semarang hingga luar negeri. Apalagi ada varian anggrek dengan nama Semarangan. Namun, belakangan ini para petani anggrek terkendala tempat untuk pameran sebagai promosi dan pengembangan budidaya.
Pemilik Candi Orchid Eni Asriyati mengatakan para petani Anggrek sekarang ini kesulitan untuk melakukan promosi dan budidaya. Sebab, sudah tidak ada penyelenggaraan pameran.
“Dulu setahun bisa empat kali pameran besar. Kalau pameran dari pemerintah kan cuma sehari dua hari, biasanya yang menyelengarakan EO, sampai satu minggu. Kalau dua hari ya itu rugi,” ungkap sekretaris Pecinta Anggrek Indonesia ini kepada RADARSEMARANG.COM Sabtu (20/5).
Selain itu, penyelenggaraan pameran membutuhkan lahan luas dan memadahi. Sebab, nantinya yang ikut dalam pameran bukan hanya dari tanaman anggrek. Namun, tanaman jenis lainnya pun akan mengikuti. Terakhir, ada pameran anggrek di Semarang pada 2008.
“Terakhir tahun 2008, dulu biasanya di Taman KB (Indonesia Kaya). Setiap kali ada pameran anggrek adalah yang paling ramai, sampai dari Jakarta itu pada ke sini. Daerah-daerah lain juga ikut. Jadi omsetnya itu bisa tinggi tuh selama dua minggu bisa lebih dari Rp 100 juta,” jelasnya.
Eni mengatakan, di Kota Semarang banyak pemain bunga anggrek. Termasuk ia, juga melakukan budi daya anggrek. Penggemar anggrek budidaya miliknya sudah sampai ranah luar negeri.
“Malaysia, Afrika, hingga London. Tapi saya tidak tahu, mungkin ada pelanggan saya yang beli, terus dijual atau dibawa keluar negeri. Tahu saya, yang banyak orang dari luar itu kirim ke email di tempat kami, sama foto anggrek. Dan itu memang benar budidaya anggrek saya,” bebernya.
Eni juga berhasil melakukan budidaya anggrek hibrida di kebun Candi Orchid Bukit Unggul Raya. Bahkan, ada beberapa jenis anggrek hasil budidayanya yang dinamai dengan anggrek Semarangan. Seperti anggrek Dendrodium Tugu Muda, Dendrodium Jolotundo, Dendrodium Semarang Beauty, dan Dendrodium Sam Po Kong.
Sekarang ini, nama Perhimpunan Anggrek Indonesia telah berganti menjadi Pecinta Anggrek Indonesia Jawa Tengah. Dalam Asosiasi tersebut, terdapat 48 pemain anggrek yang kebanyakan dari Semarang. Kemudian ada dari Secang, Magelang termasuk Kendal.
“Memang sekarang ini cuaca sangat panas, membuat anggrek banyak problem. Sudah berlangsung satu bulan terakhir mulai April-Mei. Padahal normalnya sekitar 32 (derajat celsius) dan harusnya di bawah 30 derajat. Kalau di sini ya wilayah Ambarawa, Bawen, Ungaran itu masih bagus,” jelasnya.
Pembeli anggrek miliknya juga sampai tingkat pejabat menteri. Menteri Koordinator bidang Perekonomian periode 2015-2019 Darmin Nasution merupakan salah satu pembeli anggrek yang pernah datang ke kebun Eni.
“Kalau pesanan luar negeri itu banyak, tetapi kita tidak bisa (melayani) karena birokrasi agak ribet, juga terkendala dengan berurusan dengan izinnya,” terangnya.
Ia berharap, pemerintah turut membantu petani anggrek dalam penyelenggaraan event pameran yang besar. Kegiatan ini, juga dengan tujuan untuk mengembangkan budidaya dan anggrek di Semarang semakin dikenal kalangan luas.
“September mendatang bakal ada pameran anggrek internasional di PRPP Semarang yang diselenggarakan oleh komunitas anggrek. Rencananya mau melibatkan pemerintah juga,” jelasnya.
Terpisah, Ketua Kelompok Tani Mekarsari Nur Aulia Setyarini juga mengembangkan budi daya tanaman anggrek, di teras rumahnya, di Kecamatan Banyumanik. Ia sudah memelihara anggrek sejak 2005. “Kita sering lihat pameran anggrek, dan sering beli di Kalisari. Dulu awal awal beli bunga anggrek, itu masih murah, Rp 35 ribu satu pohon,” katanya.
Pada 2010, ia dan ibu-ibu lain sepakat membentuk Kelompok Tani Mekarsari yang basic-nya tanaman anggrek. Kelompok ini dibentuk agar mereka bisa membudidayakan sendiri tanaman anggrek dan tidak perlu terus-terusn membeli. Bahkan hasil budidaya mereka malah bisa dijual dan menambah penghasilan. Hingga saat ini Kelompok Tani Mekarsari sering dilibatkan ketika ada pameran anggrek.
“Yang eksis masih menanam tinggal dua orang, saya sama Bu Lestari. Awalnya 10 orang yang menanam. Ya yang lainnya juga masih menanam, tapi tidak seperti dulu,” jelasnya. (den/mia/mha/ton)