RADARSEMARANG.COM – Banjir rob dan abrasi menenggelamkan sejumlah kampung di pesisir utara Kota Semarang, Demak, dan Kabupaten Pekalongan. Warga pun harus pindah ke wilayah lain yang aman. Praktis, kampung yang ditinggalkan pun berubah menjadi lautan.
Banjir rob hampir setiap hari terjadi di Kampung Nelayan Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Semarang Utara. Ditambah gelombang tinggi yang terjadi saat cuaca ekstrem. Di wilayah Tambakrejo RT 5 dan RT 6 RW 16 banyak rumah warga yang rusak akibat terendam rob dan terkena terjangan ombak. Terlihat rumah yang dindingnya retak dan hampir roboh. Ada pula yang telah hancur dan rata dengan tanah.
Para pemilik rumah memilih untuk meninggalkan rumah karena tak bisa untuk dihuni. Jalan-jalan perkampungan sudah tak bisa dilalui karena tertutup air laut. Kampung Tambakrejo memang sudah lama menjadi wilayah langganan rob. Warga sudah biasa hidup dengan limpasan air pasang tersebut.
“Jika membahas rob di Tambakrejo, harus dimulai dari awal. Memang, dulu ada penertiban permukiman yang menempati daerah bantaran,” kata Ketua RW 16 Tanjung Mas Slamet Riyadi kepada RADARSEMARANG.COM.
Saat itu, bantaran mau digunakan untuk normalisasi Sungai BKT (banjir kanal timur). Oleh karena itu, warga harus dipindahkan. Ada wacana Pemerintah Kota Semarang merelokasi warga ke rumah susun di daerah Karangroto. Tapi, sebagian mau, sebagian lainnya menolak. Akhirnya, kebijakan wali kota dibuat huntara atau hunian sementara.
“Waktu itu, ada yang tinggal di bawah fly over (Arteri Yos Sudarso) dengan rumah petak-petak. Namun seiring berjalannya waktu, Dinas Pekerjaan Umum (DPU) melarang ada hunian di bawah fly over,” cerita pria yang akrab disapa Slamet Linggis ini.
Sehingga kebijakan wali kota saat itu, Hendrar Prihadi, dibuatkan hunian sementara yang berbentuk rumah deret sebanyak 97 unit sesuai dengan jumlah KK. Ini dilakukan sesuai kontrak dengan BBWS Pemali Juana selama lima tahun. “Ini sudah berjalan dua tahun,” katanya.
Di RT 5 RW 16 merupakan daerah paling berdampak rob dan ombak besar. Tercatat, ada 25 KK yang sudah pindah dari total 45 rumah. Karena dampak ombak, rumah hancur. “Mereka terpaksa pindah tempat tinggal, meskipun belum pindah kependudukan. Ada yang kontrak di daerah lain,” tuturnya.
Saat ini, dari 45 rumah, yang aman dari rob hanya empat rumah. Lainnya kerap tergenang rob. “Mungkin tahun depan akan bertambah lagi warga yang pindah karena rumahnya rusak atau tergerus ombak yang tiap akhir tahun terjadi di sini,” katanya.
Dikatakan, tanah di wilayah RT 5 RW 16 semuanya berstatus Hak Milik (HM) atau bersertifikat. “Kecuali yang di bantaran, itu tanah pemerintah, dalam hal ini pengelolanya BBWS,” tambahnya.