Dikatakan, dalam inventarisasi ini, akan melibatkan lurah dan camat untuk melakukan pengawasan di wilayah, karena pengawasannya dinilai lebih maksimal.
“Kami minta lurah dan camat ikut mengawasi, jika memang menemukan perumahan atau pengembang yang belum berizin tapi mulai membangun, bisa diteruskan kepada Distaru untuk dilakukan pengecekan dan penindakan oleh Satpol PP,” katanya.
Irwansyah menjelaskan, biasanya pengembangan yang tidak memiliki izin ini belum masuk menjadi anggota REI. Kalau pun memiliki izin, biasanya perizinan yang masuk ke pemkot bukan sebagai pengembang, namun sebagai perorangan yang menjual tanah kavling kemudian dibangun.
“Untuk itu, ada inventarisasi, jadi kalau ada yang jual kavling kemudian dibangun, dan tidak memiliki izin ya kita akan berikan surat peringatan. Untuk penyegelan nanti wewenang Satpol PP, dengan surat rekomendasi dari kami,” tuturnya.
Distaru kata dia, sebenarnya juga melakukan investigasi untuk melihat secara jelas apakah pengembang perumahan melanggar peraturan daerah ataupun tidak. Pengawasan ini dilakukan, agar tidak terjadi distorsi, misalnya tegalan di zona kuning yang kemudian menjadi perumahan.
“Misalnya ada pembangunan di zona kuning, dulunya tegalan lalu jadi rumah, ini juga kita awasi,” tuturnya.
Yang jelas, lanjut Irwansyah, sesuai dengan aturan yang ada, pengembang perumahan di daerah atas harus menyiapkan embung agar pembuangan air tidak membebani saluran air atau sungai. Sesuai izin mendirikan bangunan (IMB) terbaru, saat ini setiap rumah pun wajib memiliki resapan.
“Kalau perumahan, sesuai kajian yang ada. Apakah cukup menyediakan resapan ataupun embung. Intinya air tidak boleh membebani saluran ataupun sungai,” tambahnya.
Ketua DPRD Kota Semarang Kadar Lusman mengatakan, penataan tata ruang ini harus lebih diseriusi ataupun diperketat, terutama di wilayah Semarang atas. Misalnya dari segi pembangunan perumahan ataupun pengembangan lainnya, yang bisa mengakibatkan banjir di Semarang bawah.
“Kami berikan masukan jika tata ruang ini harus diseriusi dan harus teratur. Meskipun perumahan punya izin, tapi kadang mereka lepas kontrol dari pantauan Pemkot Semarang,” katanya.
Pilus –sapaan akrabnya–menjelaskan, dalam aturan yang ada, pengembang harus memenuhi peraturan yang ada. Misalnya, dari jumlah luasan lahan yang dikembangkan, pengembang harus menyediakan fasilitas umum, seperti ruang terbuka hijau, pemakaman, hingga embung.
“Tapi kan kenyataannya tidak ditaati, mereka melanggar aturan yang sudah ditentukan. Dampaknya tentu pada Semarang bagian bawah,” jelasnya. (mha/den/fgr/aro)