Tanggul BKT ini dibangun pada 1982. Sedangkan normalisasinya pada 2018. Saat ini sudah membutuhkan pengerukan karena debit air yang tinggi. Selain itu, dampak dari gelombang angin barat mengakibatkan tanggul BKT bagian utara tergerus. Tadinya tanggul memiliki lebar 4 – 6 meter, kini tinggal 2 meter. “Sekarang dilewati mobil sudah tidak bisa,” katanya.
Penyempitan tanggul ini juga karena gejala alam, yakni tergerus abrasi. “Waktu gelombang angin barat, gelombangnya menghantam tanggul, bahkan areal pemakaman pun sudah habis. Tidak ada pemakaman bagi warga Tambaklorok, Kemijen, dan Tambakrejo,” ujarnya.
Untuk program pengerjaan sheet pile di Tambaklorok sudah dimulai dengan pengukuran dan membuat akses jalan. “Proyek itu merupakan sinyal positif bagi kami, karena pemerintah sudah memenuhi janjinya untuk membuatkan sheet pile atau tanggul laut yang bisa memproteksi atau melindungi Tambaklorok dari ancaman banjir,” katanya.
Ia berharap program ini cepat selesai dan warga dapat kembali beraktivitas tanpa perlu adanya kekhawatiran banjir dan rob. “Kami berharap warga dapat bekerja sama, jangan sampai ada bahasa menolak atau menghambat pembangunan sheet pile,” ujarnya. (den/fgr/aro)