RADARSEMARANG.COM – Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kini mulai banyak dikembangkan di sejumlah daerah. Salah satunya di Desa Sugihmas, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang. Di desa ini, PLTS digunakan untuk menyalakan pompa air dari sumber air yang lokasinya jauh dari warga.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya itu dibangun di tengah lahan tegalan. Dikelilingi pagar kawat. Setidaknya ada tiga titik pemasangan panel surya. Setiap titik berjumlah 48 panel yang masing-masing memiliki daya 3400 watt. Ketiga titik panel tersebut digunakan untuk mengalirkan tiga titik sumber air yang ada di Desa Sugihmas.
Kepala Desa Sugihmas Srianto menjelaskan, PLTS itu dirintis sejak 2017. Kala itu Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo melakukan kunjungan kerja merasa prihatin terhadap Desa Sugihmas karena setiap kemarau menjadi langganan kekeringan.
“Kemudian beliau menurunkan tim peneliti untuk mengecek sumber air tanah. Hasilnya tidak direkomendasikan sumur bor karena terdapat batuan basal yang cukup lebar,” ceritanya kepada RADARSEMARANG.COM.
Solusi satu-satunya adalah mengalirkan dari sumber air yang lokasinya sangat jauh dari Desa Sugihmas. Namun permasalahannya, perlu energi listrik untuk menyalakan pompa air.
Akhirnya pada 2021, dirintis pembuatan PLTS. Adanya PLTS selain menghemat energi listrik, juga mampu mendistribusikan air. Dari sumber air ke rumah-rumah warga yang jaraknya mencapai 6,5 kilometer.
“Permasalahan kekeringan sepanjang tahun terselesaikan. Selain itu juga mengenalkan teknologi kepada masyarakat,” ujarnya.
Srianto menceritakan, sebelum ada jaringan pipa air itu, masyarakat mengandalkan air sungai untuk keperluan sehari-hari. Adanya energi terbarukan itu berdampak postif. Selain menyelesaikan persoalan kekeringan, Desa Sugihmas dinobatkan oleh Provinsi Jawa Tengah sebagai desa mandiri energi.
“Tidak menyangka bisa menjadi percontohan. Sebab, memang satu-satunya solusi menggunakan energi surya,” tuturnya.
Dikatakan, saat ini ada tiga titik pemasangan panel surya. Setiap titik berjumlah 48 panel yang masing-masing memiliki daya 3400 watt.
Srianto mengungkapkan, pada sumber air dibuat penampungan dengan panjang 12,5 meter, lebar 1,5 meter, dan tinggi 3 meter. Sebelum didistribusikan ke warga ditampung terlebih dahulu ke tandon atau reservoir berkapasitas 30 ribu liter.
“Sasaran utamanya adalah dua dusun yang mengalami kekeringan terparah. Tercatat ada 310 KK dari Dusun Jenekan dan Gerung,” bebernya.
Dijelaskan, jarak antara Dusun Jenekan dan Gerung kurang lebih 0,5 km. Adapun kekuatan pompa hanya mampu mengangkat air di ketinggian 100 meter. Dari jarak sumber air menuju reservoir membutuhkan dua kali rest (penampungan).
“Maksimal pompa air bisa menyala hingga enam sampai tujuh jam. Puncaknya jika seharian panas pada pukul 12.00-14.00,” jelasnya.
Menurut Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jateng Sujarwanto Dwiatmoko, saat ini PLTS sudah digunakan di perkantoran pemerintah, pondok pesantren, swasta, UMKM, pondok pesantren, bahkan para petani di Jateng.
“Penggunaan PLTS di Jaterng semakin besar, lebih tinggi dari perolehan nasional. Ini adalah tahapan Jateng memanfaatkan energi baru terbarukan, yang meliputi tenaga surya, tenaga air, maupun biogas,” katanya kepada RADARSEMARANG.COM, Minggu (2/10) lalu.
Perusahaan swasta yang memanfaatkan PLTS, di antaranya Pabrik Jamu Sidomuncul, Ungaran Sari Garmen, dan perusahaan di Klaten. Kemudian beberapa UMKM untuk pemulihan ekonomi.
Di antaranya, perajin mebeler di Trangsan, Sukoharjo, mebeler ukir di Jepara, perajin logam di Tegal, RS Pertamina sampai 2 mega watt di Cilacap, serta RS Gondo Amino Semarang.
Bahkan untuk pengairan sudah ada 30 lokasi pertanian di Jateng. Kebanyakan untuk mengganti pompa diesel yang setiap satu kali masa tanam menghabiskan Rp 125 juta, dengan PLTS cukup mengganji petugas penjaga PLTS saja.
Bahkan perusahaan pompa air minum di Grabag Magelang juga sudah menggunakan PLTS untuk menarik air dari kedalaman 400 meter dan jarak horizonal 6 km. Tapi menggunakan empat pompa untuk sampai ke tandon air.
Selain itu, Bendungan Jatibarang dan perkantoran PLTU Tanjung Jati B Jepara juga sudah menggunakan PLTS. “Tapi memang masih tetap menggunakan listrik PLN,” ujarnya.
Lebih menarik lagi, lanjut dia, ada kantor kelurahan yang sudah sepenuhnya menggunakan PLTS full 1300 KWp yang didanai APBDes sekitar Rp 50 juta. Yakni, di Kelurahan Sambak, Kecamatan Kajoran, Kabupaten Magelang. Kalau kondisi tenaga surya melemah, mereka sudah bisa menyediakan storage atau baterai. Bahkan bisa menggantikan full ke PLN juga bisa. “Jadi mereka ini lebih kreatif, sehingga bisa full menggunakan PLTS,” katanya.
Terpisah, Institute for Essential Service Reform (IESR) semakin menggencarkan penggunaan PLTS di Jateng, khususnya PLTS Atap. IESR bekerja sama dengan Gubernur Jateng dan Pemprov Jateng.
Staf Program Regional IESR Rizqi Prasetyo mengatakan, dalam rangka menggencarkan PLTS, pihaknya melakukan kerja sama dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jateng dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jateng dalam upaya pengembangan energi terbarukan.
Selain itu, dalam mengimplementasi industri hijau untuk penurunan emisi dan pengelolaan sampah dengan energi terbarukan IESR bekerjasama dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Jateng. “Awal kerja sama pada tahun 2019, PLTS atap di Jateng terpasang 0,2 mega watt, hingga tahun 2022 kapasitasnya sudah mencapai 22 mega watt peak (MWp),” jelasnya.
Ia menambahkan, penggunaan PLTS atap bisa dilakukan di semua kalangan. Sementara di Jateng paling banyak di sektor industri, disusul dengan sektor rumah tangga dan lainnya. Menurutnya, PLTS atap di Jateng tersebar secara merata. Terutama di daerah kota. Seperti Kota Semarang, Kudus, dan Surakarta. “Di kota biasanya memiliki kapasitas yang cukup banyak, karena lebih mudah mendapatkan informasi dan penyedia layanan,” katanya. (mia/ida/kap/aro)